APBN untuk Bangsa dan Negara, Betul! Tapi …

Ilustrasi APBN. FOTO/Net.

Suara Netizen Indonesia, Presiden Prabowo saat menghadiri penyerahan secara digital Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2025, di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, 10 Desember 2024 menyebutkan perbandingan penggunaan dana APBN di tiga negara, yaitu AS, India dan Indonesia. Dimana kedua negara selain Indonesia lebih fokus pada pendaanaan pertahanan negara, sementara Indonesia pendanaan terbesar disalurkan untuk pendidikan (VIVA.co.id, 11-12-2024).

Prabowo juga mengatakan bahwa kebijakan ini sudah benar, bahkan ia juga optimis program makan bergizi gratis merupakan hal strategis yang dijalankan pemerintah demi menyelamatkan anak-anak bangsa dan memberdayakan ekonomi lokal, termasuk ekonomi pedesaan. Kebijakan menempatkan pendidikan sebagai prioritas merupakan jalan keluar dari kemiskinan. Demikian juga perlindungan sosial, bantuan sosial dan subsidi merupakan langkah-langkah menuju kebangkitan ekonomi Indonesia.

Di sisi lain, rakyat Indonesia, mulai 9 Desember 2024,akan dihadapkan pada kenaikan iuran BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3. Penyebutannya seperti biasa selalu dengan istilah “akan mengalami penyesuaian”. Padahal jelas, penyesuaian yang dimaksud pemerintah akan mempengaruhi anggaran rumah tangga setiap peserta ( VIVA.co.id pada hari Selasa, 10-12-2024).

Baca juga:
Lawatan ke Cina Pulang Membawa Cinta

Masih menurut pemerintah, perubahan ini adalah bagian dari langkah pemerintah untuk memastikan bahwa BPJS Kesehatan dapat terus memberikan layanan kesehatan yang berkualitas tanpa mengalami defisit anggaran. Selain itu, perubahan tarif juga didorong oleh meningkatnya biaya pelayanan kesehatan dan kebijakan pemerintah yang berfokus pada peningkatan kualitas fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.

Dimana Peran Negara Sesungguhnya?

Sungguh menyedihkan nasib rakyat, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas saja harus terlebih dahulu dinaikkan harga iurannya. Bukankah ini berarti pemerintah tak mau rugi, sebab dananya memang minim.

Peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan sebagai jalan keluar dari kemiskinan memang bagus dan merupakan sebuah pernyataan yang tepat, namun semuanya membutuhkan kebijakan nyata, bukan hanya retorika.

Harapan muncul ketika dinyatakan akan adanya peningkatan anggaran untuk dua bidang tersebut. Sayangnya pernyataan tersebut belum didukung dengan kebijakan yang sejalan. Di antaranya kebijakan terkait kesehatan, dengan adanya kenaikan iuran BPJS kesehatan.

Seiring dengan ditekennya kebijakan baru ini malah membuat hidup rakyat makin sulit termasuk dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Apalagi dalam sistem kapitalisme, kapitalisasi pendidikan dan kesehatan adalah sesuatu yang tak terelakkan. Terlihat jelas bagaimana pemerintah beritung untung dan rugi terkait pelayanan terbaiknya kepada masyarakat.

Baca juga: 
Makan Bergizi Gratis Benarkah Tak Sekadar Janji Manis?

Belum lagi berbagai pungutan pajak, yang setelah direvisi, kenaikan 12 persen hanya untuk barang premium, benar-benar ambigu, selain penikmat barang premium masih rakyat kelas menengah ke bawah, tidak bolehkah rakyat menikmati barang dengan kualitas premium, bukankah pajak ada untuk pemenuhan kebutuhan rakyat juga?

Jelas apapun yang disahkan negara ujungnya memberatkan rakyat. Bagaimana pula dengan turunnya anggaran MBG (Makan Bergizi Gratis), dari sebelumnya Rp17.000 perporsi turun menjadi Rp10.000 perporsi, sudah terbayang makanan apa yang senilai itu, hingga netizen mengoloknya dengan “ lebih komplit nasi Padang”.

Semua adalah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme, sistem ini mendukung terwujudnya penguasa populis penuh pencitraan. Mereka hanya ingin mendapat simpati sebagai pihak yang paling peduli, bukan pengurusan sebenarnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian cinta kepada mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah kalian benci kepada mereka, dan mereka pun benci kepada kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim No. 3447).

Butuh Kepemimpinan Islam

Saatnya kita mencampakkan sistem sekulerisme, dan kembali kepada pengaturan Islam. Islam menetapkan bahwa layanan pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan pokok rakyat dan menjadi hak seluruh rakyat yang wajib dipenuhi oleh penguasa.

Penguasa dalam Islam memiliki kewajiban mengurus rakyat dengan baik dan tidak menimbulkan kesusahan pada rakyatnya. Memudahkan adalah prinsip, Islam pun memiliki mekanisme untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tersebut, termasuk sumber dana yang banyak sesuai dengan sistem ekonomi Islam. Yaitu dengan adanya pengaturan kepemilikan harta milik pribadi, umum dan negara.

Baca juga: 
Tanpa Syariat, Pengentasan Kemiskinan Hanya Ilusi

Pengelolaannya seratus persen oleh negara, dan disimpan dalam Baitulmal. Ada 12 pos pendapatan, di antaranya pendapatan dari harta rampasan perang (anfaal, ghaniimah, fai dan khumus); pungutan dari tanah yang berstatus kharaj; pungutan dari non-muslim yang hidup dalam Negara Islam (jizyah); harta milik umum; harta milik negara; harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri (‘usyur); harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram; harta rikaz dan tambang; harta yang tidak ada pemiliknya; harta orang-orang murtad; pajak; dan zakat ( APBN Negara Islam, Zallum 2003).

Sepanjang sejarah Islam memimpin dunia dengan kesejahteraan tiada banding hingga hari ini sebagaimana yang diceritakan Will Durant seorang sejarahwan barat. Ia memuji kesejahteraan negara Khilafah. Dalam buku yang ia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, ia mengatakan: “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”. Wallahualam bissawab. [ SNI ].

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *