Tanpa Syariat, Pengentasan Kemiskinan Hanya Ilusi
Suara Netizen Indonesia–Deretan fakta kemiskinan di negeri ini dan dunia sungguh sangat menyayat hati. Pasalnya meskipun setiap tahun ada hari pengentasan kemiskinan dunia ternyata jumlah penduduk miskin bukan berkurang atau hilang malah semakin bertambah.
17 Oktober sebagai hari pengentasan kemiskinan yang digagas PBB seolah sekedar seremoni belaka dan mandul mengurangi angka kemiskinan. Sebab hingga tahun 2024 ternyata jumlah rakyat miskin di dunia mencapai 1,1 Miliar (Berisatu.com, 17-10-2024).
Banyak ide dan gagasan yang dikeluarkan untuk mengurangi atau mengentaskan kemiskinan. Namun kenyataannya gagasan-gagasan tersebut tetap saja belum mampu secara nyata menghilangkan angka kemiskinan. Hal ini diakibatkan gagasan-gagasan tersebut belum menyentuh akar persoalan kemiskinan yang sebenarnya.
Baca juga:
Harga Tiket Pesawat Melambung, Rakyat Makin Bingung
Ide kuliah ke luar negeri untuk mengurangi angka kemiskinan seolah menjadi logis dan solutif. Akhirnya sebagian kalangan memandang perlunya pertukaran pelajar dan mengejar pendidikan hingga ke sekolah-sekolah terbaik di luar negeri. Sebab ada secercah harapan saat para pelajar pulang ke negaranya akan membuat inovasi dan mentransfer pengetahuan dan keterampilannya di tengah masyarakat.
Gagasan menjadikan kaum perempuan sebagai motor penggerak ekonomi keluarga juga seolah menjadi angin segar untuk mengurangi angka kemiskinan. Akhirnya berbagai program pemberdayaan perempuan pun meningkat.
Kaum perempuan pun dimotivasi untuk terjun langsung melakukan aktivitas ekonomi menyelamatkan ekonomi keluarga dan negara. Akan tetapi pada kenyataannya ketika kaum perempuan meningkat perannya dalam bidang ekonomi ternyata tidak berpengaruh besar dan signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan.
Di sisi lain Indonesia menargetkan dalam APBN, target pendapatan negara dari pajak untuk tahun 2025 sangat besar. Dalam UU No.62 tahun 2024 ditetapkan target penerimaan negara dari pajak Rp 2.490 Triliun.
Itu berarti dengan peningkatan pajak maka otomatis jumlah rakyat miskin akan semakin bertambah pula. Sebab pengeluaran rakyat akan semakin besar baik dalam bentuk pajak penghasilan, pajak penjualan barang mewah, pajak pertambahan nilai dan termasuk pajak bumi dan bangunan.
Lebih parah lagi solusi-solusi yang ditawarkan seputar pergantian pemimpin dan menjadikan pemimpin dari kalangan perempuan baik sebagai kepala daerah ataupun menteri, ini semua tidak menyentuh akar persoalan kemiskinan. Wajar jika berbagai upaya pengentasan kemiskinan tidak berpengaruh besar dalam kesejahteraan rakyat.
Baca juga:
Harapan Perubahan Pada Kabinet Baru, Ilusi!
Sebab persoalan kemiskinan adalah problem sistemik. Kemiskinan yang melanda dunia hari ini bukan sekedar bencana tetapi merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini telah memberi kebebasan dalam kegiatan ekonomi sehingga para pemilik modal dapat menguasai hajat hidup rakyat termasuk menguasai sumber daya alam.
Prinsip liberalisasi ekonomi telah menciptakan kesenjangan hidup antara pemilik modal dan rakyat. Dampaknya kekayaan rakyat baik berupa minyak, gas bumi, batubara, dan barang tambang tidak banyak dinikmati oleh rakyat tetapi dinikmati oleh segelintir orang termasuk pihak asing melalui regulasi dan undang-undang.
Penguasaan kekayaan alam secara rakus oleh pemilik modal menjadikan rakyat terhalang untuk memenuhi hajat hidupnya. Apalagi keuntungan materi menjadi orientasi pemilik modal mengelola berbagai sumber daya alam. Wajar akhirnya kemiskinan pun tak terhindarkan.
Rakyat harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk bisa mengakses kekayaan alam tersebut. Di sisi lain berjalannya politik demokrasi yang tidak berbasis pada kebutuhan rakyat menjadikan negara mengabaikan perannya sebagai pengurus rakyat.
Peran negara tidak lebih dari sekedar membuat regulasi yang pada faktanya tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Di negara manapun pelaksanaan sistem politik demokrasi hanya menguntungkan elit politik bahkan sebagian mereka memiliki tujuan memperkaya diri sendiri dan menjarah harta negara.
Ini menjadi tradisi demokrasi. Para politisi akan menghabiskan uang dalam jumlah sangat besar untuk bertarung dalam pemilihan umum. Begitu berkuasa mereka terlibat dalam kegilaan dalam memperkaya diri sendiri.
Baca juga:
IPM Tinggi, Indikator Sejahtera Hakiki?
Problem kemiskinan tidak akan selesai di bawah penerapan sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi sebab kegagalan itu bersumber dari kebatilan sistem yang menghasilkan kerusakan dan pemimpin yang tidak amanah. problem kemiskinan dunia sejatinya akan usai melalui tegaknya peradaban Islam di dunia.
Sebagai ideologi, Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan. Mekanisme tersebut menjamin sejak dari level individu, level masyarakat, dan negara.
Pada level individu, melalui kewajiban bekerja bagi setiap laki-laki untuk memberi nafkah kepada keluarganya. kemudian level masyarakat dorongan infak dan sedekah dari mereka yang memiliki harta lebih untuk diberikan kepada mereka yang kekurangan.
Yang paling penting adalah ketegasan ideologi Islam mewajibkan negara menjadi pihak yang berperan besar mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hal itu dijalankan negara melalui beberapa mekanisme.
Pertama, negara Islam atau khilafah menciptakan lapangan kerja. Lapangan kerja dalam khilafah sangat terbuka luas seperti di bidang pertanian, peternakan, jasa maupun industri. Sektor ekonomi real akan ditumbuh-suburkan oleh negara sehingga pertumbuhan ekonomi akan dirasakan nyata oleh masyarakat.
Kedua , negara menutup semua kecurangan yang mematikan ekonomi seperti praktik riba, judi, penipuan, dan menimbun. Hal ini dipertegas dalam sistem sanksi yang akan diberikan kepada para pelaku kecurangan.
Ketiga, negara mengelola sumber daya alam secara mandiri sebagaimana perintah syariat.Islam mengharamkan penguasaan sumber daya alam oleh para pemilik modal seperti saat ini.
Sebab hal tersebut menyebabkan harta yang seharusnya digunakan untuk menjamin kesejahteraan rakyat rakyat beralih ke kantong pribadi para kapitalis. Rasulullah Saw bersabda, “Manusia berserikat dalam tiga hal yakni air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Daud).
Negara wajib menjamin secara langsung kebutuhan publik yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara wajib memberikan semua kebutuhan tersebut secara gratis kepada rakyatnya baik mereka muslim atau non muslim, laki-laki atau perempuan.
Dalam hal ini orang-orang non muslim yang menjadi warga negara khilafah mempunyai hak yang sama dengan orang muslim tanpa ada perbedaan. sejarah mencatat bahwa negara Islam yakni khilafah telah berhasil menyejahterakan rakyatnya di 2/3 dunia selama 13 abad.Wallahu a’lam. [SNI].
Komentar