Drama Ibadah Haji, Danantara Beraksi

Suara Netizen Indonesia–Ibadah haji tahun lalu terbilang drama, banyak kekacauan baik dari sisi teknis, akomodasi maupun pelayanan. Inilah yang menginspirasi Presiden Prabowo untuk membangun kampung haji di Arab Saudi.
Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf alias Gus Irfan menyatakan, pembiayaan pembangunan kampung haji dipastikan oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) (liputan6.com, 16-9-2025). Keterlibatan BPI Danantara sudah mendapat persetujuan presiden, secara teknis pembangunan sepenuhnya di Danantara dan pihaknya hanya sebagai pengguna.
Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia Rosan Roeslani setelah melakukan kunjungan kerja ke Jeddah dan Makkah, menyatakan siap mengawal proses pembangunan kampung haji sejak tahap awal hingga terwujud dimana jamaah Indonesia akhirnya bisa memiliki fasilitas yang representatif dan layak selama menjalankan ibadah haji.
Menteri Agama Nasaruddin Umar saat mendampingi presiden bertemu Pangeran Mohammed bin Salama di Istana Al-Salam, Jeddah juga menyampaikan salah satu pokok pembahasan kedua pemimpin negara itu adalah rencana pembangunan kampung haji. Hal ini selain untuk kepentingan pelayanan haji yang lebih baik juga untuk mempererat hubungan bilateral kedua negara.
Menurut Wakil Kepala Badan Penyelenggara (BP) Haji, Dahnil Anzar Simanjuntak, sebelumnya Presiden Prabowo sudah menyiapkan tiga opsi pembiayaan untuk merealisasikan pembangunan kampung haji. Yang pertama, menggunakan dana investasi dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias Danantara. Dengan pertimbangan pembangunannya berisiko yang tinggi dan butuh banyak waktu serta investasi yang besar.
Kedua, membeli hotel yang sudah ada dengan kriteria tertentu, salah satunya bisa menampung sedikitnya 50 ribu orang kemudian diakuisisi menjadi kampung haji. Jika kedua skema tidak berjalan lancar, maka pemerintah akan memilih opsi ketiga, yaitu menyewa hotel-hotel di Arab Saudi dengan kontrak sewa jangka panjang. Direncanakan kampung haji sudah bisa beroperasi pada tahun 2028.
Baca juga:
Jaminan Stabil Pangan, Beras SPHP Meluncur
Kemudian dibentuklah Dewan koordinasi tinggi dengan anggota pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. Tim ini nantinya akan bertanggung jawab merealisasikan pembangunan kampung haji. Status kampung haji yang akan dibangun hanya 400 meter dari Masjidil Haram dan sudah disetujui Pangeran MBS adalah milik Indonesia dan tidak bersifat sewa.
Pembangunan kampung haji diharapkan selain untuk meningkatkan layanan ibadah haji serta menekan lamanya masa tunggu, pendirian Kampung Haji juga diproyeksikan untuk memperkecil biaya haji yang harus dikeluarkan masyarakat. Karena di kawasan itu akan dibangun hotel, rumah sakit, dan fasilitas pendukung lainnya.
Rosan juga mengatakan Danantara Indonesia sudah melakukan kesepakatan dengan ACWA Power, perusahaan bidang energi terbarukan milik Sovereign Wealth Fund milik Arab Saudi (PIF). Penawaran resmi berupa tender kepada pemerintah Arab Saudi masuk tanggal 30 Oktober menyangkut harga dan juga desain (kompas.com, 15-9-2025).
Kapitalisme : Ibadah Adalah Komoditas
Skema pembiayaan yang dipiih pemerintah adalah skema pembiayaan penuh oleh danantara. Bahkan ditegaskan jika Danantara adalah pemodal, sedangkan pemerintah Indonesia sebagai user ( pengguna). Posisi user tentulah tidak akan gratis sebagaimana owner (pemilik). Melainkan diharuskan membayar sesuai biaya produksi plus profit yang kelak ditentukan oleh Danantara.
Dengan kata lain, kampung haji adalah proyek kesekian negara. Dan samasekali tidak bisa diartikan sebagai riayah ( pengurusan) urusan rakyat. Sebaliknya negara hanya berperan sebagai regulator kebijakan, meski dengan embel-embel untuk memperbaiki kualitas pelayan. Alasannya, Danantara adalah perusahaan Sovereign wealth fund ( lembaga pengelola investasi) yang tentu akan berhubungan dengan profit dan riba ala ekonomi Kapitalisme.
Belum lagi dengan ancaman praktik utang berbasis riba, Danantara mengelola harta dari 1050 BUMN per Agustus 2025, dengan total perolehan dana segar sebesar Rp170 triliun pertahun. Dan ada 20 BUMN besar Indonesia di dalamnya yang selama ini mengelola SDA Indonesia. Sebagaimana tujuan di awal pembentukan Danantara adalah untuk mengelola keuntungam BUMN dalam bentuk pembiayaan berbagai proyek besar agar tidak bergantung pada pembiayaan APBN.
Baca juga:
Indonesia Pulih, Membangun Kesadaran Politik untuk Perubahan Hakiki
Jaminan bahwa pelayanan haji akan lebih baik, termasuk daftar tunggu akan semakin pendek dan biaya lebih murah masih perlu diperjelas, sebab selama masih di sistem Kapitalisme maka masih akan sulit mendapatkan perubahan. Banyak pihak yang mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan.
Maka, benarlah pembangunan kampung haji masih senafas dengan proyek negara yang lain. Sebuah proyek populis, terlihat merakyat tapi tak menyentuh akar persoalan bahkan cenderung hanya lips servis dan membahagiakan para investor.
Haji Adalah Ibadah, Negara Wajib Mempermudah
Rasulullah Saw.bersabda, “Imam/Khalifah adalah penggembala (raa’in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.”(HR. Bukhari dan Muslim). Maknanya memang posisi penguasa wajib meriayah, bukan mencari keuntungan atas pengurusannya terhadap rakyat yang ia pimpin.
Khalifah akan membangun berbagai sarana untuk memudahkan dan kenyamanan jamaah haji dari awal hingga akhir. Pada masa Khalifah Sultan Abdul Hamid II, ia membangun sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji. Jalur itu dikenal dengan nama Hijaz Railway. Tapi, jauh sebelum itu, Khilafah ‘Abbasiyyah, yaitu Khalifah Harun Ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah) yang di setiap masing-masing titik dibangun pos layanan umum yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal.
Konsep Baitulmal sesuai syara dan sangat berbeda dengan APBN atau perusahaan pengelola investasi, didalamnya pos pengelolaan harta kepemilikan umum (fa’I, jizyah dan lainnya) , kepemilikan. negara dan zakat, yang pasti jauh dari praktik riba dan investasi yang diharamkan syariat. Yang memungkinkan negara memiliki kemandirian pembiayaan seluruh kebutuhan negara dan rakyat.
Baca juga:
Peningkatan Kelembagaan Haji, Akankah Lebih Baik?
Khalifah menetapkan pegawai khusus untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji dengan sebaik-baiknya. Pada masa Rasulullah saw., ‘Utab bin Asad, dan Abu Bakar ash-Shiddiq ra., diangkat sebagai petugas untuk mengurus dan memimpin jemaah haji. Bahkan pada masa Khalifah Utsman ra., pemberangkatan jemaah haji pernah dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf ra.
Ongkos ibadah haji akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jemaah dan tidak memberatkan mereka. Khilafah pun tidak diperkenankan mempergunakan dana haji untuk berinvestasi atau dialokasikan pembangunan infrastruktur. Akan ada banyak kemudahan, sebab Makkah Madinah adalah satu kesatuan dalam wilayah Kekhilafahan. Tidak ada pungli karena semua petugas dipilih dari mereka yang paling kuat takwanya.
Khalifah berhak untuk mengatur kuota haji dan umrah. Calon jemaah yang belum pernah berhaji akan mendapat prioritas. Kebijakan ini akan mengurangi masa tunggu keberangkatan haji hingga puluhan tahun. Maka, dengan pengaturan berdasarkan syariat, ibadah haji bukan sekadar perjalanan wisata ritual sebagaimana hari ini, tapi benar-benar untuk ibadah pengingat bahwa seorang hamba wajib taat kepada Allah dan Rasulnya. Tidak kita merindukan pengaturan yang demikian? Wallahualam bissawab. [SNI].
[…] Drama Ibadah Haji, Danantara Beraksi […]