Bangun Rumah Sendiri, Dipajaki?

 

Suara Netizen Indonesia__ Kehidupan masyarakat semakin sulit dari hari ke hari. Kini setiap jengkalnya dipajaki negara. Ada Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Rokok, Pajak Air Tanah, dan sebagainya. Terbaru, mulai Januari 2025, pajak membangun rumah sendiri, naik menjadi 2,4 persen. (Tirto.id, 13-9-2024)

 

Maka kini rakyat kini harus berpikir panjang saat membangun rumah. Baik untuk digunakan sendiri, maupun oleh pihak lain. Meski begitu, tidak semua rumah yang dibangun atau direnovasi sendiri akan dikenakan tarif PPN 2,4 persen. Pada Pasal 2 ayat (4) dijelaskan, rumah yang dikenai PPN adalah bangunan yang berdiri di atas bidang tanah dan/atau perairan dengan konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/ atau baja. Selain itu, bangunan diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha.
“Dan luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi),” bunyi beleid tersebut.

 

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias Undang-Undang (UU) HPP tak hanya mengatur kenaikan Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12 persen pada 2025. Beleid ini juga mengatur kenaikan tarif PPN atas kegiatan membangun rumah sendiri (KMS) dari yang sebelumnya 2,2 persen menjadi 2,4 persen per 1 Januari 2025.

 

Pajak Menjadi Sumber Pemasukan

Terdapat beragam jenis pajak di negeri ini, untuk mendukung pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur serta penyediaan layanan publik. Hal ini adalah sebuah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme, sebab pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara. Penerapan sistem ini berhasil membuat rakyat semakin sulit mengarungi kehidupannya. Kebutuhan dasar yang sejatinya dalam jaminan negara, justru berbayar mahal atau dikenakan pajak.

 

Sementara itu, lapangan pekerjaan yang tersedia pun terbatas. Dengan gaji pas-pasan, rasanya tak mungkin membeli hunian atau membangun rumah yang layak. Meski begitu, masih untung tak kena pemutusan hubungan kerja (PHK).

 

Hanya saja jika pemberlakuan pajak ini dikenakan kepada rakyat, tentu akan menambah beban kehidupan, di tengah melambungnya harga kebutuhan pokok, subsidi yang dikurangi bahkan kemudian ditiadakan, menambah panjang daftar kesengsaraan rakyat.

Jaminan Kesejahteraan dalam Islam

Sejatinya negara mampu meringankan beban rakyat, menciptakan kesejahteraan dan mengakomodir seluruh kebutuhannya, seperti kebutuhan dasar lainnya seperti pangan, sandang, serta akses kepada kebutuhan komunal yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan, yang seluruhnya merupakan tanggung jawab negara.

 

Di samping itu, kekayaan alam negeri ini pun sangat melimpah dan potensial untuk menambah pemasukan negara, jika dikelola dengan benar dan amanah. Hasilnya dapat dialokasikan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan menjaga hak-hak mereka, yang merupakan amanat kepemimpinan yang diberikan Allah SWT terhadap penguasa.

 

Penerapan sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan bagi setiap individu rakyat. Negara akan menyediakan dan membuka lapangan pekerjaan yang banyak, sehingga setiap kepala keluarga dapat bertanggung jawab terhadap orang-orang yang menjadi tanggungannya.

 

Negara juga menjamin seluruh kebutuhan pokok, termasuk tempat tinggal. Setiap rakyat terpenuhi hak-haknya. Negara mengatur dan melindungi urusan rakyat menggunakan syariat Allah SWT. Kepemimpinan dalam Islam adalah pengatur (ra’in) dan perisai (junnah).

 

Sumber pendapatan tetap negara yang menjadi hak kaum muslim dan masuk ke Baitul Maal adalah dari: fai’, anfal-ghanimah-khumus, jizyah, kharaz, usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat, khumus-rikaz-tambang, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, harta orang murtad.

 

Pajak (dharibah) hanya akan diambil ketika kas Baitul Maal kosong. Maka beban pajak akan dikenakan kepada kaum muslim yang mampu, yaitu berupa kelebihan harta setelah dikurangi kebutuhan pokok dan sekundernya yang ma’ruf, sesuai standar hidup di wilayah tersebut. Jadi tidak semua kaum muslim menjadi wajib pajak.

 

Islam pun tidak akan menetapkan pajak tidak langsung, termasuk pajak penambahan nilai, pajak hiburan, barang mewah, dan sebagainya.

 

Selain itu, Islam menetapkan negara untuk memberi pelayanan publik, baik kesehatan, keamanan dan pendidikan, dengan cuma-cuma dan kualitas terbaik. Inilah sebaik-baik kepemimpinan yang bertanggung jawab terhadap Ilahi Rabbi, yang memberi perhatian terhadap urusan rakyat, hingga setiap individu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan membentuk potensi dirinya sebagai bagian dari khairu ummah. [SNI]

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *