Agar Pensiunan Berdaya, Terbitlah Kebijakan Baru

Suara Netizen Indonesia–Siapapun ingin di masa tuanya nyaman, sejahtera, terjamin semua pemenuhan kebutuhan pokoknya dan tak ” bergantung pada anak” bahkan jangan sampai terdampar di pantai jompo. Untuk itulah, negara “hadir” dengan kebijakan baru bagi para pensiunan, agar segala impian menjadi kenyataan. 

 

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan baru bisa diambil saat pekerja memasuki pensiun atau di usia 56 tahun.

 

Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerapkan kebijakan baru terkait dana pensiun. Mulai Oktober 2024 nanti, dana pensiun tidak dapat dicairkan sebelum peserta mencapai usia kepesertaan minimal 10 tahun. 

 

Artinya, jika saat pensiun berusia 56 tahun maka ia bisa mengambil pensiunnya ketika berusia 66 tahun. Sungguh riskan, mengingat usia tidak ada yang tahu. Lantas bagaimana dengan jeda waktu 10 tahun? siapa yang menjamin hidupnya? apalagi sudah berstatus pensiun, otomatis tidak bekerja formal lagi yang bisa setiap bulan menerima gaji. 

 

Ditambah lagi, peserta wajib memilih perusahaan asuransi jiwa untuk membeli Produk Anuitas, hal ini apabila 80% saldo Manfaat Pensiun Peserta lebih dari Rp 500 juta setelah memperhitungkan PPh 21. Jika di bawah Rp 500 juta bisa diambil tunai. 

 

Produk anuitas ini, adalah produk asuransi jiwa yang memberikan pembayaran secara bulanan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun, serta kepada janda/duda atau anak, untuk jangka waktu tertentu atau secara berkala. Produk Anuitas tersebut nantinya akan menjadi sumber pendapatan utama bagi penerima dana pensiun di masa depan.

 

Padahal menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, penarikan lebih awal inilah yang mengurangi manfaat dari program pensiun itu sendiri. Masyarakat yang awalnya menerima Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) masih saja melakukan penarikan dana kurang dari sebulan begitu mereka sudah terdaftar dalam program anuitas bertahap (Program Pensiun Iuran Pasti) (kontan.co.id, 29-9-2024).

 

Perencana Keuangan, Ahmad Gozali, mengatakan, ada hal positif terhadap kebijakan baru dana pensiun ini yaitu nasabah bisa tetap berpenghasilan rutin di masa pensiun mereka. Kemudian juga mencegah terjerumusnya investasi bodong dengan mewajibkan masuk ke program anuitas yang diresmikan oleh lembaga keuangan.

 

Sisi negatif atas kebijakan ini, Ahmad Gozali menilai, bagi orang yang memiliki jiwa bisnis tidak leluasa untuk menggunakan uangnya sebagai modal usaha untuk masa pensiun. Sementara itu, sebagian nasabah lainnya yang fokus berinvestasi bisa merasa tidak leluasa, karena investasinya menjadi terbatas hanya pada anuitas yang berisiko rendah.

 

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menilai produk anuitas akan membantu para pensiunan untuk mengamankan kondisi finansial setelah berhenti bekerja. Menurut dia, kekhawatiran akan kehabisan uang saat pensiun dapat diatasi melalui produk ini karena nasabah akan menerima penghasilan secara konsisten sesuai dengan jangka waktu yang disepakati di awal kontrak.

 

Kapitalisme Tak Biarkan Negara Jadi Pengurus Rakyat 

 

Satu yang pasti kita pahami, ketika seorang pekerja masuk usia pensiun, ia wajib memindahkan dana pensiun yang sudah dipotong perusahaan selama ia aktif menjadi pekerja ke dalam produk anuitas bertahap atau asuransi yang bisa diambil setiap bulannya. 

 

Namun karena dirasa tidak terlalu memberikan manfaat , bisa jadi karena habis sebelum waktunya maka dibuatlah kebijakan baru, boleh diambil setelah 10 tahun menjadi peserta asuransi tersebut. Pertanyaannya kemana larinya uang itu selama 10 tahun jika pemiliknya tak boleh mengambil zatnya maupun manfaatnya?

 

Tentulah guna pembiayaan proyek yang lain. Kita tahu, berapa besar dana yang terkumpul dari dana pensiun ini, dan sebagaimana mekanisme ekonomi kapitalisme, pihak asuransi bisa menjadi pihak yang mendanai proyek, dengan cara bagi hasil atau presentasi laba rugi. Tentu saja akhirnya berbasis riba. Dan secara syar’i sebetulnya tidak sah perusahaan asuransi yang bukan pemilik sejati harta, hanya pencatatat, kemudian menjadi pihak yang mengelola harta. 

 

Sungguh malang benar nasib pensiunan di hari tuanya, diterpa abu muamalah tak syar’i dan negara mengatakan sudah ” hadir”. Jika ia, mengapa nasib rakyat dilimpahkan kepada pihak ketiga alias pihak asuransi?

 

Ogi menerangkan total aset dana pensiun secara industri per Februari 2024 tumbuh sebesar 10,88% year on year (YoY), dengan nilai sebesar Rp 1.427,01 triliun. Pencapaian itu meningkat dari posisi Februari 2023 yang sebesar Rp 1.288,93 triliun. Untuk dana pensiun sukarela, total aset mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,03% YoY, dengan nilai mencapai Rp 372,34 triliun.

 

Untuk program pensiun wajib, yang terdiri dari program jaminan hari tua, dan jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan, serta program tabungan hari tua dan akumulasi iuran pensiun, ASN, TNI, dan POLRI, total aset mencapai Rp 1.054,67 triliun atau tumbuh sebesar 12,07% YoY . Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, saat ini tengah menyusun Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun 2024-2028. (kontan.co.id, 3-4-2024). 

 

Peta jalan itu merupakan komitmen kerja baik dari sisi OJK maupun industri dengan fokus pada penguatan dan pengembangan industri dana pensiun dari berbagai aspek. Mencakup penambahan jenis investasi bagi Dana Pensiun dalam bentuk dana investasi infrastruktur dan obligasi daerah. 

 

Data di atas buktinya, sangatlah sulit mengharapkan kesejahteraan dalam sistem kapitalis-demokrasi hari ini. Yang ada hanya beritung untung dan rugi. Negara pun tak mau pusing, jelas-jelas membiayai sendiri dari APBN untuk para pensiunan adalah tidak mungkin. Dan demokrasi hanya melahirkan pemimpin pelanjut kebijakan rezim. Jika pun tampak beda bisa jadi hanya istilah, selebihnya sama. Bahkan tak jarang lebih kejam dari sebelumnya. 

 

Islam Wujudkan Hari Tua Bahagia, Banyak Ibadah

 

Masihkan kita berharap pada pengurusan negara ala kapitalisme? Sudah jelas dana pensiun berasal dari gaji pekerja yang dipotong perusahaan setiap bulannya, masih saja diputar untuk bisnis dan keuntungan konglomerat. Siapa lagi yang berani pinjam dana besar untuk pembiayaan proyek jika bukan pengusaha kelas kakap? Mereka mendapat dana segar sementara rakyat kian terpuruk dalam kemiskinan dan ketidakberdayaan. 

 

Dalam pandangan Islam, tidak ada dana pensiun. Setiap orang bekerja sesuai dengan akad yang disepakati oleh kedua belah pihak terkait waktu, jenis pekerjaan dan nominal upah yang akan diterima. Negara tidak ikut campur, sebab akad kerja memang terjadi hanya antara pekerja dan pemberi kerja. 

 

Namun jika ada perselisihan maka negaralah yang akan mengirim tenaga ahli untuk memisahkan dan memberi keputusan ,sesuai dengan kemakrufan di wilayah tersebut dan tidak melanggar hukum syara. 

 

Negara dalam hal ini hanya bertindak sebagai penjamin semua pria baligh bisa bekerja untuk memenuhi kewajiban penafkahan baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Yang disebut jaminan bisa berubah benda bergerak maupun tidak yang diambil dari Baitulmal. Ketika mekanisme ini berjalan, maka rakyat pun dengan mudah bisa memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. 

 

Kemudian kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan dipenuhi negara dengan mengambil dari sumber dana yang sama yaitu Baitulmal. Pembangunan rumah sakit, sekolah, gaji guru, jalan, jembatan dan apapun itu yang menyangkut kebutuhan publik bagi rakyat akan dipenuhi oleh negara. 

 

Dana yang tersimpan di Baitulmal berasal dari pengelolaan harta milik umum ( barang tambang, hutan, laut dan lainnya, harta milik negara (jizyah, kharaj, fa’i, dan lainnya ) dan zakat ( hanya untuk delapan ashnaf). Sangat jelas sekali perbedaannya, sebab instrumen pajak dan utang samasekali tidak diprioritaskan. 

 

Bagi mereka yang tidak mampu bekerja karena uzur syar’i maka akan menjadi tanggungan Baitulmal, baik itu muslim maupun kafir dzimmy ( kafir yang tunduk kepada pemerintahan Islam). 

 

Dengan demikian, negara menjadi institusi yang mandiri dan kuat, sebab masyarakat juga kuat dengan support sistem dari negara. Maka, menjadi perhatian bagi kita semua, akankah masih mencari-cari sistem apa yang terbaik, padahal sudah jelas Islam mampu mewujudkannya? Kapitalisme hukum manusia, sedang syariat Islam berasal dari Allah Yang Maha Mengatur lagi Bijaksana. 

 

Allah Swt. berfirman, “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS Al-Maidah:50). Wallahualam bissawab. [SNI].

 

Artikel Lainnya

Keselamatan Pekerja Terabaikan, Ulah Siapa ?

Sistem kapitalisme yang memiliki paham kebebasan dalam hal kepemilikan sehingga sistem ini melanggengkan para oligarki (pengusaha) untuk mengelola sumber daya alam secara semena-mena. Penguasa kapitalisme yang memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri, mereka menggandeng swasta untuk mengeruk kekayaan alam kemudian hasilnya mereka nikmati berdua. Padahal sumber daya alam ini adalah milik umum yang harusnya dikelola oleh negara tanpa campur tangan pihak lain kemudian hasilnya akan digunakan untuk memfasilitasi kepentingan rakyat.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *