Makan Bergizi Gratis, Benarkah Tak Sekedar Janji Manis?
Suara Netizen Indonesia–Uji coba Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai berlangsung sejak Agustus lalu di sejumlah wilayah di Indonesia. Program yang menyasar pelajar di sekolah dasar, menengah dan tinggi ini rencananya memang baru akan diberlakukan tahun depan.
Khusus kota Kendari, terdapat empat sekolah yang beruntung sebagai tempat uji coba. Tepatnya terdiri dari SMAN 4 Kendari, SMKN 1 Kendari, SMKN 2 Kendari, dan SLB Kendari dan Pemprov Sultra sebagai pelaksananya (kendariinfo, 6-11-2024).
Publik mengingat bahwa program makan siang gratis merupakan salah satu di antara janji yang diluncurkan selama kampanye pasangan calon pemenang pemilu yang kini resmi memimpin negeri. Berangkat dari kepentingan mewujudkan Indonesia Emas, tentu dibutuhkan generasi yang unggul dan berkualitas tinggi, jauh dari kondisi stunting alias gizi buruk. Untuk itulah MBG ini digagas.
Baca juga:
Pengangguran Butuh Pekerjaan Bukan Pernikahan
Pasca uji coba, tentu banyak pihak berharap janji yang manis ini akan segera terwujud secara maksimal dan konsisten. Tapi tak sedikit pula yang meragukan, terutama dari aspek pendanaannya. Hal yang wajar, sebab program semacam ini pastinya menyerap anggaran yang sangat besar. Sayangnya sampai detik ini masih sumir alias belum jelas.
MBG Solusi Stunting?
Problem stunting sejak lama memang jadi momok bagi Ibu Pertiwi. Angkanya masih bertengger di kisaran 21,6% berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 dan bertahan hingga sekarang. Karena target menurunkan angka stunting hingga 14% pada 2024 belum tercapai.
Angka yang cukup besar, terlebih dari sumber data yang sama tampak risiko terjadinya stunting meningkat sebesar 1,6 kali dari kelompok umur 6-11 bulan ke kelompok umur 12-23 bulan (13,7% ke 22,4%). Artinya ada indikasi kegagalan dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak usia 6 bulan, baik dari segi kesesuaian umur, frekuensi, jumlah, tekstur dan variasi makanan. Lalu mengapa siswa usia sekolah yang mendapat asupan MBG? Entah.
Berikutnya, di tengah gonjang ganjing harga kebutuhan pokok harus diakui rancangan MBG tampil berani. Pengamat Rocky Gerung menanggapi hal ini dengan kritis. Menurutnya, MBG sudah bagus namun kandungan gizinya layak diragukan (fajar.co.id, 25-9-2024). Wajarlah, sebab dalam praktik ekonomi kapitalis yang berlaku selama ini sudah umum diketahui, ada harga ada kualitas. Ingin bergizi dan berkualitas, tentu harus siap membayar lebih.
Baca juga:
Tanpa Syariat, Pengentasan Kemiskinan Hanya Ilusi
Sehingga kembali ke soal dana. Apa mungkin MBG terwujud setiap harinya selama lima tahun? Sangat disayangkan jika mangkrak di tengah jalan karena anggaran yang bocor. Bahkan guna menambalnya, bukan tidak mungkin ada yang harus jadi tumbal, bisa dalam bentuk kenaikan pajak maupun pemangkasan dana BOS untuk pendidikan serta pemotongan gaji para ASN.
Andai benar hal tersebut terjadi, tak perlu kaget. Lumrah dalam kapitalisme, rakyat mengurus sendiri urusannya tanpa campur tangan negara. Dengan kata lain, negara berlepas diri dari pemenuhan kemaslahatan rakyat (wikipedia).
Mengatasi Stunting dengan Islam
Stunting sejatinya bukan masalah yang berdiri sendiri. Maka untuk mengatasinya butuh solusi yang mendasar dan menyeluruh. Alih-alih menyediakan MBG sekali sehari, mengapa tak terpikir untuk membenahi ekonomi, meningkatkan pendapatan penduduk, membuka sebanyaknya lapangan kerja, menyuplai edukasi tanpa henti hingga tiap rumah tangga dapat mencegah stunting dengan sendirinya?
Amboi, baru teringat kalau ini kaptalisme yang tabiatnya mengutamakan profit alias keuntungan dan minus empati terhadap kemaslahatan publik.
Jauh berbeda dengan Islam. Islam menjawab permasalahan dari akar sampai daunnya, dari A sampai Z. Allah Swt. berfirman,“… Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (TQS Yusuf:111).
Maka Islam menetapkan bahwa mengurusi urusan rakyat berdasarkan Alquran dan As Sunnah tanpa membedakan suku, agama dan ras adalah tanggung jawab negara.
Selainnya itu, pemeliharaan urusan rakyat di bawah naungan Islam diberlakukan secara menyeluruh merujuk pada syariah yang kafah. Tak satu pun luput ditegakkan. Karena dalam Islam, semua kelak akan dihisab atas seluruh amal tak terkecuali Khalifah dan jajarannya.
Baca juga:
Sehingga bukan hal aneh jika negara hadir menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Setiap kepala keluarga cukup melaksanakan kewajibannya bekerja mencari nafkah tanpa harus selalu merasa waswas akan tercukupinya kebutuhan dasar tersebut bagi keluarga.
Alhasil adanya nafkah dari kepala keluarga dan jaminan kebutuhan pokok oleh negara akan memudahkan setiap keluarga mendapat asupan gizi dan nutrisi, tak terkecuali bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Stunting pun tak lagi jadi masalah genting. Wallahua’lam. [SNI].
[…] Makan Bergizi Gratis Benarkah Tak Sekadar Janji Manis? […]