Family Office, Menggaet Investasi Asing Keluarga ultrakaya

Suara Netizen Indonesia–Kata family office kembali mengudara, tepat saat Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan membiayai pembangunan family office menggunakan APBN. Ia meminta agar Dewan Ekonomi Nasional (DEN) membangun sendiri (tribunnews.com,15-10-2025).

 

Ketua DEN Luhut Binsar Panjaitan pun menegaskan tidak masalah family office dibangun tanpa APBN,  karena bisa dengan biaya individu atau kelompok yang menyimpan uangnya di family office, bahkan dipastikan tidak ditarik pajak (cnbcindonesia.com,16-10-2025).

 

Pajak baru akan ditarik ketika sudah dikeluarkan untuk investasi di proyek-proyek Indonesia. Maka pemerintah Indonesia harus menjamin kerahasiaan dan keamanan ( confidence dan trust) bagi para pemilik family office di Tanah Air. Family office ini juga harus dibangun di kawasan ekonomi khusus dengan aturan yang sama seperti di family office hub di negara-negara lain, seperti Singapura, Hong Kong, Inggris dan Hong Kong.

 

Sebagai informasi, family office merupakan sebuah lembaga atau perusahaan bisnis yang akan mengelola keuangan keluarga konglomerat (ultra kaya). Menurut Analis bisnis Martin Roll, fungsi utama family office adalah melindungi dan mengembangkan kekayaan lintas generasi.

 

Konglomerat yang dimaksud adalah mereka yang mempunyai kekayaan minimal USD10 juta atau setara dengan Rp166,05 miliar, baik itu konglomerat lokal ataupun asing.

 

Cara kerja family office yakni mengelola dana dari konglomerat dalam jangka panjang dengan menyediakan berbagai layanan, seperti pengelolaan investasi, perencanaan pajak, serta tata kelola kekayaan sehingga berbeda dengan lembaga keuangan konvensional. Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan kekayaan konglomerat tersebut dari generasi ke generasi.

 

Pemerintah Indonesia meyakini family office akan menarik investor kaya untuk menempatkan uangnya di Indonesia, proyek ini usulan dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan saat dirinya masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Di era pemerintahan Prabowo, kembali ia menawarkan dan mendapat persetujuan presiden. 

Baca juga: 

Magang Berbayar Fresh Graduate, Solusi Sejahtera Kapitalisme

 

Proyek ini tepatnya disampaikan  pertengahan Mei 2024, kepada para delegasi World Water Forum (WWF) ke-10 di Nusa Dua, Bali,  pemerintah mentargetkan ada peningkatan penerimaan produk domestik bruto (PDB) dan lapangan kerja melalui skema investasi family office. Dan 13 Maret 2025, tim pembentukannya sudah mulai bekerja, salah satu yang intens memberi masukan adalah investor Amerika Serikat (AS) Ray Dalio (antaranews.com,16-10-2025).

 

Apa Implikasinya Bagi Rakyat Indonesia?

 

Luhut memperkirakan banyaknya investor yang tertarik, Indonesia bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara sebesar USD100 juta – USD200 juta. Bahkan akan ada pertambahan lapangan pekerjaan, peningkatan peredaran modal di Indonesia, serta peningkatan produk domestik bruto. menciptakan stabilitas pasar keuangan melalui manajemen risiko yang baik.

 

Sudah banyak negara di luar Indonesia yang berhasil dengan program ini, Dan Indonesia ingin meniru mereka, mampukah, dan benarkah rakyat Indonesia sejahtera karenanya?

 

Faktanya, Family office yang mulai populer dekade 1980-an seiring dengan pertumbuhan jumlah orang superkaya di berbagai penjuru dunia. Perannya pun berkembang. Tak hanya mengurusi investasi, firma family office juga bisa diminta menyusun perencanaan keuangan dan “optimalisasi pajak”, menjalankan tata kelola warisan dan transfer kekayaan antargenerasi, serta melakukan manajemen gaya hidup, seperti pengaturan perjalanan, pendidikan anak, dan keamanan pribadi.

 

Entitas pengelola kekayaan pun bermunculan dengan berbagai konsep dan menjalankan praktik legal ataupun ilegal. Dari sini kemudian muncul dugaan bahwa praktik family office kerap terhubung dengan pelanggaran hukum, seperti pencucian uang dan upaya orang kaya mengemplang pajak (tempo.co,16-10-2025).

 

Jelas ini adalah produk Sistem Kapitalisme, yang kembali hanya mengedepankan keuntungan materi tanpa peduli halal haram. Dan Indonesia jelas akan mengalami kesulitan besar jika mengikutinya. Itu artinya rakyat harus bersiap kembali lebih menderita. Karena pertama, dari sisi iklim investasi di Indonesia tidak pernah stabil, banyak yang justru meninggalkan utang bertumpuk dan kerusakan ekosistem.

 

Parahnya, sumber daya alam yang dieksploitasi sebagai obyek investasi seringkali membawa bencana, hilangnya ruang hidup rakyat setempat dan nyatanya kita tetap tergantung kepada pajak sebagai pendapatan negara terbesar. Family office ini Indonesia  hanya berharap pajaknya, sementara proyeknya adalah milik asing. 

Baca juga: 

Pemimpin, Masjid dan Ketakwaan

 

Kedua, proyek ini melibatkan perusahaan asing, baik pekerja maupun pemodal yang akan memberikan investasinya, jelas mereka tak akan mau rugi dengan hanya beritung angka, melainkan akan intervensi kepada berbagai kebijakan negara, agar mereka semakin mudah menguasai semua sektor. Kedaulatan negara jelas terancam, sebab negara hanya menjadi regulator kebijakan. Dan bisa jadi, investasi mereka lebih kepada sektor keuangan dan perbankan yang padat modal, yang jelas bukan sektor riil, maka, lapangan pekerjaan jelas pembukaannya akan semakin minim.

 

Sektor yang lebih rentan lagi diswastanisasi adalah pelayan publik bagi masyarakat, bisa jadi investasi menyasar layanan kesehatan dan pendidikan. Sudah pasti akan tercipta kesenjangan sosial, dan rakyat lagi-lagi kesulitan mengaksesnya.

 

Ketiga, Keamanan di Indonesia terbilang rentan, sehingga ada kemungkinan meskipun para orang kaya itu berkantor di Indonesia, tapi belum tentu menginvestasikan hartanya semua di Indonesia.

 

Keempat, family office sesungguhnya tak beda dengan lembaga keuangan lainnya yang berbasis investasi seperti Danantara dan lainnya yang meniscayakan kekayaan hanya beredar pada orang-orang kaya saja, sementara kepada rakyat tak akan menetes sepeser pun.

 

Karena memang itulah tabiat mereka para kapitalis, padahal sebagai negeri muslim terbesar di dunia, semestinya sudah paham dengan larangan Allah swt. melalui firmanNya yang artinya, “…Agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” (TQS Al-Hasyr:7).

 

Islam Wujudkan Negara Mandiri Tanpa Modal Asing

 

Dari ayat di atas, sangatlah jelas Allah swt. Mengharamkan harta hanya beredar dikalangan orang kaya saja, maka butuh negara yang benar-benar berfungsi sebagai pelayan yang mengurusi urusan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam/Khalifah adalah penggembala (raa’in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.”(HR. Bukhari dan Muslim).

 

Islam memiliki aturan dalam menjalin hubungan kerja sama dengan negara asing dengan tetap menjaga kedaulatannya. Khilafah tidak akan bekerja sama dengan negara kafir harbi fi’lan, selaku negara yang sedang berperang dengan Khilafah.

 

Khilafah hanya akan bekerja sama dengan negara kafir harbi hukman (negara yang tidak sedang berperang dengan Khilafah) dan negara kafir muahid (yang memiliki perjanjian damai dengan Khilafah). Khilafah juga tidak akan menjerumuskan diri pada perjanjian yang membahayakan Islam dan kaum muslim. Hal ini sebagaimana firman Allah yang artinya, “Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk mengalahkan orang-orang mukmin. (TQS An-Nisa:141).

 

Baitulmal adalah badan keuangan Khilafah yang pos pendapatannya didapat dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum ( tambang, energi, minyak dan lainnya), harta kepemilikan negara ( kharaj, jizyah, fa’i, khumus dan lainnya) serta zakat. Pos pendapatan ini sangatlah besar, karena negara hadir menjadi wakil rakyat dalam mengelola kekayaan alam karunia Allah.

Baca juga: 

Nyawa Bukan Angka Statistik, Kapan Evaluasi?

 

Selain itu, Allah juga melarang segala praktik haram baik judi, penipuan, narkoba, korupsi atau pun money laundering. Khilafah bisa saja membuka investasi namun tentu dengan akad yang sesuai syariat. Sebab, ketaatan kepada hukum Allah sangat diutamakan, ialah sebab datangnya keberkahan dari langit dan bumi. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Pengelolaan Tanah Terlantar oleh Negara dan Harapan Pengentasan Kemiskinan

Penarikan tanah terlantar bisa menjadi celah pemanfaatan tanah bagi oligarki. Ini berarti kesempatan masyarakat miskin untuk berkembang semakin kecil. Rakyat kembali menjadi korban, sementara pengusaha mendapat kemudahan. Di sisi lain, pengelolaan tanah selalu dikaitkan dengan ketersediaan anggaran, seolah kepemilikan tanah hanya bermanfaat jika menguntungkan secara finansial. Padahal, tanah adalah sumber kehidupan. Tidak seharusnya tanah tunduk pada kepentingan bisnis dan investor.

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *