Sekolah Rakyat atau Sekolah Unggulan Garuda?

Suara Netizen Indonesia–Program Pemerintahan Presiden Prabowo, Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggulan Garuda, kedua lembaga pendidikan ini tidak berada di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Untuk sekolah Rakyat, di bawah Kemensos sedangkan Kemendikdasmen hanya berperan penyiapan kurikulum dan pengadaan guru.

 

Demikian pula Sekolah Unggul Garuda berada di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) dan hanya untuk tingkat SMA. 

 

Keduanya, sejak awal dirancang untuk anak dari keluarga miskin. Bahkan Sekolah Garuda diklaim bisa memutus rantai kemiskinan. Namun ternyata masih membutuhkan syarat, sebagaimana pernyataan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendikti Saintek) Stella Christie bahwa Sekolah Garuda tetap menampung siswa dari kalangan miskin asalkan berprestasi (kompas.com, 23-9-2025).

Baca juga: 

Drama Ibadah Haji, Danantara Beraksi

 

Sekolah Garuda  ditujukan untuk mencetak generasi unggul yang mampu bersaing di kancah global dan masuk ke perguruan tinggi ternama, dilengkapi dengan asrama dan fasilitas modern. Siswa yang diterima selain Dari keluarga miskin, juga menerima siswa berprestasi dari keluarga menengah dan keluarga mampu.

 

Ada dua skema pembiayaan, yakni 80 persen menerima beasiswa penuh dari pemerintah, sedangkan 20 persen sisanya berbayar, karena ini siswa berprestasi dari keluarga mampu, maka negara tidak perlu membiayai mereka. Siswa Sekolah Rakyat yang berprestasi bisa lanjut SMA di Sekolah Garuda. 

 

Sekolah Garuda terdiri dari Sekolah Garuda baru dan Sekolah Garuda transformasi. Untuk tahun ini, Kemendikti Saintek telah menyiapkan empat Sekolah Garuda baru yang ditargetkan rampung dan resmi beroperasi pada tahun ajaran 2026/2027. Sedangkan Sekolah Garuda transformasi, sejauh ini sudah ada 12 sekolah.

 

Pemetaan Untuk Apa?

 

Pertanyaannya, jika pendidikan adalah amanah UUD 1945 pasal 31 dimana kelima ayatnya menyatakan hak setiap warga negara atas pendidikan serta kewajiban negara untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional mengapa harus ada pemetaan? Kebijakan pembangunan Sekolah Rakyat Dan Sekolah Garuda sebenarnya sangat ambigu, alasan untuk memutuskan rantai kemiskinan juga sangat populis tapi tak menyentuh akar persoalan, yang muncul malah kesan ada sekolah pribumi dan ada sekolah para bangsawan sebagaimana era penjajahan. Dan bagaimana dengan sekolah negeri dan swasta yang sudah ada sebelumnya, apakah mereka anak tiri? 

 

Alih-alih memajukan sekolah yang sudah ada, memperbaiki masalah pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidiknya, pemerintah malah menghamburkan anggaran APBN untuk sekolah lain. Sementara anggaran pendidikan Masih harus berbagai dengan lembaga pendidikan yang lain Dan yang paling menyita adalah program MBG (Makan Siang Gratis).

Baca juga: 

Jaminan Stabilitas Pangan, Beras SPHP Meluncur

 

Mengapa sangat blunder? Dan sesungguhnya baik Sekolah Rakyat maupun Sekolah Garuda tidak ada yang bisa menjadi pilihan terbaik, sebab ini hanya bentuk pelalaian dari tanggungjawab negara yang sebenarnya. 

 

Semua berakar dari mindset pemimpin kita yang sangat kapitalistik. Beritung untung dan rugi dengan rakyat. Sistem Kapitalisme menjadikan pemimpin kita hanya penyedia layanan dan kebijakan, bukan penjamin terserapnya kebijakan Individu per Individu rakyat. Meski pendidikan di negeri ini sudah bobrok dan butuh perbaikan hakiki. 

 

APBN sebagai skema pembiayaan dalam Sistem Kapitalisme sangat kurang, sebab mengandalkan utang dan pajak. Sementara kekayaan alam yang semestinya dikelola oleh negara untuk dikembalikan kepada rakyat berupa pemenuhan kebutuhan pokoknya justru dijual kepada asing dan aseng dengan dalih profesionalitas, ketersediaan tenaga ahli dan teknologi yang terbatas berikut sebagai politik balas budi. 

 

Kita tahu, sistem politik kita adalah Demokrasi yang berbiaya mahal. Sejak kampanye hingga calon pemimpin atau pejabat itu duduk di kursi kekuasaan butuh dana yang luar biasa nominalnya, yang juga tak mungkin berasal dari kantong pribadi, di sinilah letak mahalnya, para pendonor adalah para pemilik modal yang meminta balas jasa kemudahan perundang-undangan atau kebijakan untuk usaha mereka. 

 

Para penguasa kita juga pengusaha, beberapa perusahaan pengolah tambang, yang sejatinya menjadi milik umum, para pemiliknya adalah deretan pejabat negara baik masih aktif atau tidak. Sementara rakyat kembang kempis memenuhi kebutuhan pokok dan masih dibebani pajak dan tingginya biaya lainnya. Pendidikan menjadi sangat mahal, melebihi kebutuhan pokok lainnya. 

 

Padahal pendidikan adalah pilar peradaban. Akankah tercapai target Indonesia Emas 2045 jika pelayanan pemerintah acak kadut begini? 

 

Islam Solusi Pendidikan Terbaik

 

Bagi muslim sejatinya solusi untuk mengubah keadaan ini tidak jauh dan sulit, yaitu Islam sendiri. Sebab, Islam bukan hanya agama yang mengatur ibadah ritual pemeluknya, tapi juga solusi bagi semua persoalan hidup manusia di dunia. Allah SWT.berfirman yang artinya, “Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS al-Anbiya`21: 107).

 

Upaya-upaya menempatkan Islam hanya pada ranah ibadah Individu sungguh sebuah kebodohan. Sebab Rasul dengan risalahnya adalah cara bagaimana kehidupan di dunia ini baik dan penuh rahmat. Bukankah Allah Sang Khalil (Pencipta) sudah barang tentu Allah jugalah Sang Pengatur ( Al-Mudabir). 

Baca juga: 

Indonesia Pulih, Membangun Kesadaran Politik untuk Perubahan Hakiki

 

Sungguh, berbagai bencana dan kesulitan di dunia ini bukan Islam pangkal persoalannya, melainkan sistem aturan buatan manusia yaitu Kapitalisme. Kekayaan alam dijarah, riba dan zina marak, kriminalitas meningkat, pendidikan mahal, kesehatan mahal, utang negara terus naik padahal masih bayar bunganya belum pokok utangnya dan lain sebagainya. 

 

Sebaliknya, para pemimpin negara Islam atau Khalifah sangat fokus pada pendidikan, sebagai salah satu kebutuhan pokok individu rakyat yang harus dipenuhi negara. Dan hasilnya pendidikan gratis berkualitas terbaik sepanjang masa peradaban Islam. 

 

Pada masa Khilafah Utsmaniyah. Ergin Osman, dalam bukunya berjudul, “Sejarah Pendidikan Turki (1977)” menggambarkan bagaimana Sultan Muhammad al-Fatih memandang pentingnya pendidikan dengan menyediakan pendanaan khusus bagi sekolah sehingga bisa dipastikan tidak ada individu yang tidak mendapatkan hak pendidikan. 

 

Sultan bahkan menetapkan protokol khusus untuk pendidikan dasar, yaitu bebas biaya. Uang saku harian, baju, kemeja, celana, sabuk, sepatu, dan topi didistribusikan pada semua anak. Mereka juga diberi makanan dan perjalanan liburan setiap tahun sekali. 

 

Raja Inggris pernah berkirim surat kepada Hisyam Abdul Rahman dari Kekhalifahan Bani Umayyah yang menjadi penguasa Cordoba pada 788-796 M di Andalusia. Raja Inggris, meminta izin untuk putrinya dan anggota istana untuk belajar di Universitas Cordoba. Saat itu Cordoba merupakan pusat intelektual di Eropa dan dianggap tempat aman bagi putri raja untuk belajar. Surat itu pun mendapat persetujuan.

 

Dan masih banyak lagi bukti sejarah yang tak terbantahkan, semakin digali maka akan semakin didapati beribu-ribu kenaikan ketika dunia dipimpin Islam, pendidikan sangat terjangkau baik bagi yang kaya maupun yang miskin.  

 

Negara Daulah memang memiliki skema pembiayaan yang mandiri dan berlimpah, yaitu Baitulmal. Pos pendapatannya dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum seperti tambang, minyak, kekayaan hutan, laut dan lainnya, kemudian hasil pengelolaan harta milik negara seperti jizyah, fai, kharaj, harta ghulul dan lainnya, ditambah zakat. 

 

Daulah Khilafah juga membuka infak, shadaqah dan waqaf bagi para aghniya ( orang kaya) untuk pendidikan, kesehatan dan lainnya. Semua itu bisa terwujud, pendidikan merata dan berkualitas ketika syariat Islam yang menjadi aturan. Sebagaimana firman Allah swt. yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian…” (TQS al-Anfal 8: 24). Wallahualam bissawab. [SNI].

Artikel Lainnya

Kurikulum Berbasis Cinta, Mampukan Mencetak Generasi Unggul?

Permasalahan pendidikan di Indonesia sejatinya sangat kompleks dan membutuhkan penelaahan pada berbagai pilar yang menopangnya. Mulai dari sarana dan prasarananya, tenaga pendidik hingga kurikulum. Berbagai kasus yang terjadi, seperti: perundungan, tindakan asusila baik yang dilakukan oleh pelajar maupun tenaga pengajar, mencerminkan bahwa salah satu peran pendidikan sebagai mencetak generasi yang mumpuni dalam saintek tetapi juga memiliki karakter yang kuat khas orang berilmu belum tercapai.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *