Indonesia Pulih, Membangun Kesadaran Politik untuk Perubahan Hakiki

SuaraNetizenIndonesia–Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi mengungkapkan, Presiden RI Prabowo Subianto mendapat laporan bahwa kehidupan masyarakat kini sudah berangsur pulih usai gelombang demonstrasi dan kerusuhan (kompas.com, 3-9-2025).
Prabowo pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia, aparat kepolisian, dan TNI. Serta kepada seluruh jajaran pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, para gubernur dan bupati yang dengan cepat dapat saling bekerja sama menciptakan rasa persatuan, rasa kerukunan, rasa perdamaian di antara sesama anak bangsa, sehingga dinamika yang terjadi dalam beberapa hari belakangan ini dapat segera pulih secepat-cepatnya.
Demonstrasi besar terjadi sejak 25 Agustus 2025, dilakukan oleh buruh, mahasiswa, pelajar, hingga elemen-elemen masyarakat sipil di berbagai wilayah Indonesia, membawa beragam tuntutan. Yang menurut Prabowo sebelumnya karena adanya upaya makar dan terorisme yang dilakukan para mafia.
Pada 2 September 2025, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut ada 17 titik di 23 provinsi yang asetnya mengalami kerusakan. Komnas HAM menyebutkan total korban meninggal dunia terdapat 10 orang dalam peristiwa 25,28,29,30, dan 31 Agustus 2025 di sejumlah daerah.
Baca juga:
Peningkatan Kelembagaan Haji, Akankah Lebih Baik?
PBB mencermati situasi di Indonesia dan mendesak penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hukum HAM internasional terkait penggunaan kekuatan oleh aparat. Juru bicara Kantor HAM PBB (OHCHR), Ravina Shamdasani mengatakan, “Kami menyerukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan transparan atas semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk penggunaan kekuatan.”
Kemarahan Rakyat Blunder Tanpa Arah
Pemicu awal kemarahan masyarakat adalah adanya kenaikan PBB yang sangat zalim, Pati pun bergolak. Berikutnya karena pembahasan RAPBD yang dirasa menciptakan ketidakadilan, atas nama efisiensi, pembiayaan pada sektor-sektor layanan umum terus dipangkas namun pajak terus digenjot. Namun pos pembelanjaan pada program-program populis dan berbau politik sangat berlebihan. Termasuk soal rencana penambahan tunjangan anggota DPR hingga angka yang fantastis. Padahal, kasus-kasus korupsi yang dilakukan para penjabat negara—baik eksekutif maupun legislatif—kian marak dan kinerja mereka pun dipertanyakan. 28 Agustus 2025 , aksi buruh menuntut penghapusan outsourcing, penolakan upah murah, menstop PHK, percepatan pembahasan RUU Ketenagakerjaan, RUU Perampasan Aset, dan meminta DPR merevisi UU Pemilihan Umum (Pemilu).
Kemudian muncul 17+8 tuntutan rakyat dan influencer melalui media sosial. Ferry Irwandi, Founder Malaka Project, melalui Instagramnya @irwandiferry, mengungkapkan bahwa 17+8 Tuntutan Rakyat adalah rangkuman dari berbagai macam tuntutan dan desakan rakyat. Mulai dari Tuntutan Demo Buruh 28 Agustus 2025 hingga desakan 211 organisasi masyarakat sipil yang dipublikasikan di laman Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) (detik.com, 5-9-2025).
17+8 Tuntutan Rakyat yang tersusun atas 2 bagian. Pertama, 17 tuntutan yang mesti diselesaikan dalam 1 minggu (5 September 2025). Kedua, 8 tuntutan yang diberi batas waktu selama setahun untuk dituntaskan (31 Agustus 2026). Ada 6 pihak yang dituntut, yaitu Presiden Republik Indonesia, DPR, Ketum Parpol, Kepolisian Republik Indonesia , TNI dan Kementerian Sektor Ekonomi.
Di Sidoarjo, perambatan panasnya aksi ternyata tak semembara pusat atau daerah lain dan terkesan hanya aksi solidaritas. Pada 1 September 2025, Sejumlah mahasiswa menggelar unjuk rasa di Polresta Sidoarjo. Menuntut reformasi Polri. Aksi dilanjutkan makan bersama Bupati Sidoarjo, Wakil Bupati, Kapolres, Dandim, dan beberapa petugas serta pembagian sembako kepada driver ojek online, abang becak, dan warga lain yang melintas di jalan depan Mapolres Cemengkalang, Sidoarjo (tribunnews.com,1-9-2025).
Tanggal 5 September 2025 digelar doa bersama di area parkir timur GOR Delta, dihadiri ribuan ojol, jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sidoarjo, Bupati Subandi, Wabup Mimik Idayana, Kombes Pol Christian Tobing, Dandim 0816 Letkol Inf Dedik Wahyu Widodo, Ketua BNN Sidoarjo Kombes Pol Gatot Soegeng Soesanto, Sekda Sidoarjo Fenny Apridawati dan seluruh kepala OPD Sidoarjo, serta tokoh masyarakat (kilasjatim.com, 5-9-2025).
Aksi diseling pembagian secara simbolis kartu kepesertaan BPJS ketenagakerjaan untuk ojol oleh Kepala Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Sidoarjo, Arie Fianto (jatimnow.com, 6-9-2025). Saat itu Bupati Subandi mengatakan “ Sidoarjo adalah rumah kita, Sidoarjo adalah tempat tinggal kita, oleh karenanya mari kita jaga bersama,”, ajakan ini menyiratkan meski konsolidasi yang baik pemda kepada warga sehingga suasana kondusif namun sekaligus tersirat membatasi perhatian warga untuk lebih fokus pada kepentingan daerah.
Baca juga:
Kebrutalan Zionis, Buah Diamnya Pemimpin Negeri Muslim
Sangat terlihat rakyat ingin perubahan, bagaimana tidak, setiap lima tahun sekali kita memilih pemimpin baru, kabinet baru, anggaran keuangan baru, namun tetap saja nasib bangsa ini tak pernah bergeser ke arah yang lebih baik. Perubahan menjadi blunder, kapitalisme demokrasi yang menjadi akar masalah malah sibuk diperbaiki. DPR sebagai lembaga Legislatif yang seharusnya menjadi penyeimbang Eksekutif, hanya diminta menata ulang anggaran, padahal jelas mereka bukan wakil rakyat, melainkan pihak yang secara legal menjustifikasi atau melegitimasi seluruh kebijakan eksekutif.
Perubahan Hakiki Butuh Kesadaran Politik , Bukan Sekadar Kumpulan Orang ( people power)
Tahun 1998 semestinya menjadi pelajaran, atau yang lebih “syari” gerakan 212 atau 411 di tahun 2016. Semua ingin perubahan. Yang terjadi malah liberalisasi ekonomi dan sosial budaya terus berjalan, hingga negara rusak di berbagai sektor dan lini. Terlalu dini menyebut Indonesia pulih, sebab persoalan akar tetap dipelihara. 17+8 tuntutan rakyat jelas akan berakhir di tong sampah karena tidak memiliki landasan yang sahih tentang perubahan.
Masyarakat masih perlu dibangun kesadaran politiknya agar paham bencana dan buruknya pelayanan penguasa karena diterapkannya sistem aturan yang salah. Kegelisahan rakyat perlu dimunculkan agar perubahan tak sekadar berakhir dari demo ke demo.
Rakyat dihibur dengan berbagai instrumen bantuan hingga membungkam sikap kritis masyarakat agar terus menerus mendukung pemerintah, padahal zalim. Wajar jika perubahan yang ada pada benak mereka masih sebatas asal berubah. Cara berpikir mereka masih sangat pragmatis dan selalu fokus pada pergantian personal. Mereka tidak serta merta memahami bahwa akar persoalan semua ini adalah penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme dan Sistem Politik Demokrasi yang asasnya sekuler.
Butuh Jamaah Dakwah Idiologis Mengawal Perubahan
Butuh Jamaah dakwah idiologis yang membantu masyarakat memahami perubahan itu seperti apa, kemana arah perubahan itu dan dengan dasar apa kita berubah. Allah Swt. Berfirman, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka menyebabkan perbuatannya.” (TQS Al-A’raf: 96).
Baca juga:
MBG, Korban Berjatuhan, Masihkah Jadi Unggulan?
Islam sebagai problem solving hanya bisa terwujud dengan tegaknya Khilafah. Tidak ada cara lain untuk menegakkan khilafah selain membangun kesadaran ideologis di tengah umat untuk menggantikan cara berpikir pragmatis yang ada pada mereka, dengan cara menggencarkan dakwah di tengah umat agar mereka paham bahwa jalan kemuliaan dan kebangkitan mereka hanya ada pada Islam.
Yakni Islam yang diterapkan secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan, bukan jalan Demokrasi yang penuh dengan tipuan dan keburukan. Bersama jamaah dakwah idiologis, yang menjadi Qaidah Sya’biyah (pemimpin umat) menuju perubahan itu. Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar