Raja Ampat Rusak akibat Kerakusan Sistem Kapitalisme

SuaraNetizenIndonesia_ Dulu gunung yang indah, kini bagaikan hutan gundul yang datar. Itulah kondisi Raja Ampat hari ini. Setelah lima tahun penambangan, Raja Ampat akhirnya mengalami kerusakan yang parah. Ada empat perusahaan tambang nikel Raja Ampat yang diawasi pemerintah, yakni PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).
Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan pertambangan dilakukan pada empat lokasi di pulau-pulau kecil oleh keempat perusahaan itu. Bagian yang tampak dengan kerusakan lingkungan yang parah terjadi di Pulau Manuran dan pertambangannya dikelola oleh PT ASP
Seolah ingin lempar tanggung jawab, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebutkan, izin produksi pertambangan nikel milik PT GAG Nikel (GN) di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah diterbitkan sejak 2017 dan sudah beroperasi sejak tahun 2018, itu berarti ijinnya telah ada sebelum Ia menjabat Menteri ESDM. Apapun alsannya, pemerintah tetap bertanggung jawab atas kerusakan ini.
Kerusakan Alam Akibat Sistem Kapitalisme
Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik, menyampaikan bahwa penambangan nikel di Papua akan mengancam keberlangsungan keanekaragaman hayati dan ekowisata masyarakat setempat.
Kawasan Raja Ampat memiliki kekayaan alam sebesar 75 persen untuk spesies terumbu karang di dunia, 1.400 jenis ikan-ikan karang, dan 700 invertebrata jenis moluska. Beberapa jenis ikan yang ada di Raja Ampat salah satunya adalah pari manta (Mobula birostris).
Greenpeace menyebutkan bahwa lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami di ketiga pulau itu telah dibabat untuk aktivitas pertambangan. Ini selain kerusakan daratan, juga akan memunculkan kekhawatiran atas kerusakan terumbu karang akibat lalu lalangnya kapal tongkang pengangkut nikel yang melalui wilayah perairan Raja Ampat.
Padahal berdasarkan undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil tersebut dilarang, Namun semua undang-undang itu tidak berarti bagi para Kapital dalam hal ini perusahaan tambang. Sebab Undang-Undang tersebut dibuat oleh negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.
Ekonomi kapitalisme menganut kebebasan kepemilikan sehingga siapapun yang memiliki modal bisa menguasai apapun untuk mendapatkan keuntungan sekalipun itu harus mengorbankan alam, karenanya pelestarian lingkungan hanya menjadi omong kosong jika sebuah negara masih menerapkan ekonomi kapitalisme.
Islam Menyelamatkan Alam
Upaya pelestarian alam membutuhkan kepemimpinan yang berfungsi sebagai rain(pengurus) dan junnah (pelindung). Kepemimpinan yang seperti ini akan menjaga kelestarian alam seperti yang diperintahkan oleh Allah dalam Quran surah al-a’raf Ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.”
Kepemimpinan roin dan junnah hanya akan terwujud di dalam sistem Islam yakni Khilafa. Berbicara mengenai masalah yang terjadi di Raja Ampat syariat telah memberikan batasannya jelas agar kekayaan alam beserta biodiversitas di daerah itu tetap terjaga kelestariannya.
Agar fungsi ekosistem tersebut tidak hilang tentu harus ada mekanisme konservasi alam baik untuk ekosistem hutan atau laut. Konsep konservasi dalam Islam dikenal sebagai Hima.
Dalam kitab Nidzomul Iqtishody karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dijelaskan bahwa praktek Hima dilakukan pada harta milik umum yang diproteksi oleh Negara. Dalam riwayat Bukhari Rasulullah bersabda : “Tidak ada Hima atau proteksi kecuali hal itu merupakan hak Allah dan RasulNya. Makna hadis ini adalah tidak ada hak penguasaan atau hima kecuali oleh negara Khilafah. Allah dan rasulnya telah menghina tanah milik umum untuk keperluan jihad, orang-orang fakir, orang-orang miskin serta untuk kemaslahatan kaum muslim secara keseluruhan.
Khalifah Abu Bakar juga pernah menghima padang rumput untuk menggembalakan unta unta zakat. Khalifah Umar bin Al Khattab juga pernah menghima padang rumput pada bagian yang tinggi dan mempekerjakan pegawai untuk menjaga dan mengatur tempat tersebut.
Dalam riwayat Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda :” kaum muslim berserikat dalam 3 perkara yaitu padang rumput air Dan api”. Menjaga kelestarian alam, mengatur wilayah untuk dihina, dan tidak memberi izin swasta mengelola tambang merupakan syariat Islam yang hanya bisa dilakukan oleh Negara. Oleh karena itu sejatinya umat Islam membutuhkan institusi negara Khilafah agar semua syariat bisa diterapkan secara kaffah.
Penerapan syariat Islam secara kaffah menjadi kebutuhan sekaligus kewajiban seorang muslim. Hanya syariat yang mampu memberikan kemaslahatan bagi semua makluk di Bumi. Hanya syariat pula yang mampu melahirkan keberkahan di dunia bahkan hingga akhirat.
Wallahu’alam. [SNI]
Komentar