Serangan Qatar Uji Nyali Para Pengkhianat

Suara Netizen Indonesia-Israel melancarkan 12 serangan udara ke ibu kota Qatar, Doha pada Selasa 9 September 2025 dengan menargetkan bangunan tempat tinggal biro politik kelompok pejuang Palestina Hamas. Hamas mengonfirmasi bahwa para pemimpinnya selamat namun enam orang lainnya syahid termasuk putra dari pemimpin Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya, dan salah satu ajudannya, serta seorang perwira Qatar. Amit Segal dari Channel 12 Israel melaporkan bahwa para pemimpin Hamas selamat karena meninggalkan ruangan itu untuk shalat, namun mereka meninggalkan ponsel mereka di ruangan yang sama sehingga badan intelijen Israel berasumsi bahwa mereka masih berada di sana.
Sementara Netanyahu dengan jumawa menghadiri upacara peresmian Kedutaan Besar AS di Yerussalem, bertama Duta Besar Mike Huckabee, beberapa jam setelah Israel melancarkan serangan Doha. Israel sangat menyadari bahwa para pemimpin negara Teluk tidak memiliki kedaulatan atau kemauan untuk melawannya, tidak peduli seberapa kurang ajarnya Israel, mereka berada dalam kendali penuh AS. AS tidak akan mengizinkan para pemimpin Arab bertindak lebih dari sekadar mencela, mengutuk dan mengeluh.
Adapun Qatar memiliki status sebagai sekutu utama non-NATO yang paling dekat dengan AS, telah menjadi tuan rumah bagi pangkalan militer terbesar AS di Timur Tengah dan menjadi pelayan setia bagi Amerika selama ini. Namun status itu tidak mencegah serangan Israel saat Doha tengah menyiapkan pembahasan proposal terbaru pemerintahan Trump. Serangan ini mengguncang pemerintah Qatar dan memicu ketegangan diplomatik serta menimbulkan pertanyaan tentang kerapuhan komitmen keamanan Washington di kawasan.
Presiden Trump akhirnya mengaku telah diberitahu mengenai rencana serangan Israel sekitar satu jam sebelum rudal diluncurkan, setelah sebelumnya mengatakan AS tidak diberi peringatan yang berarti mengenai serangan tersebut. Terdapat diskusi antara Trump dan Netanyahu, jika Trump ingin menghentikan serangan bisa saja, namun Trump membiarkan.
Sementara para penguasa Arab pengkhianat setelah diamnya yang memalukan selama ini, bangkit dan berlomba mengecam Israel dengan penuh amarah. Beberapa di antara mereka, untuk pertama kalinya mengeluarkan ancaman agar tidak melemahkan keamanan Teluk dan Arab. Mereka berteriak riuh rendah mengekspresikan frustasi dan ketidakberdayaan mereka, karena penghinaan dan degradasi yang mereka alami akibat ketergantungan kepada AS.
KTT darurat Arab dilaksanakan pada 15 September 2025 dihadiri oleh para pemimpin negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik penuh dengan Israel. KTT ini menunjukkan sejauh mana dunia Arab-Islam merespon serangan Israel. Apakah serangan ini akan direspon secara nyata ataukah hanya berhenti pada pernyataan politik berupa kecaman dan kutukan. Namun disayangkan, pernyataan akhir KTT ini masih sama dengan sebelumnya, mengutuk agresi brutal Israel dan menyerukan peninjauan kembali hubungan diplomatik dan hubungan ekonomi dengan Israel serta dimulainya tindakan hukum terhadap Israel.
Namun tindakan hukum seperti apa tidak ada penjelasan yang kongkret selain perlunya mengoordinasikan upaya yang bertujuan untuk menangguhkan keanggotaan Israel di PBB. Tak ada pembahasan mengenai bagaimana menyikapi pengkhianatan AS atas kesetiaan dan pelayanan yang telah diberikan Qatar dan negara-negara di kawasan Teluk selama ini.
Padahal Israel tidak mungkin menargetkan delegasi Hamas tanpa lampu hijau dari AS. Koordinasi yang intens antara kedua negara menjadikan operasi sebesar ini sebagai bagian dari kebijakan yang matang, bukan sekadar petualangan tunggal Israel. Terlebih Trump telah berulangkali mengancam Hamas.
Hal yang menarik adalah kemana perginya sistem pertahanan udara Qatar yang sering dibanggakan itu? Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani lebih memilih jalur hukum melalui diplomasi dibandingkan cara seperti Iran. Serangan Israel ini sejatinya merupakan pemandangan yang memalukan. Bagaimana Qatar membiarkan kedaulatannya dilanggar? Setelah begitu banyak upeti diberikan kepada Amerika?
Qatar sebagaimana para pemimpin Arab lainnya mengangguk patuh pada janji dan harapan palsu Trump bahwa kejadian ini tidak akan terulang kembali. Padahal serangan ini adalah serangan yang terjadi sebagai lanjutan dari serangan sebelumnya yang menargetkan Gaza, Tepi Barat, Lebanon, Suriah, Iran dan Yaman. Yang menunjukkan dengan jelas bahwa agresi Israel tidak mengenal batas geografis.
Sementara para pemimpin Arab pengkhianat, alih-alih menutup kedutaan besar musuh, memutuskan hubungan dengannya, membalas dengan pengepungan menyeluruh, dan memanggil para staf untuk menghadapai agresi Israel, mereka malah puas dengan KTT Arab darurat. Mereka seolah melupakan firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang yang kufur, niscaya mereka akan mengembalikan kamu ke belakang. Akibatnya, kamu akan kembali dalam keadaan merugi” (TQS. Ali Imran:149).
Mereka juga melupakan firman Allah SWT:
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik penolong” (TQS. Ali Imran:173).
Para pemimpin Arab pengkhianat dan pemimpin negara-negara Islam harus ingat saat mereka berada dalam KTT darurat ini, bahwa Yahudi menargetkan Ismail Haniyeh di Teheran, dan sekarang kepemimpinan Hamas di Qatar. Sebelumnya Mahmoud al-Mabhouh di Dubai, Khaled Meshaal menjadi sasaran di Amman, semua serangan itu mengambil korban para pemimpin perjuangan Hamas, adakah di antara para kepala negara itu, entah Inggris atau AS, yang mampu mengambil sikap atas arogansi Israel? Lalu sampai kapan para pemimpin Arab ini memasrahkan bangsanya kepada serigala?
Seorang aktivis Yahudi pro Palestina, Alon Mizrahi menulis di detik-detik setelah Israel menyerang kapal Global Sumud Flotilla di Tunisia dan menembakkan rudal ke Qatar,
“Secara keseluruhan, kita bisa melihat bahwa tindakan Israel semakin ekstrem dan putus asa, serta semakin terang-terangan. Pola ini menunjukkan bahwa mereka tahu sedang kalah dan hampir tidak memiliki dukungan untuk ‘perang yahudi’ mereka yang gila itu.”
Sesungguhnya kita berada di persimpangan jalan sejarah, antara bangkit dan sadar, atau memilih hidup satu abad lagi dalam kehinaan. Tidakkah para pemimpin Arab itu memiliki penasehat cerdas yang dapat meneropong fenomena ini? Padahal Allah telah menegur dalam ayat-Nya yang mulia:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik” (TQS. Al-Hadid:16).
Berapa lama lagi kita membiarkan musuh menghina dan menginjak maruah umat? Sementara Allah menyediakan solusi persatuan umat untuk mewujudkan kedaulatan melalui institusi kaum Muslim dunia Khilafah yang agung?
Ya Allah, berikanlah kepada kami kepemimpinan yang dapat mengatur jalannya kehidupan, mengembalikan rasa hormat dunia kepada fitrah dan jalan kebenaran, agar kami dapat meraih martabat dan kedamaian yang layak di bawah syariat-Mu.[SNI]
Komentar