IPM Tinggi, Indikator Sejahtera Hakiki?

Suara Netizen Indonesia–Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota Kendari  meraih nilai tertinggi se-Indonesia Timur. Hal ini tertuang dalam data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu. Kota dengan julukan Bertakwa ini dikatakan  memiliki sumber daya manusia (SDM) paling maju dengan nilai 85,51, unggul dari Kota Makassar 84,85 dan  Palu 83,71 (kendariinfo, 21-10-2024).

 

Angka di atas tentu layak diapresiasi. Poin kritisnya, benarkah IPM tersebut cermin dari realitas di lapangan? Sebelumnya perlu diketahui setidaknya terdapat tiga dimensi yang menjadi indikator IPM. Umur panjang dan kesehatan, pengetahuan serta standar hidup layak yang diukur berdasar pendapatan riil per kapita.

 

Dari tiga aspek di atas, tentu poin terakhir yang berkorelasi langsung dengan level kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, masih dari sumber berita yang sama,  diketahui bahwa dimensi standar hidup layak untuk Indonesia secara umum yaitu pendapatan riil per kapita  pada 2023 memang berjumlah Rp 11.899.000 (Rp 11,8 juta) per tahun. Sementara untuk  3 daerah dengan IPM tertinggi se-Indonesia Timur yakni Kota Kendari pendapatannya sebesar Rp15.176/hari,  Makassar Rp17.889/hari, dan Kota Palu sebesar Rp15.501/hari.

 

Sejahtera Bukan Sekedar Angka

 

Masalahnya, di saat yang sama  jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 319,71 ribu orang, naik 1,82 ribu orang pada Maret 2023. Bahkan persentase penduduk miskin di perkotaan (termasuk kota Kendari) pada Maret 2024 sebesar 7,45 persen, naik dari  7,40 persen, persentase tahun lalu.

 

Baca juga: 

Pupuk Sulit Dicari, Petani Gigit Jari

 

Selanjutnya berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023 pula, prevalensi stunting (gizi buruk) d Kota Kendari tercatat sebesar 25,7 persen. Meningkat jika dibandingkan sebelumnya (2022) hanya 19,5 persen (ragamkendari.com, 5-6-2024).

 

Mengapa angka-angka di atas seperti paradoks, saling bertentangan? IPM dikatakan tinggi namun kemiskinan dan stunting tetap membayangi. Sudah jelas risikonya, kesejahteraan yang adil dan merata masih sebatas mimpi.

 

Padahal mengutip wikipedia, sumber daya alam di wilayah Sulawesi Tenggara ini berlimpah ruah. Bahkan beberapa di antaranya jadi primadona. Seperti  aspal, nikel, emas, marmer, pasir besi, batu permata, onix, batu gamping dan tanah liat. Ditambah lagi dari sektor pertanian yang juga sangat menjanjikan. Antara lain kakao, kacang mede, cengkih, kopi, lada dan vanili.

Baca juga: 

Harapan Perubahan Pada Kabinet Baru, Ilusi!

 

Sayangnya  penerapan sistem kapitalisme yang meniscayakan penguasaan swasta (oligarki) baik lokal maupun asing terhadap SDA justru  kontraproduktif. Alih-alih menyejahterakan rakyat, yang terjadi sebaliknya. Kemiskinan, kelaparan, dan gizi buruk terus meningkat. Bahkan kabar terbaru, Indonesia  jadi negara dengan tingkat kelaparan tertinggi ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Timor Leste (liputan6.com, 18-10-2024).

 

Sejahtera dengan Islam

 

Ya, karena Islam satu-satunya sistem kehidupan yang mengukur kesejahteraan tidak dari angka. Melainkan lewat terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu rakyat.  Tiada guna nilai dan peringkat jika masih ada yang kelaparan, meski hanya tersisa satu orang saja.

 

Rasulullah saw. bersabda, “Imam (kepala negara) itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya.”(Muttafaq ‘alaih).

 

Galibnya, penggembala bertanggung jawab agar setiap hewan yang digembalakannya terpelihara dengan baik, cukup makan minum, sehat, gemuk, serta aman dari terkaman binatang buas. Mustahil kiranya terdapat penggembala yang membiarkan ada di antara hewan piaraannya terlantar hingga mati.

 

Terkait hal ini Khalifah Umar bin Khattab bahkan pernah  berkata, “Kalau sekiranya ada seekor keledai jatuh tergelincir di suatu jalan di Irak, aku khawatir nanti Allah akan menanyaiku, mengapa aku tidak menyediakan jalan yang rata di sana.” Jika beliau kawatir ada seekor keledai yang terlunta, apatah lagi seorang manusia, makhluk Allah yang mulia.

 

Dari sini jelas, kesejahteraan niscaya  terwujud jika pengaturan urusan rakyat dikembalikan pada syariat Islam yang kafah sebagaimana tuntunan Rasulullah saw.  

Baca juga: 

Pengangguran, Masalah yang Tak Berkesudahan

 

Dengan kebijakan politik ekonomi  yang berlandas pada akidah Islam, seluruh kekayaan alam negeri ini akan diposisikan sebagai harta milik umum. Hanya negara yang berhak mengelola dan memanfaatkan hasilnya semata untuk kemaslahatan rakyat. Sehingga tiada celah bagi  swasta maupun oligarki mengolah harta milik umum.

 

Sabda Rasulullah saw.,“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).

 

Hadis di atas menyatakan bahwa kaum muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Bahkan tak hanya muslim, seluruh manusia  baik muslim maupun kafir juga berserikat dalam ketiga hal itu. Sehingga ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu atau korporat baik lokal maupun asing. Tidakkah ini yang kita rindukan? Yaitu  diterapkannya syariah  secara kafah. Niscaya terwujud sejahtera yang tak sekedar angka.   Wallahua’lam. [SNI].

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *