Haji Mudah dan Murah, di Masa Khilafah

SuaraNetizenIndonesia_ Turunnya tarif ONH tahun 2025 ini disambut gembira oleh kaum muslim yaitu Rp 89.410.258,79. Rerata BPIH pada tahun lalu tembus Rp93.410.286,00. Dengan kata lain, ada penurunan biaya haji tahun ini sekitar Rp4.000.027,21 jika dibandingkan 2024.
Dari tahun ke tahun, besaran ONH terus meroket. Kenaikannya digadang-gadang disebabkan oleh biaya akomodasi, transportasi, dan konsumsi di Arab Saudi yang terus meningkat. Namun Presiden Prabowo Subianto ingin biaya haji terus diturunkan sekitar Rp4 juta di awal 2025 ini. Mengingat, Indonesia menjadi negara penyumbang terbesar jemaah haji setiap tahunnya.
Wacana tersebut tentu disambut baik. Namun perlu kita telusuri di bagian mana yang akan ditekan, sehingga tarif ONH pun ikut turun. Berbagai program akan dirancang pemerintah seperti, melobi Pemerintah Arab untuk membuat kampung Indonesia, dan pemindahan pengurusan dana haji ke BPKH.
Sebagaimana plan Saudi, Visit Saudi 2035, pemerintah mengharapkan ada kereta yang masuk ke wilayah dekat hotel-hotel di Masjidil Haram dan bisa disambung ke kampung haji Indonesia. Tujuannya untuk meringkas jarak dan waktu, serta memudahkan jemaah Indonesia. Akan tetapi hal ini perlu perencanaan yang matang dan kesepakatan Pemerintah Saudi, sehingga dalam waktu dekat belum dapat direalisasikan.
Sedangkan opsi berikutnya yakni pemindahan pengurusan haji ke BPKH, pun perlu kita telisik lebih dalam. Sebab BPKH adalah lembaga yang melakukan pengelolaan Keuangan Haji akan mengembangkan kumpulan dana itu melalui investasi, yang orientasinya bisnis. Di sinilah terjadi titik kritisnya, artinya ada spekulasi pembiayaan haji melalui pengelolaan investasi tersebut.
Jumlah yang ditanggung langsung jemaah alias Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) adalah Rp55.431.750,78 atau setara 62 persen. Sisanya disubsidi melalui nilai manfaat yang bersumber dari dana hasil kelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Nilai manfaat berasal dari setoran awal jemaah haji. BPKH kemudian bertugas mengelolanya, termasuk dengan melakukan investasi maupun penempatan pada instrumen keuangan syariah.
Berikutnya ada usulan untuk menekan biaya perjalanan haji, maka akan dicari maskapai lain dengan biaya yang lebih murah. Begitu pula waktu menginap di Saudi pun akan dikurangin 3-5 hari, termasuk makanan. Meski pemerintah berupaya tetap memberikan makanan yang bergizi, namun berkurangnya seluruh pembiayaan tadi, diharapkan akan memangkas ONH.
Dari sini tampak bahwasanya masyarakat muslim sendiri yang harus mengupayakan pengurangan biaya melalui makanan, waktu tinggal di Masjidil Haram dan transportasi. Sementara hal ini merupakan tanggung jawab negara. Negara wajib menjaga akidah umat, dan segala bentuk peribadatan di dalamnya. Maka jika diserahkan pada swasta untuk mengelolanya, tentu akan berorientasi pada profit. Akibatnya calon jemaah haji sendiri yang akan dirugikan.
Mahalnya ONH adalah akibat dari pengaturan ibadah haji yang tidak profesional, pengaturan secara teknis dan administrasi yang lama dan bertele-tele. Pemindahan pengurusan dana haji ke BPKH juga menjadi bukti nyata kapitalisasi ibadah oleh negara pada rakyatnya yang mengubah fungsi negara yang seharusnya mengurus kebutuhan rakyat, menjadi berbisnis dengan rakyat.
Solusi Islam
Dalam Islam, penguasa adalah pengurus rakyat (raa’in), sehingga akan memudahkan seluruh urusan rakyat, termasuk dalam pelaksanaan ibadah. Khilafah akan mengatur penyelenggaran ibadah haji dengan serius dengan prinsip pelayanan terhadap rakyat, dengan mudah, cepat dan berkualitas, yang ditangani tenaga profesional yang amanah dan memiliki keimanan yang tinggi kepada Allah SWT.
Sebagaimana dahulu Rasulullah saw. pernah menunjuk ‘Utab bin Asad, juga Abu Bakar ash-Shiddiq ra. untuk mengurus dan memimpin jemaah haji. Demikian juga halnya di masa khalifah setelah Beliau, para khalifah telah membentuk pegawai khusus untuk mengelola pelaksanaan haji, seperti pada masa Khalifah Utsman ra. pemberangkatan jemaah haji pernah dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf ra.
Besaran tarif haji pun diupayakan seminim mungkin menyesuaikan jarak tempuh, serta akomodasi yang diperlukan selama pelaksanaan ibadah, sehingga banyak warga yang bisa berangkat berhaji. Bantuan melalui donasi dan infaq aghniya, menjadikan pengurusan haji lebih mudah, sebab kaum muslim berlomba-lomba dalam kebaikan. Pun tidak perlu menggunakan visa haji atau umrah, karena kaum muslim berada dalam satu kesatuan wilayah kekuasaan.
Di samping itu khalifah pun membangun beragam sarana untuk memudahkan dan kenyamanan jemaah. Seperti yang terjadi di abad pertengahan, para jemaah yang berkumpul di ibu kota Suriah, Mesir, dan Irak, berangkat ke Mekkah dalam kelompok dan karamba terdiri dari puluhan ribu peziarah. Para penguasa negeri muslim bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya dengan memfasilitasi perjalanan haji.
Hingga pernah sebuah jalan sepanjang 900 mil dibangun oleh Khalifah Abbasiyah ketiga Al-Mahdi, ayah dari Khalifah Abbasiyah Harun al-Rashid, sekitar tahun 780 M. Jalan itu membentang dari Irak ke Mekkah dan Madinah yang diberi nama ‘Jalan Zubayda’ (Darb Zubaidah), istri Harun ar-Rasyid, karena dia telah berjasa membangun rest area di sepanjang rute, memberikannya tempat peristirahatan, air untuk minum dan mencuci pakaian dan rumah makan.
Sedangkan di masa Utsmaniyah disediakan alokasi anggaran khusus untuk haji. Damaskus dan Kairo masih menjadi titik utama pemberangkatan haji. Mereka menggunakan ribuan unta untuk membawa peziarah, pedagang, barang, bahan makanan, dan air. Banyak orang juga yang berjalan kaki. Para penguasa akan memastikan keamanan yang dipimpin seorang Amir al-Haji dari suku Arab Badui yang kerap kali mengganggu perjalanan mereka. Tak hanya penjaga keamanan, bahkan para ahli bedah dan dokter juga pun diberikan kepada jemaah, secara cuma-cuma.
Di masa Kekhilafahan Utsmani, dibangunlah transportasi massal dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji pada masa Khilafah Sultan Abdul Hamid II, yang disebut Hijaz Railway. Begitu pula setelahnya, kapal uap mulai digunakan untuk perjalanan haji dan meningkatkan jumlah calon haji yang bepergian melalui rute laut. Hingga dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869.
Tampak betapa indahnya kepemimpinan Islam di masa lampau, yang telah memudahkan umat melaksanakan ibadah haji. Maka tak mungkin kapitalisme mampu mengakomodir perjalanan haji dengan baik sebab selamanya sistem ini bertujuan memperoleh keuntungan, yang berupa materi. Meskipun melalui sebuah perjalanan ibadah.
Saatnya kembali pada kehidupan yang penuh keberkahan sebagaimana diperintahkan oleh Allah Al-Mudabbir dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. bahwasanya pengaturan Islam adalah sebaik-baik perkara. Dengannya kita akan mendapatkan kemudahan ibadah melalui penerapan Islam secara kaffah, serta menjadi sebuah keniscayaan, akan kembalinya masa keemasan yang dahulu pernah ada. [SNI]
Komentar