Bicara Jati Diri di Tengah Mindset Pendidikan Tersier

Suara Netizen Indonesia–Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan pesannya secara virtual lewat rekaman video dalam sebuah acara Universitas Pelita Harapan (UPH) Festival 2024 , pesannya demikian, bahwa dunia kampus merupakan dunia yang dinamis dan penuh tantangan. Seorang mahasiswa mendapatkan masa terbaik untuk menemukan jati diri serta saat yang tepat untuk mengambil langkah berani dan bereksplorasi (republika.co.id, 25-8-2024).

 

Acara yang bertajuk “A Mind of Excellence” diadakan serentak di kampus UPH Lippo Village-Karawaci, Jakarta, Surabaya, dan Medan. UPH Festival 2024 dimulai dengan Convocation pada hari pertama 15 Agustus 2024, di mana sebanyak lebih dari 5.000 mahasiswa baru secara resmi dilantik oleh Rektor UPH Jonathan L. Parapak dan Pendiri Yayasan Pendidikan Pelita Harapan James Riady.

 

Dari 5.000 mahasiswa terdapat kurang lebih 100 mahasiswa internasional yang datang dari beragam negara yang meliputi, Kamboja, Kanada, China, India, Kenya, Malaysia, Myanmar, Norwegia, Pakistan, Filipina, Korea Selatan, dan Sri Lanka.

 

Rektor UPH, Jonathan L. Parapak , menyampaikan pesan kepada mahasiswa baru untuk menikmati perjalanan pendidikan di UPH, yang akan mempersiapkan mereka menjadi agen perubahan. Semua mahasiswa baru, kata Rektor UPH, juga akan mengalami pendidikan yang holistik dan mentransformasi kehidupan mereka.

 

Sedangkan pendiri Yayasan Pendidikan Pelita Harapan James Riady.James Riady , memberikan pesan dan motivasi kepada seluruh mahasiswa baru “Think big, think out of the box dimana setiap orang akan menghadapi kesulitan, tapi pada saat yang sama juga akan mendapatkan kesempatan.

 

Kapitalisme: Pendidikan Tinggi Kebutuhan Tersier

 

Seolah kacang lupa kulitnya, beberapa waktu lalu saat ricuh pembayaran UKT bisa dengan pinjaman online, pihak kemendikbudristek mengeluarkan pernyataan bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier, artinya bagi yang tidak mampu menjadi tidak wajib. Dan juga menyatakan kenaikan UKT di luar logika adalah khusus untuk Maba ( mahasiswa baru).

 

Dan saat berdiri di hadapan mahasiswa (meski pun virtual) sebuah kampus swasta elit dengan entengnya menyebutkan kampus tempat mahasiswa menggali potensi dan menemukan jati diri.

 

Lantas apakah lulusan SMA/SMK dan sederajat di negeri ini tak layak mendapatkan kesempatan yang sama? Apakah karena tak terlahir dari keluarga kaya, koneksinya banyak bahkan bagian dari orang-orang penting di negeri ini tak boleh menikmati pendidikan tinggi dengan target setinggi-tingginya?

 

Padahal, potensi seseorang baik ia miskin ataupun kaya, tinggal di pinggiran kota, desa, pelosok kampung bahkan di tengah hutan sekalipun adalah sama, berhak mendapatkan pendidikan terbaik agar bisa berkembang dengan semestinya. Sebab, bicara potensi hal itu adalah karunia Allah SWT. yang menciptakan manusia.

 

Namun sistem kapitalisme yang diterapkan hari inilah yang menjadikan pendidikan seolah barang mahal yang tak tersentuh. Mahalnya biaya pendidikan dan tidak meratanya gedung, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pendidikan inilah yang menyebabkan angan menjadi ulama (orang berilmu) menjadi kandas di tengah jalan.

Baca juga: 

Subsidi LPG Menjadi BLT, Solusi atau Masalah Baru?

Para orangtua cenderung meminta anak mereka membantu mencari nafkah daripada sekolah. Beasiswa jika adapun birokrasinya berbelit atau minim informasi. Pandangan kapitalisme hanya bertumpu pada untung rugi, tak beda penyikapannya dengan pendidikan. Banyak lembaga pendidikan dibangun secara level nasional atau internasional namun berbayar tinggi, sebab pembangunnya adalah pemodal yang orientasinya profit.

 

Meski terbilang tak sebesar hasil tambang, namun perolehan pendapatan dari pendidikan tak bisa dianggap sepele. Dan ini menjadi peluang negara untuk sedikit melepas tanggungjawabnnya, misal dengan mengeluarkan kebijakan perguruan tinggi menjadi badan hukum sehingga boleh menarik profit dari masyarakat dalam rangka pembiayaan mandiri semua operasional.

 

Tak hanya itu, setingkat SMA hingga TK pun marak pembentukan komite yang kemudian menjadi kepanjangan tangan bagi sekolah untuk pembiayaan operasional sekolah yang tidak terkover dana BOS. Inilah mengapa setiap awal tahun pelajaran banyak pembicaraan seputar tarikan sejumlah dana dari para wali murid, diambillah alibi dana kontribusi sukarela wali murid atas diterimanya anak mereka di sekolah tersebut.

 

Belum lagi mereka yang sekolah di wilayah pinggiran, dimana akses menuju sekolah sangat tak layak bahkan bertaruh nyawa karena jembatan rusak, jalan tak layak minimnya akomodasi umum bahkan tanpa layanan internet padahal sudah era digital.

 

Sistem zonasi juga turut memperburuk keadaan, karena sekolah yang berada dalam kawasan tempat tinggal siswa tidak semuanya memiliki kualitas sama baiknya dengan yang di kota kabupaten bahkan hingga provinsi. Berlaku Jer Basuki Mawa Bea ( setiap pelayanan terbaik butuh biaya tak sedikit pula). Maksud pemerintah ada pemerataan, Namun jika tak difasilitasi dengan baik mana mungkin?

Baca juga: 

Syahwat Kuasa Kepala Desa Belum Padam

Pendidikan adalah pilar sebuah bangsa, jika diatur sedemikian rupa dengan mindset dan dasar yang tidak jelas bahkan kabur pasti akan membawa kegagalan. Hari ini faktanya, bisa kita lihat sendiri. Di sisi lain mahasiswa begitu bersemangat, sekolah hingga setinggi mungkin jaminan negara namun di sisi lain buruk tanpa ada satu pun dukungan negara.

 

Islam : Pendidikan Terbaik Wujudkan Peradaban Mulia

 

Kita bisa melihat bagaimana Rasulullah Saw. memberi syarat untuk penebusan tawanan perang Badar, yaitu masing-masing tawanan yang bisa membaca dan menulis harus mengajarkan tulis-menulis kepada 10 anak kaum Muslimin.

 

Puncak kekuasaan Daulah Umayyah II terjadi pada masa pemerintahan Abdurrahman III dan al-Hikam, terlihat dalam berbagai bidang, antara lain, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan intelektual. Di Cordova yang merupakan pusat Daulah Umayyah II telah berdiri suatu universitas yang tepercaya dan mampu menandingi dua universitas besar lainnya, yaitu universitas al-Azhar di Kairo dan Nizamiyah di Baghdad. Universitas ini menarik banyak mahasiswa, baik mahasiswa Kristen maupun mahasiswa dari negara Eropa lainya.

Baca juga:

Tanpa Junnah, Darah dan Nyawa Tak Berharga

Menjadi mercusuar dunia, tak lepas dari perhatian khalifah sebagai pemimpin negara dalam hal pendidikan, terintegrasi dengan kebijakan di bidang lainnya yang menyangkut kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan.

 

Inilah yang tidak akan didapati dari sistem selain Islam dimana pemimpin sebuah negara atau masyarakat sangat konsen terhadap amanah yang ia emban, semata karena hendak berbuat taat sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya” (HR. Al-Bukhari). Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *