Ling Chen

Ling Chen atau akrab dipanggil Chen. Masih setia dengan gawainya. Ia penasaran gerangan apa yang membuat kakaknya berubah. Meski hati kecilnya masih menolak apa yang disampaikan kakaknya. Ia tetap bertekad akan membela kakaknya jika Mama dan Papa tak menyetujuinya.

“Kak, sudah dulu ya. Kalau Kakak butuh bantuan, Chen siap bantu,” ucap Chen menutup pembicaraan melalui gawai dengan kakaknya.

Chen memutar otak. Dia harus menyiapkan strategi agar kak Mei bisa kembali pulang. Tidak sekedar pulang. Namun diterima dengan baik oleh Mama dan Papanya.

Waktu terus berlalu. Sudah lima bulan kak Mei tidak pulang. Mama yang sudah rindu mengirimkan pesan ke gawai kak Mei dan memintanya untuk pulang bulan ini.

Kak Mei segera menelepon Chen. Ia meminta tolong agar adiknya membantu agar Mama dan Papa dapat mengerti bahwa ia tak dapat pulang untuk waktu yang lama. Chen mengiyakan. Meskipun Chen juga berkata bahwa dirinya tak menjamin Mama dan Papa akan menerima perubahan kak Mei saat ini.

“Mama, Papa. Apa pendapatmu tentang Islam dan Muslim?”, Chen membuka percakapan saat jamuan makan malam.

“Islam sama kayak agama kita. Pada dasarnya mengajarkan kebaikan. Hanya saja mungkin ada sebagian dari pemeluk agama Islam yang kurang baik”, jawab Papa.

“Kamu ngapain tanya gitu, Chen. Kamu gak ada niat pindah agama kan?”, tanya Mama.

“Sepertinya tidak, Ma. Tapi kalau di keluarga kita ada yang jadi muslim, Mama bagaimana?”, tanya Chen.

“Ya, kalau dia jadi muslim yang baik, kenapa tidak,” jawab Mama.

Senyum manis Chen merekah seketika itu. Ada harapan kak Mei akan diterima di keluarganya. Namun Chen masih harus memastikan bahwa Mama dan Papa siap menerima perubahan kak Mei.

Obrolan malam itu berlanjut hingga beberapa hari kedepan. Chen aktif mendekati Mama dan Papa sembari menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang baik menurutnya. Chen juga takjub kepada perempuan muslim yang ia menutup auratnya untuk menjaga kehormatannya.

Hari kepulangan Mei tiba. Ia tak dapat mengelak lagi permintaan kedua orang tuanya. Ia pulang ke rumah lengkap dengan pakaian muslimahnya saat ini.

Bel rumah berbunyi. Chen bersegera lari menyambut kakak tersayang. Ia turut membawakan bawaan kak Mei yakni koper dan oleh-oleh dari kota tempat ia kuliah.

Mama dan Papa sudah siap menyambut kak Mei. Namun alangkah terkejut keduanya. Nampak gadis bermata sipit itu terbalut dengan kerudung berwarna merah muda dan gamis warna senada. Gadis yang nampak ayu dengan kulit berwarna putih bersih.

Mei masih berdiri di ruang tamu. Ia tak berani melangkah menghampiri orang tuanya. Pandangannya tertunduk. Ia telah siap jika ia akan diusir dari rumah.

Mama menghampiri Mei Ling. Ia lantas memeluk Mei seraya berkata, “Jangan takut, Mei. Mama dan Papa menerima perubahanmu.”

Air mata Mei jatuh seketika. Dipeluknya Mama erat-erat dan mengucapkan rasa terima kasih dan syukur kepada Allah Swt. Rupanya pendekatan Chen kepada Mama dan Papa nya berhasil.

Mama lantas mengajak Mei duduk di meja makan. Di sana telah nampak Papa duduk menanti Mei dengan wajah tersenyum. Sungguh, betapa besar karunia yang Allah berikan kepada Mei. Rupanya ia memiliki keluarga yang sangat menghargai perbedaan dan juga memiliki toleransi yang tinggi.

Mei juga berterima kasih kepada adiknya Ling Chen. Pemuda berusia 18 tahun itu sukses menyatukan dirinya dengan Mama dan Papa. Meski Chen belum bersedia mengikuti langkahnya masuk ke dalam agama Islam. Mei tetap bersyukur bahwa adiknya masih setia mendukung perubahannya.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *