Korupsi Tumbuh Subur dalam Sistem Demokrasi

Suara Netizen Indonesia–Penyidik Kejaksaan Agung melakukan penyitaan uang Rp11.880.351.802.619 atau Rp11,8 triliun dari terdakwa korporasi Wilmar Group. Uang itu disita setelah pihak terdakwa kasus korupsi ekspor CPO itu mengembalikan kepada penyidik Kejaksaan Agung.

 

Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Sutikno, mengemukakan bahwa terdapat lima perusahaan di bawah Wilmar Group yang mengembalikan uang tersebut. Mereka adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia (Tirto.id, 17-6-2025).

 

Faktor utama penyebab korupsi saat ini sebenarnya berpangkal dari ideologi yang diterapkan di negeri ini, yaitu sekuler Kapitalisme. Faktor ideologis tersebut terwujud dalam nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat kini yang berkiblat pada Barat, seperti nilai kebebasan dan hedonisme. Korupsi merupakan salah satu kerusakan akibat paham kebebasan dan hedonisme ini.

 

Tentu tidak boleh diabaikan adanya faktor lainnya. Setidaknya ada tiga yaitu,  pertama, faktor lemahnya karakter individu (misalnya, individu yang tidak tahan godaan uang suap). Kedua, faktor lingkungan/masyarakat, seperti adanya budaya suap atau gratifikasi yang berawal dari inisiatif masyarakat. Ketiga, faktor penegakan hukum yang lemah, misalnya adanya sikap tebang pilih terhadap pelaku korupsi, serta sanksi bagi koruptor yang tidak menimbulkan efek jera.

Baca juga: 

Satgas Andalan, Kriminal Terus Jalan

 
Hukum dalam sistem Demokrasi sering kali dapat dipermainkan dan disesuaikan dengan kepentingan pihak tertentu. Akibatnya, pelaku korupsi dari kalangan elite jarang mendapatkan hukuman yang setimpal, sementara rakyat kecil kerap menjadi korban ketidakadilan.
 

Islam memiliki sejumlah mekanisme agar negara bebas dari korupsi. Pertama, sistem kehidupan berlandaskan akidah. Akidah akan melahirkan takwa pada diri seseorang sehingga ia akan melakukan sesuai dengan perintah Allah Swt. Inilah yang menjadi jaminan adanya kontrol internal.

 

Para pejabat akan memperhatikan perilakunya agar sesuai dengan perintah Allah Swt. Sedangkan korupsi tentu mengundang murka Allah Swt. maka akan ia hindari.

 

Kedua, sistem politik Islam hanya akan menghimpun pejabat-pejabat yang bervisi pelayanan umat. Motivasi menjadi penguasa adalah semata untuk mengabdi kepada Allah Swt. dengan mengurus rakyat.

 

Ia akan amanah dan kapabel sebab seseorang yang tidak memiliki kemampuan tidak akan berani maju. Hal demikian dikarenakan Allah Swt. membenci penguasa yang tidak amanah. Sebaliknya, Allah Swt. sangat mencintai pejabat yang memenuhi kebutuhan rakyatnya dengan adil.

Baca juga: 

Kapitalisme Mendatangkan Bencana, Umat Butuh Pemimpin Amanah

 

Selain itu, sistem politik Islam simpel dan berbiaya murah. Kepemimpinannya bersifat tunggal. Pengangkatan dan pencopotan semua pejabat negara adalah wewenang khalifah. Dengan demikian, tidak ada praktik politik transaksional jual beli jabatan dan kebijakan yang lumrah terjadi di sistem Demokrasi.

 

Ketiga, sistem sanksi menjerakan. Sanksi bagi pejabat yang korupsi adalah takzir. Bentuk dan kadar sanksinya didasarkan pada ijtihad khalifah atau kadi. Di antaranya adalah penyitaan harta sebagaimana yang Khalifah Umar bin Khaththab ra. lakukan ataupun diekspose (tasyhir), penjara, hingga hukuman mati jika itu menyebabkan dharar bagi umat dan negara.

 

Demikianlah pemberantasan korupsi dalam Islam yang akan mampu menyelesaikan persoalan koruspi. Sebaliknya, sistem politik demokrasi merupakan biang lahirnya budaya korupsi sehingga membuangnya dan menggantinya dengan sistem Islam adalah perkara yang wajib dan urgen. Wallahualam bissawab. [SNI].

Artikel Lainnya

Pekerja Dihantui oleh PHK Massal yang Terus Terjadi

PT Sepatu Bata Tbk (BATA) harus menghentikan operasi pabriknya di wilayah Purwakarta, Jawa Barat. Sebanyak 233 pekerja harus menghadapi kenyataan yang tidak menyenangkan, yaitu dipecat secara massal. Hal ini terjadi karena banyaknya penutupan pabrik di sektor padat karya di provinsi Jawa Barat, yang menjadi faktor yang melatarbelakangi fenomena ini. Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Disnakertrans Jawa Barat, Firman Desa, mengakui hal ini dalam wawancara dengan Evening Up CNBC Indonesia pada hari Sabtu (11/5/2024).

Sikap terhadap gelombang PHK ini menjadi hal yang disayangkan karena lambatnya respon pemerintah dalam mengatasi masalah ini. Sebab, tanda-tanda terjadinya pemutusan hubungan kerja telah muncul sejak tahun 2023, namun pemerintah sepertinya tidak terlalu memperdulikannya. Terlihat jelas kalau pemerintah tidak menekan arus impor, khususnya yang tidak sah dan malah lebih fokus pada tindakan operasi pasar barang ilegal bagi perusahaan-perusahaan yang berfokus pada pasar lokal. Tidak hanya itu, langkah pencegahan terhadap modernisasi mesin di beberapa perusahaan pun belum dilakukan dengan baik. Jika di masa mendatang perusahaan harus merumahkan karyawan, maka hal ini akan terjadi.

Ketika sistem ekonomi Islam diterapkan oleh negara, kemungkinan PHK kecil sekali terjadi. Sebab, prinsip ekonomi Islam adalah penyerapan pasar domestik yang didukung oleh negara dalam rangka memenuhi kebutuhan individu masyarakatnya. Ekspor bukan menjadi tujuan utama hasil produksi. Karena, sistem mata uangnya juga sudah sangat stabil, yaitu dengan menggunakan standar emas yaitu dinar dan dirham. Dengan demikian, negara tidak membutuhkan cadangan devisa mata uang negara lain karena semua transaksi akan menggunakan dinar atau dirham. Maka jelaslah hanya sistem ekonomi Islamlah yang mampu mengatasi masalah PHK.

Keselamatan Pekerja Terabaikan, Ulah Siapa ?

Sistem kapitalisme yang memiliki paham kebebasan dalam hal kepemilikan sehingga sistem ini melanggengkan para oligarki (pengusaha) untuk mengelola sumber daya alam secara semena-mena. Penguasa kapitalisme yang memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri, mereka menggandeng swasta untuk mengeruk kekayaan alam kemudian hasilnya mereka nikmati berdua. Padahal sumber daya alam ini adalah milik umum yang harusnya dikelola oleh negara tanpa campur tangan pihak lain kemudian hasilnya akan digunakan untuk memfasilitasi kepentingan rakyat.

Kisruh Pengelolaan Nikel: Korupsi vs Hilirisasi

Dilansir dari BBC News Indonesia.com, kasus korupsi pada tambang nikel ilegal di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara, yang mana kasus ini menjerat sejumlah pengusaha hingga pejabat, ini menunjukkan masih terbukanya “celah untuk kongkalikong” di tengah tata kelola industri nikel yang sedang “carut marut”, ujar sejumlah pegiat lingkungan dan antikorupsi.

Penyalahgunaan jabatan dan wewenang kembali terjadi. Hal ini erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan, yang memungkinkan terjadinya ekonomi transaksional . Dalam mekanisme ini jelas menguntungkan pengusaha.

Kebijakan pemerintah ini juga mendapatkan kritikan dari Mulyanto, anggota Komisi 7 DPR RI. Ia meminta pemerintah segera mengevaluasi total program hilirisasi nikel yang berlangsung selama ini. Mulyanto menduga program ini hanya untuk menguntungkan investor asing tapi merugikan negara.
Kebijakan yang dianggap akan memandirikan negara dalam pertambangan, pada faktanya tetap bergantung pada investasi termasuk investasi asing. Tentu saja hal ini akan membahayakan kedaulatan negara.
Beginilah dampak kebijakan yang dihasilkan dari sistem kapitalisme neoliberal. Kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh negara terus diarahkan pada kepentingan Para pemilik modal. Negara pada saat ini hanya bertindak sebagai regulator saja yang melayani kebutuhan para kapital yang mengatasnamakan rakyat. Sementara peran utamanya sebagai pelayan rakyat atau umat diabaikan, hal ini didukung dengan prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada pihak individu atau swasta asing.
Hal ini tentu sangat tidak sama dengan pengelolaan tambang dalam Islam. Karena Islam memiliki mekanisme pengaturan dan pengelolaan Sumber Daya Alam dan pencegahan korupsi yang efektif melalui tiga pilar tegaknya hukum. Ketiga pilar itu adalah ketaqwaan individu, masyarakat yang peduli dan negara yang menerapkan syariat Islam.

Korupsi Bak Penyakit Akut, Sembuhkan Dengan Solusi Komprehensif

Kasus korupsi bak penyakit akut yang seolah tak memiliki penawar. Faktanya, jelajah korupsi di negeri ini kian membumbung tinggi, bukan hanya laki-laki, perempuan pun ikut aktif dalam kasus tersebut. Berbagai strategi telah dilakukan, mulai dari studi banding, mendirikan lembaga antikorupsi, hingga merumuskan regulasi yang bersifat preventif dan penetapan sanksi bagi para koruptor. Nihil, strategi dan regulasi yang dilakukan sedikitpun tidak memberikan dampak mengguritanya kasus korupsi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *