Brave Pink dan Hero Green

SuaraNetizenIndonesia_ Dalam perhelatan Wisuda Universitas Indonesia (UI) yang digelar pada Kamis (11/9/2025) di Kampus UI Depok, Jawa Barat, wisudawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menunjukkan poster berwarna biru, pink, dan hijau. Sedangkan wisudawan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) membentangkan bendera One Piece.
Padahal sebelumnya, terdapat aturan UI yang melarang wisudawan membawa poster, spanduk, atau atribut serupa, setelah muncul “Peringatan Darurat Indonesia” dengan latar biru dan logo Garuda Indonesia, yang viral di media sosial. Direktur Humas UI Arie Afriansyah, menegaskan larangan tersebut bukan untuk membatasi aspirasi mahasiswa. Namun, demi kelancaran dan kekhidmatan prosesi wisuda. (IG Stories @kompascom, 4-9-2025)
Tidak hanya wisudawan, netizen pun serentak mengubah foto profil mereka menjadi bernuansa pink dan hijau, ‘Brave Pink’ dan ‘Hero Green’. Dua warna ini bukan sebatas tren visual, tapi juga menjadi simbol perlawanan, keberanian, hingga harapan bagi bangsa ini. Dunia digital meniscayakan pesatnya informasi, sehingga masyarakat seolah merasakan hal yang sama.
Kita semua sepakat kan gaes, betapa tidak nyamannya berada dalam kondisi masyarakat yang ricuh. Para ayah terpaksa kerja di rumah atau WFH (work from home), anak-anak juga sekolah jarak jauh via daring. Situasi mencekam. Meski tidak terlibat demonstrasi, tapi masyarakat awam bisa saja terkena pukulan, gas air mata, atau bahkan hilang tak kembali ke rumahnya.
Bahkan kemudian ada imbauan sesama warganet ‘warga jaga warga’. Siapapun bisa hilang, terluka atau tewas. Saling jaga adalah kekuatan terakhir bagi individu, saat negara tak mampu melakukannya. Tentu hal ini tak boleh dibiarkan gaes perlu upaya mengembalikan tatanan kehidupan kita, sebagaimana Allah memerintahkannya.
Gen-Z Bicara Perubahan
Saatnya Gen-Z bicara perubahan. Mungkin enggak sih gaes? Mungkin banget, sebab mereka pun merasakan gejolak di tengah masyarakat. Meski disibukkan dengan beragam aktivitas kampus, namun daya nalar mereka tak mampu diredam.
Inilah yang menjadikan mereka berpotensi besar dalam kebangkitan umat. Stressor yang berkelindan seirama helaan napas, menjadikan mereka tumbuh dalam tekanan politis. Uniknya, cara mereka merespon tekanan dengan berbagai kreativitas yang khas melalui meme, media sosial, poster, konten, dan sebagainya. Mereka gunakan cara cerdas menyampaikan pesan.
Sejatinya mereka telah mampu menghadapi membela diri dengan cara yang benar, tidak destruktif. Di usia ini, Gen-Z telah mampu menentukan arah hidupnya. Maka tak heran jika mereka terlibat dalam sejumlah aksi demonstrasi mengkritisi kebijakan pemerintah. Meski demikian, beberapa pemerhati mengkhawatirkan kondisi ini, karena remaja rentan terprovokasi.
Di satu sisi betul, bahwa mereka rawan disusupi pemikiran keliru. Oleh karenanya, mereka perlu pemahaman yang benar tentang Islam, mampu menghukumi fakta hingga terbentuk kesadaran politik dan mampu memberikan solusi jitu terhadap permasalahan umat. Sebab jika tidak, mereka akan salah memutuskan perkara dan berpihak pada pemahaman yang batil.
Sayangnya sekularisme-kapitalisme, justru memasung potensi generasi. Mereka dipaksa hanya berorientasi kepada materi. Waktu dan tenaga mereka pun dipenuhi dengan tugas akademis yang tak mampu mencetak kepribadian baik. Bahkan jika dibiarkan, karakter baik mereka akan hilang, tak mampu mencerap persoalan masyarakat. Bisa jadi antara generasi muda dan masyarakat, menjadi laksana air dan minyak. Tak bersatu. Perasaan mereka terpisah dengan perasaan umat. Mereka pun gagap menghadapi tantangan zaman.
Sementara dalam diri setiap insan terdapat mekanisme pertahanan diri (gharizah baqa‘) yang menuntut pemenuhan dengan cara yang benar, sebagaimana tuntunan syarak. Maka naluri ini perlu diarahkan kepada saluran yang tepat, dengan cara yang benar, agar memiliki kekuatan untuk membela agama Allah.
Islam pun memiliki mekanisme muhasabah terhadap penguasa (muhasabah lil hukkam) agar hukum Allah senantiasa tegak di muka bumi. Aktivitas menasehati ini pun pernah dilakukan di masa kepemimpinan Rasulullah saw. dan para khalifah sesudahnya. Maka jika generasi muda saat ini melakukan hal yang sama, sesungguhnya sama seperti yang dilakukan generasi sebelumnya di masa-masa terdahulu.
Sejatinya para pemuda mampu melakukan perubahan, dan berprestasi mulia demi membela agama Allah. Tidak hanya keluarga, negara memiliki peran penting pula dalam mencetak generasi sebagai agen perubahan. Kuntum khairu ummah ukhrijat linnaasi.
Komentar