Pengarusan Moderasi Amanah Dalam Proyek?

Suara Netizen Indonesia–Ada yang menarik perhatian beberapa hari lalu di jalan Kertanegara, Jakarta, kediaman presiden terpilih, Prabowo Subianto, yaitu kehadiran tokoh agama dan influencer yang disinyalir bakal mendapat tugas baru di kabinet baru. Salah satunya adalah Gus Miftah.

 

Sosok yang bernama lengkap Miftah Maulana Habiburrahman kelahiran Lampung, 5 Agustus 1981 silam merupakan keturunan ke-9 pendiri Pesantren Tegalsari Ponorogo, Kyai Ageng Hasan Besari (Wikipedia).

 

“Yang jelas bukan wakil menteri. Jadi bapak perintahkan untuk lebih banyak fokus di bidang moderasi toleransi dan semacamnya, sekaligus, persoalan terkait kesejahteraan rakyat ,” kata Gus Miftah usai keluar dari kediaman Prabowo. Dirinya merasa terhormat mendapatkan kepercayaan ini, “Di kepusatan, tugas kami adalah melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan percepatan terhadap program-program yang dimaksud agar lebih cepat. Dan efektif dalam mengeksekusinya,” tambah Gus Miftah.

Baca juga: 

Industri Halal Dibidik, Syariat Kâfah Diselidiki

 

Meski belum tahu secara pasti bentuk institusi atau badan yang akan menaungi tugasnya. Namun, Gus Miftah sangat yakin akan menjalankan amanah yang diberikan oleh Presiden dengan penuh tanggung jawab (rri.co.id, 15-10-2024).

 

Moderasi Beragama Proyek Dalam Amanah?

 

Entahlah, kabinet Zaken gubahan presiden terpilih Prabowo ini lebih gemuk apakah juga akan lebih amanah, nama-nama calon menterinya sangat khas mencerminkan koalisi yang tambun juga, Koalisi Indonesia Maju. Yang mencolok, proyek moderasi kembali digaungkan dengan lebih kencang. Apakah masih layak disebut amanah jika nyatanya ini proyek?

 

Bisa jadi juga ada kaitannya dengan perkataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa indeks kerukunan umat beragama dan kesalehan sosial secara nasional meningkat pada tahun 2024, dibandingkan 2023. Kenaikannya sebesar 0,45 poin, dari 76,02 pada tahun 2023 menjadi 76,47 pada tahun 2024 Dan ini diyakini melalui program moderasi beragama (kompas.com, 10/10/2024).

 

Indeks kesalehan sosial yang digagas pemerintah ini diukur melalui lima dimensi yakni; kepedulian sosial, relasi antar manusia, menjaga etika, melestarikan lingkungan, serta relasi dengan negara dan pemerintah. Dan diperoleh melalui survei yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kemenag di beberapa kota dengan populasi pemeluk agama yang beragama, termasuk Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.

 

Islam Ajarkan Toleransi Tanpa Butuh Proyek

 

Sebenarnya cukup mengherankan jika kesalehan seseorang bisa diukur dengan angka, dimana angka itu memiliki indeks atau indikator tertentu yang dirumuskan oleh manusia, dalam hal ini Litbang. Karena faktanya, meski mendapati kesimpulan ada kenaikan, persoalan yang dihadapi masyarakat kian beragam, dan kontradiktif dengan makna kesalihan itu sendiri.

 

Mengapa sedemikian seriusnya pemerintah, hingga menyelipkan petugas khusus dalam kabinet pembantu kepala negara? Apakah sasarannya agak Islam itu sendiri , mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim?

 

Apa yang dipaparkan pemerintah hendaknya tak begitu saja kita telan, naiknya Indeks kerukunan umat beragama (IKUB) dan Indeks Kesalihan sosial harus ditelaah dengan mencermati indikator yang digunakan. Indikator IKUB adalah toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. indikator tersebut sejalan dengan prinsip moderasi beragama yang dijalankan saat ini.

Baca juga: 

Merajut Hari, Harapan Untuk Anak Perempuan

 

Sebagai seorang muslim, terminologi saleh yang selama ini kita pahami, secara serampangan didekonstruksi begitu saja dalam pengukuran Indeks kesalehan Sosial(IKS). Seolah, apa yang selama ini dipahami salah dan rusak, hingga makna saleh perlu diberi pemaknaan baru dengan menambahkan kata “sosial”.

 

Tampak sangat dhahir semua indikatornya mengarah pada moderasi, karena yang diukur adalah parameter-parameter moderasi. Karakter sebagai muslim moderat inilah yang ditampakkan oleh IKUB dan IKS. Kaum muslim dipaksa mengikuti aturan yang lebih modern dibandingkan taat dengan Alquran dan As Sunnah, yang dinilai ketinggalan zaman. Lantas apa jawaban mereka atas firman Allah SWT. Yang artinya,“Kami telah menurunkan Al-Qur’an dan Kamilah yang senantiasa menjaganya” ( TQS Al-Hijr:9).

 

Sejatinya moderasi beragama merupakan proyek barat untuk deideologi Islam. Ide ini merupakan hasil rekomendasi Rand Corporation yang dipasarkan ke negeri-negeri Islam. Targetnya adalah untuk mencegah kebangkitan Islam atau tegaknya kembali khilafah. Sistem kepemimpinan umat Islam sedunia dengan hanya satu pemimpin dan murni menerapkan syariat Allah secara menyeluruh.

 

Maka jelaslah dampaknya moderasi makin menjauhkan umat muslim dari agamanya sendiri. Moderasi beragama dalam pandangan Islam adalah ide yang berbahaya, sehingga umat harus menolaknya. Terlebih kelak, setiap amal perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Bukankah kita jadi merugi jika selama di dunia kita hanya tunduk pada aturan manusia yang sengaja menjauhkan kita dari Rahmat Allah?

 

Islam sudah memiliki aturan tertentu tentang toleransi, yaitu sesuai Al-Qur’an dan As Sunnah, yang jelas sangat berbeda dari standar global. Tuntunan Islam tentang toleransi diantaranya firman Allah SWT. Yang artinya, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (TQS Al-Kafirun :6).

Baca juga: 

Kala Wakil Rakyat Resmi Dilantik, Episode Baru?

 

Islam juga sudah memiliki definisi salih ,Ibnu Hajar berkata, “Shalih sendiri berarti, Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat” (Fath Al-Bari, 2:314). Bisa kita simpulkan, jika membuat definisi sendiri dengan memasukkan unsur moderasi apakah bukan sama artinya dengan merusak agama itu sendiri? Seorang yang bertindak munafik, mengakui Allah itu satu, tapi bukan satu-satunya yang berhak membuat hukum.

 

Toleransi yang dipahami oleh kaum muslim sejak agama Islam diwahyukan kepada Rasulullah tidak pernah membawa kepada bencana yang mengguncang akidah sebaliknya terbukti membawa stabilitas di masyarakat dunia. 1300 tahun, Islam memimpin peradaban cemerlang bukan waktu yang sebentar, hingga kini belum ada satu pun ideologi yang mampu melampauinya.

 

Dan itu hanya dapat terwujud ketika khilafah tegak. Sudah saatnya umat bersama-sama berjuang untuk mewujudkan tegaknya Khilafah, dan bukan larut dalam jebakan kapitalisme ala penjajah. Wallahualam bissawab. [SNI]. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *