MBG, Korban Berjatuhan, Masihkah Jadi Unggulan?

Suara Netizen Indonesia–Sebanyak 12 siswa dari SD Legok Hayam, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, diduga keracunan makanan usai mengonsumsi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dilaksanakan sekolah tersebut, Kamis, 21 Agustus 2025.
Kepala SD Legok Hayam, Nendi Rohaendi menjelaskan, siswa yang keracunan adalah mereka yang mendapatkan shift siang, karena hari itu kegiatan belajar dibagi Dua shift. Nendi juga mencatat bahwa banyak siswa yang membawa makanan program MBG ke rumah masing-masing. Penyebabnya, salah satu menu, terutama sayuran, sudah basi (kompas.com, 22-8-2025).
Selasa, 12 Agustus 2015, , sekitar 90 siswa dari sejumlah SMP di Sleman, DIY dilarikan ke beberapa fasilitas pelayanan kesehatan karena diduga mengalami gejala keracunan usai menyantap makan Program MBG.
Kemudian, kehadiran yang sama di SMP Negeri 8 Kota Kupang. Tercatat lebih dari 200 siswa mengalami keracunan usai menyantap daging sapi yag dihidangkan MBG, pada Selasa, 22 Juli 2025.
Sebanyak 196 siswa dan guru SD hingga SMP di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah (Jateng) mengalami keracunan massal usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG), Selasa, 12 Agustus 2025.
Baca juga:
Rakyat Menjerit, Simpati Negara Makin Irit
Ratusan murid hingga guru yang mengonsumsi MBG di sekolah, maupun yang membawa MBG pulang ke rumah dan dikonsumsi oleh anggota keluarganya, mengalami gejala keracunan, seperti mual, pusing hingga diare (CNN Indonesia, 13-8-2025).
Banyak Jatuh Korban, Masihkah Jadi Unggulan?
Sungguh, ini perkara nyawa. Inginkan generasi sehat, bebas stunting dan tercukupi asupan gizinya tapi dalam praktiknya tidak sesuai bukankah seharusnya ada evaluasi?
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI sekaligus Ketua DPP PDI-P , Charles Honoris mengusulkan agar skema pengadaan pendistribusian Program MBG diubah, yaitu harus kembali melibatkan sekolah dan tidak lagi ada produksi MBG massal di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Anggaran yang tersedia saat ini memungkinkan sekolah untuk diberi tanggung jawab menyediakan MBG (kompas.com,15-8-2025).
Penyediaan makanan, menurut Charles bisa dalam bentuk prasmanan di sekolah, sehingga MBG yang diterima dalam kondisi hangat dan segar. Tidak ada lagi SPPG yang memproduksi massal ribuan paket dalam sehari. Sebab, hampir semua kasus keracunan disebabkan oleh makanan basi yang tidak terpantau karena terlalu banyaknya produksi oleh SPPG.
Baca juga:
Stimulus Disana, Genjot Pajak Disini
Namun berbeda dengan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan RI Zulkifli Hasan, menurutnya, kasus tersebut bisa jadi bukan disebabkan kesalahan dalam pengolahan makanan, melainkan bisa karena alergi atau ketidakbiasaan penerima MBG dalam mengonsumsi bahan tertentu.
Pendapat itu Zulhas sampaikan saat meninjau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Wonocolo, Surabaya. Ia mencontohkan dirinya sendiri saat kecil tak bisa konsumsi susun. Untuk itu ia menyuarakan sekolah melakukan pendataan alergi pada para siswanya (cnnindonesia.com, 21-8-2025).
Sepertinya kepekaan pejabat kita memang sudah luntur, sama seperti lisan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat menanggapi Raya, bocah yang meninggal dunia akibat cacingan akut, bukan karena cacingan tapi infeksi akut. Apakah infeksi itu bisa terjadi begitu saja tanpa ada penyebab? Zulhas pun tak beda, apakah intoleran laktosa pada susu bisa disamakan dengan sayur basi atau makanan lain yang tidak terproses sempurna?
Semudah itukah mereka memandang penderitaan umat hanya karena mereka mudah mendapatkan makanan bergizi dan jaminan kesehatan? Apakah mereka lupa kewenangan yang ada pada mereka saat ini ada konsekwensi dunia Akhirat?
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah salah satu program Unggulan Presiden Prabowo saat kampanye pemilihan presiden, dan direalisasikan pada 6 Januari 2025. Kemudian pada 14 Juli 2025 diberikan penuh tiga kali sehari kepada anak-anak di Sekolah Rakyat, sementara sebelumnya program ini umumnya memberikan satu kali makan bergizi gratis kepada para siswa dan penerima lainnya, dengan menu yang disesuaikan dengan kebutuhan di setiap daerah dan kelompok sasaran.
Program Asal Salah Sasaran
Presiden Prabowo pun membanggakan MBG dalam pidato kenegaraan dan pemaparan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang disebutnya berhasil meningkatkan angka kehadiran dan prestasi anak di sekolah. Ia mengutip pendapat PBB bahwa MBG adalah investasi terbaik yang bisa dilakukan oleh sebuah bangsa.
Data per hari, sudah terbangun 5.800 Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) di 38 provinsi. Telah tercipta 290 ribu lapangan kerja baru, melibatkan satu juta petani, nelayan, peternak, dan UMKM, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di desa-desa. pemerintah pun sudah mengalokasikan Rp335 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 untuk MBG. Pemerintah menargetkan MBG bisa menjangkau 82,9 juta penerima (BBC.com, 15-8-2025).
Anggaran pendidikan RAPBN 2026 yang diklaim terbesar sepanjang sejarah yaitu Rp724,3 triliun, namun setengah dari anggaran pendidikan RAPBN 2026 (Rp335 triliun) akan dialokasikan ke program MBG. Tentulah sangat tidak adil. Mengingat MBG ini hanyalah program populis, pemanis saat kampanye.
Baca juga:
Kapitalisme, Genjot Obyek Pajak, Catut Zakat
Alih-alih mengatasi stunting dan persiapan terwujudnya generasi emas 2045, yang terjadi malah kekacauan disana-sini. Saatnya evaluasi dan mencari solusi terbaik.
Islam Solusi Terbaik
Sejarah menceritakan bagaimana Jepang bangkit pasca dijatuhkannya bom Nagasaki dan Hiroshima, Kaisar Hirohito saat itu bukan bertanya berapa jumlah tentara yang tersisa, melainkan berapa jumlah guru. Yang disadari oleh Sang Kaisar, guru adalah sosok paling penting guna membangun peradaban. Pendidikan terbaik di segala bidang mutlak terwujud dari peran guru.
Namun justru pemerintah kita bersikap kepalang tanggung, sudah dikampanyekan mesti direalisasikan, meski pada praktiknya mengalami banyak kekacauan. Kasus keracunan MBG , sebetulnya menunjukkan betapa tangguhnya para ibu selama ini menjaga kualitas makanan untuk keluarganya, meski dengan dana minim berbagai dengan kebutuhan pokok lainnya yang semakin hari semakin mahal.
Dalam Sistem Islam, jelas MBG tidak akan dijadikan program negara, melainkan berkewajiban menjamin kebutuhan pokok masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan secara berkualitas dan murah, bahkan gratis.
Pendapatan negara sangatlah mandiri dan tangguh. Bukan dari pajak juga bukan utang luar negeri yang berbasis riba. Namun negara hadir mengelola semua kekayaan negeri yang berstatus kepemilikan umum, seperti tambang, energi dan lainnya. Kemudian harta yang berstatus kepemilikan negara seperti jizyah, fai, kharaj dan lainnya. Terakhir dari zakat, semua tersimpan di Baitulmal, dikeluarkan sesuai pendapat Khalifah kecuali zakat, dimana penerimanya sudah disebutkan Al-Qur’an.
Negara haram menguasai harta milik umum kemudian menjual kepada pihak swasta atau asing dengan dalih investasi, hilirisasi, Proyek Strategis Nasional (PSN) atau yang lain. Negara wajib menerapkan syariat secara kafah dan bukan malah membuat aturan sampah seperti omnibuslaw, KUHP dan lainnya yang terus merugikan rakyat.
Demikian pula dengan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Negara bisa memberikan hak pengelolaan tanah yang terbengkalai selama tiga tahun berturut-turut, membantu modal bagi mereka yang ingin usaha wiraswasta, menindak setiap muamalah yang bertentangan dengan syariat.
Hendaklah takut para pemimpin yang mengabaikan kepentingan rakyat sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Ya Allah, siapa saja yang menguasai urusan umatku, lalu menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa saja yang mengurusi umatku, lalu berlaku baik kepada mereka, maka perlakukan dia dengan baik“. (HR Muslim). Wallahualam bishowab. [SNI].
Komentar