Diamnya Negeri Muslim, Berlanjutnya Derita Anak Gaza
Suara Netizen Indonesia, Pemerintah Israel akhirnya menyetujui gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera Ahad, 19 Januari 2025 (CN Indonesia com, 18-1-2025). Namun sebagaimana di lansir Al Jazeera, Jumat, 17 Januari 2025, serangan pasukan Israel menewaskan sedikitnya 82 orang di Gaza. Artinya Israel mengkhianati kesepakatan hanya beberapa jam sejak Hamas dan Israel mengumumkan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan gencatan senjata (detiknews.com, 17-1-2025).
Sikap khianat ini sudah sejak dahulu kala dilakukan oleh Yahudi, bahkan di zaman Baginda Rasulullah, kaum Yahudi jika bicara masalah loyalitas dan kejujuran tak pernah bisa dipercaya. Saat Rasul hijrah ke Madinah, ada 3 suku Yahudi yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraidzah, ketiganya berakhir dengan pelanggaran kesepakatan.
Ada yang karena pembunuhan, konspirasi untuk menyakiti Nabi, hingga kongkalikong mereka dengan musyrikin Quraisy. Allah berfirman tentang pelanggaran komitmen Bani Israil yang tidak mau beriman, yang artinya, “…(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu” (TQS Al Maidah : 13).
Jauh sebelum masa Rasulullah, mereka pun sering melanggar perintah nabi- nabi mereka, bahkan sampai di tahap membunuh nabi. Allah berfirman tentang Yahudi, “Maka (Kami hukum mereka), karena mereka melanggar perjanjian itu, karena kekafiran mereka terhadap keterangan- keterangan Allah, dan karena mereka telah membunuh nabi-nabi tanpa hak…” (TQS An Nisa: 155).
Baca juga:
Ranah Minang Terpapar LGBT, Efektifkah Perda Dibuat?
Itulah mengapa, kesepakatan gencatan senjata tak bisa kita hadapi dengan kesenangan semata namun juga sikap tetap waspada, dan tidak melupakan bahwa Israel penjajah, saudara kita di Palestina butuh dibela. Sebab nyata, Israel hanya mengenal satu bahasa yaitu perang dan kekuasaan.
Diamnya Negeri Muslim, Akan Perpanjang Penderitaan Palestina
Komisioner Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, pada Minggu , 22 November 2024, mengatakan Israel telah melanggar semua peraturan perang di Jalur Gaza selama 14 bulan terakhir (tirto.id, 23-12-2025).
Lazzarini mengatakan dunia tidak boleh kebal terhadap kebrutalan Israel, serangan terhadap sekolah dan rumah sakit telah menjadi hal biasa. Semua perang memiliki aturan, dan semua aturan itu telah dilanggar Israel. Gencatan senjata di Gaza sudah sangat mendesak dan menyerukan penghentian serangan untuk melindungi warga sipil. Lebih dari 45.200 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak k menjadi korban perang genosida Israel sejak 7 Oktober 2023. Tanpa akses pendidikan, hidup anak-anak Gaza seolah tanpa harapan.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Baca juga:
Bagi-Bagi Bansos, Demi Kebutuhan Warga atau Perolehan Suara?
Kemana perginya pemimpin negeri-negeri kaum muslimin? Dengan tentaranya yang banyak dan kuat, dengan potensi kekayaan alam yang luar biasa, tentulah Israel hanyalah masalah kecil ketika mereka bersatu dalam satu komando seorang pemimpin.
Sebab, kaum muslim tidak bisa lagi berharap pada dunia internasional, termasuk para pemimpin mereka yang kerap menjadikan isu Palestina hanya untuk pencitraan dan justru mengambil solusi dua negara arahan Barat (pengusung kapitalisme) yang jelas tidak bisa menyelesaikan perang ideologi ini. Kapitalisme yang mereka usung meniscayakan penjajahan dalam berbagai bentuk, Israel “ditanam” di Palestina, bak duri dalam daging. Siap mengadu domba sesama pemimpin muslim di sekitar wilayah timur tengah itu. Dan memang, pada akhirnya silahkan ukhuwah ( persatuan) kaum muslim adalah sesuatu yang langka hari ini.
Sudah jelas, tanah Palestina adalah tanah Kharajiyah, milik kaum muslimin yang ditaklukan Khalifah Umar bin Khattab 637 M. Ditandai dengan perjanjian Umariyah, perjanjian ini berisi penjelasan hak dan pembatasan bagi non-Muslim (dhimmi, atau “ahli kitab,” sebuah jenis kelas kaum yang dilindungi dan diakui oleh Islam yang meliputi Yahudi, Nasrani, Zoroastrian, dan beberapa keyakinan lainnya yang diakui yang tinggal di bawah kekuasaan Islam).
Mereka semua hidup adil dan sejahtera di bawah kepemimpinan Islam, sebaliknya, tidak ada keadilan dalam sistem Kapitalisme, bahkan sistem inilah yang telah memberikan jalan pada penjajah Zionis untuk membantai anak-anak Gaza.
Kaum muslim harus punya agenda sendiri, yaitu menyatukan pemikiran dan perasaan kemudian mewujudkannya dalam bentuk menggerakkan pemuda-pemudi Timur Tengah untuk bangkit melawan rezim mereka dan bergerak ke Palestina untuk membebaskan Palestina. Nasionalisme yang menggerogoti kemuliaan persaudaraan Islam harus segera dicabut, diganti dengan penerapan hukum syariat.
Inilah yang disebut dengan aktifitas dakwah untuk perubahan, dan aktivitas ini hanya bisa dilakukan oleh partai politik ideologis, partai yang asasnya, ide dan metode penerapan idenya adalah Islam saja bukan yang lain. Partai yang samasekali menolak bergabung dengan parlemen, kukuh memegang prinsip yang menjadikan aturan Allah di atas segalanya serta riil diterapkan sebagai hukum positif negara.
Baca juga:
Ironi Demokrasi, Ada Caleg Depresi
Bersama partai yang sahih, para pemuda mendapatkan pemahaman yang benar tentang Islam kafah, Islam secara keseluruhan tanpa meninggalkan satu perintah Allah SWT. itu harus menuntut tegaknya Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah untuk memimpin kaum muslimin setelah pembebasan Palestina. Wallahualam bissawab. [ SNI ].
Komentar