TKD Tak Naik, Investasi Ditarik
Suara Netizen Indonesia–Sejak kebijakan TKD (Transfer ke Daerah) diumumkan Menkeu Purbaya tahun 2026 tidak ada kenaikan, berikutnya Mendagri Tito Karnavian meminta semua kepala daerah termasuk gubernur untuk mulai efisiensi belanja daerah, DKI Jakarta salah satu wilayah yang tidak melakukan protes bahkan menegaskan sudah memiliki langkah yang matang guna menggenjot APBD.
Dan tak butuh waktu lama, Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno mengklaim Jakarta mendapatkan oleh-oleh investasi US$1,3 miliar atau Rp21,6 triliun (Kurs Rp16.649 per dolar AS) dari Eropa, setelah ia melakukan kunjungannya ke Eropa beberapa waktu lalu (CNN Indonesia.com, 1-11-2025).
Pemeran “Si Doel anak sekolahan “ ini menjelaskan investasi itu difokuskan untuk memperkuat sektor ekonomi kreatif, pariwisata, dan infrastruktur penunjang industri film di Jakarta. Dengan yakin, Rano memastikan meski dana bagi hasil (DBH) Jakarta dipotong oleh dari pemerintah pusat hampir Rp14 triliun, namun kondisi fiskal Jakarta akan tetap kuat.
Baca juga:
Deklarasi Istiqlal-Vatikan, Sesat Pikir Sistem Sekuler
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024, Jakarta kini berstatus sebagai Daerah Khusus Jakarta (DKJ), dengan mandat menjadi pusat perekonomian nasional dan kota global setelah status ibu kota berpindah ke IKN Nusantara. Menurut Global City Index , Jakarta naik dari peringkat 74 menjadi 71 dunia, saat pasangan Pramono Hanung- Rano Karno baru dilantik 6 bulan, dengan antusias, Rano pun menargetkan Jakarta akan melesat ke posisi 50 besar pada lima tahun mendatang.
Kapitalisme Fokus Pertumbuhan Ekonomi Bukan Distribusi
Global City Index adalah sebuah sistem pemeringkatan yang menilai dan memeringkat kota-kota di seluruh dunia berdasarkan kemampuan mereka untuk menarik dan mempertahankan talenta, modal, dan perusahaan global, yang dikelola oleh konsultan valuasi merek Brand Finance.
Ambisi meningkatkan pendapatan APBN dengan menarik investasi sekaligus untuk mendapatkan posisi dunia adalah karakter Sistem Kapitalisme. Tanpa mementingkan apakah hasil investasi terdistribusikan kepada rakyat langsung atau tidak. Bahkan tak peduli apakah perekonomian meningkat , adil dan merata bagi seluruh rakyat individu per individu. Padahal kita bicara kesejahteraan bukan kompetesi siapa yang terbaik versus dunia. Benefit apa yang diharapkan jika peringkat Indonesia naik drastis?
Bisa jadi akan semakin banyak investor yang tertarik menanamkan modalnya di Jakarta, padahal belum terbukti penanaman modal (investasi) di negeri ini, di daerah mana pun yang sudah mendatangkan keuntungan dan sekaligus kesejahteraan. Kecuali bagi segelintir orang yang memiliki akses dan modal besar, berikut beberapa pejabat yang merangkap menjadi pengusaha.
Apalagi jika kita bicara investasi atas nama Proyek Strategis Nasional, sangat mubazir, pemborosan dan banyak yang menimbulkan bencana baik ekosistem maupun sosial.
Semua berawal dari seretnya dana APBN membiayai pusat dan daerah. Lebih dikarenakan banyaknya pembororosan anggaran, contohnya pembangunan Ibukota Negara ( IKN) Nusantara di Kutai Kartanegara, yang diresmikan dengan UU IKN no. 3 tahun 2022 ditandatangani Presiden Jokowi pada tanggal 15 Pebruari 2022. Kemudian diubah (pemutakhiran) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 menjadi Ibu Kota Politik pada 2028. Kini mangkrak. Bahkan media asing menjulukinya sebagai kota hantu.
Dan apakah “oleh-oleh” ini bisa dinikmati oleh rakyat juga belum pasti. Namanya investasi tentu fokusnya ada pada profit. Apalagi yang dimajukan adalah sektor ekonomi kreatif, pariwisata, dan infrastruktur penunjang industri film di Jakarta. Sangat tidak berhubungan dengan kebutuhan pokok rakyat yang hari ini masih bergulat dengan tingginya biaya hidup dan melonjaknya harga kebutuhan pokok.
Sistem Kapitalisme memangkas peran negara hingga tak tersisa kecuali menjadi regulator kebijakan bagi para investor dan pembagi bantuan subsidi semata. Begitu TKD diumumkan tidak naik, efisiensi harus dilaksanakan tak urung menjadi kehebohan tersendiri, sebelum itu APBN atau APBD sendiri sudah dalam keadaan rapuh. Dimana sumber pendapatan terbesarnya adalah pajak dan utang.
Baca juga:
Family Office, Menggaet Investasi Asing Keluarga Ultra Kaya
Di tengah kondisi ekonomi global yang melemah, oleh-oleh kerjasama dalam bentuk investasi malah akan semakin menambah beban pusat maupun daerah, pajak atau pun bagi hasil yang diterima tidak akan sebesar jika negara mengelola sumber kekayaan alam karunia Allah yang melimpah.
Baitulmal, Skema Keuangan Tangguh dalam Islam
Kerapuhan pendapatan negara atau daerah tak akan terjadi jika saja mau menerapkan syariat kafah. Sebab, Islam sejatinya bukan hanya agama yang mengatur ibadah hambanya seperti salah, zakat, puasa dan haji. Tapi Islam adalah seperangkat aturan yang menjadi solusi dalam ranah negara, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan dan lainnya.
Islam tak sekadar mengharamkan babi dan khamar, tapi juga mengharamkan kerjasama atau investasi zalim, berbasis riba dan yang tidak pro rakyat. Dari aspek yang akan dijadikan kerjasama saja sudah jelas siapa yang akan menjadi eksekutor, yaitu pemodal tak kenal rakyat. Mereka hanya fokusi pada keuntungan dari investasi yang sudah mereka tanam.
Rasûlullâh Saw. Bersabda, “Imam/Khalifah adalah penggembala (raa’in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bentuk tanggungjawab itu adalah dengan menerapkan syariat.
Syariat menetapkan negara wajib mengelola sumber daya alam yang berlimpah, untuk dikembalikan kepada rakyat. Baik zatnya secara langsung seperti penyaluran air bersih, listrik, gas alam, BBM dan lainnya maupun tidak langsung semisal pembiayaan pembangunan sekolah, rumah sakit, jalan, jembatan dan lainnya.
Dalam Islam ada harta kepemilikan individu, harta kepemilikan umum dan harta kepemilikan negara. Dua yang terakhir itulah yang akan dikelola oleh negara dan disimpan di Baitulmal. Pariwisata dan yang berkaitan dengannya tidak menjadi pendapatan utama, apalagi pajak dan investasi dari perusahaan yang tidak sesuai syariat maupun dari negara yang jelas-jelas memerangi Islam dan kaum muslim ( kafir harbi).
Baca juga:
Magang Berbayar Fresh Graduate, Solusi Sejahtera Kapitalisme
Baitulmal meski berfungsi sebagai sumber pendanaan operasional negara namun memiliki perbedaan yang signifikan. Baitulmal tidak wajib dilaporkan sekaligus mendapatkan persetujuan dari Majelis Umat ( MPR-DPR), pos pendapatan ditetapkan syariat namun pos pengeluaran sesuai pendapat Khalifah, Baitulmal tidak disusun tahunan. Sebab konsepnya bukan defisit sebagaimana APBN, tapi seberapa banyak maslahat yang harus dipenuhinya.
Dengan konsep Baitulmal yang sentralisasi, dengan pos-pos yang sama di setiap wilayah akan memungkinkan negara mandiri tanpa bergantung pada pajak, utang atau pun investasi berbasis riba. Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar