Peduli Generasi, Islam Jadi Solusi

Suara Netizen Indonesia–Kuasa hukum SMK Kalideres, Dennis Wibowo, menyebut ada 40 siswi yang mengaku mengalami dugaan pelecehan oleh oknum guru berinisial O di sekolah tersebut. Dennis mengatakan para siswi itu mengaku dilecehkan dengan cara memegang pundak, salaman yang lama, dan mengelus pinggul.
“Kronologi pada pernyataan para siswi, itu kayak semacam memegang pundak, lalu kemudian kayak salaman, terus kadang-kadang, pinggulnya kayak dielus gitu. Memang itu perbuatannya tidak terpuji, saya pun juga tidak sepakat,” ujar Dennis (Kompas.com, 7-3-2025).
Baca juga:
Ketika Air Menjadi Bencana, Cukupkah Mitigasi Saja?
Terus berulangnya kasus-kasus seperti ini adalah akibat sistem sekular Kapitalisme yang menjadi pengatur dan standar dalam bersikap dan berperilaku masyarakat saat ini. Banyak di antara umat Islam yang akhirnya menjadi sekular dan liberal, merasa bebas berbuat tanpa terikat dengan aturan apa pun, termasuk aturan agama.
Mereka tidak mampu lagi berpikir benar dalam memandang kehidupan dan mencari solusi atas masalah masalah mereka. Ketika nafsu bangkit, sedangkan istri tidak ada di depan mata atau dianggap tidak mampu melayani nafsu mereka, jadilah anak didik, menjadi sasaran pemuas birahi. Na’udzubillahi min dzaalik.
Kasus ini menunjukkan bobroknya pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal dalam keluarga dan masyarakat. Sejatinya, pendidikan adalah proses yang panjang, yang melibatkan banyak pihak, baik formal dalam lembaga pendidikan maupun keluarga dan masyarakat.
Sekulerisme telah menjadikan proses pendidikan pada tingkat dasar dan menengah gagal memberikan pondasi yang kokoh dalam membentuk kepribadian individu, demikian halnya dalam keluarga dan masyarakat. Kalau pun ada benih-benih kebaikan pada masa awal, sekulerisme yang menjadi landasan kehidupan saat ini jauh lebih kuat pengaruh merusaknya.
Baca juga:
Kapitalisme Mendatangkan Bencana, Umat Butuh Pemimpin Amanah
Kurikulum pendidikan mengesampingkan agama, akibatnya merusak akhlak dengan mudah. Sekulerisme berhasil menjiwai seluruh kebijakan negara, menguatkan arus kerusakan yang menghancurkan kemuliaaan manusia. Sedangkan media, bebas menampilkan segala sesuatu termasuk kemaksiatan. Ajaran agama ditinggalkan, bahkan ketaatan kepada syariat dianggap sebagai pemicu keributan dan kegaduhan.
Dalam Islam, generasi adalah aset peradaban sehingga harus dijaga, dibina, dan diberdayakan dengan sebaik-baiknya. Islam bahkan memosisikan generasi tidak hanya sebagai aset dunia, tetapi juga akhirat. Sebagaimana yang termaktub dalam Alquran surat An-Nisa ayat 9, “Anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Islam memberikan solusi komprehensif untuk menanggulangi kekerasan seksual yang dalam hal ini terdiri atas tiga pilar. Pertama, individu yang bertakwa. Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka. Ketiga, negara yang menerapkan syariat Islam, salah satunya berisi sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai.
Individu yang bertakwa lahir dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan. Keluarga yang terikat dengan syariat Islam kafah akan melahirkan orang-orang salih yang enggan berlaku maksiat. Potret keluarga seperti inilah yang mampu untuk melindungi anak-anak di dalamnya dari kejahatan kekerasan seksual, termasuk menutup celah munculnya predator seksual dari keluarga sendiri.
Keluarga tersebut tentu tidak bisa berdiri sendiri. Mereka perlu lingkungan tempat tinggal yang nyaman bersama masyarakat yang kondusif. Masyarakat tersebut harus memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama-sama bersumber dari syariat Islam, demikian pula landasan terjadinya pola interaksi di antara mereka. Kondisi ini membuat mereka tidak asing dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar.
Baca juga:
Badai PHK Meresahkan, Islam Wujudkan Kesejahteraan
Mereka tidak akan bersikap individualistis karena mereka meyakini bahwa mendiamkan kemaksiatan sama seperti setan bisu. Ini sebagaimana perkataan sebagian ulama dari generasi salaf salih, “Orang yang diam dari (menyampaikan) kebenaran adalah setan akhras (setan yang bisu) dan orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan nathiq (setan dari manusia yang berbicara dengan kebatilan).” Jelas, mereka akan mengambil berbagai kesempatan untuk senantiasa menyampaikan dakwah dan kebenaran.
Terakhir, yakni negara yang menerapkan aturan Islam kafah sehingga mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam mampu berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya.
Untuk perempuan korban pemerkosaan, seluruh fukaha (ahli fikih) sepakat untuk tidak dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali maupun hukuman rajam (Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ al-Jina`i al-Islami, Juz 2 hlm. 364; Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Juz 24 hlm. 31; Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Imam Nawawi, Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, Juz 20 hlm.18).
Jika perempuan itu mempunyai bukti (al bayyinah) pemerkosaan, yaitu kesaksian empat laki-laki muslim, atau jika laki-laki pemerkosa mengakuinya, laki-laki itu dijatuhi hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia belum pernah menikah (ghairu muhshan) dan dirajam hingga mati jika dia sudah pernah menikah (muhshan). (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 358).
Tidak hanya itu, Khilafah akan mengawasi seluruh kanal media sehingga berperan untuk syiar dakwah. Konten-konten yang mengantarkan atau nyata-nyata mengandung kemaksiatan akan dilarang. Dengan begitu, hanya konten-konten yang sesuai hukum syariat saja yang akan disiarkan.
Dengan demikian jelas bahwa hanya sistem Khilafah yang mampu mewujudkan perlindungan hakiki bagi anak-anak dari kejahatan predator seksual. Wallahualam bissawab. [SNI].