Usia ‘Baby’ Anggaran Jumbo, Gizi Rakyat Tercerahkan ?

Suara Netizen Indonesia–Soal ubah mengubah putusan hukum di negeri ini sudah biasa, buat satgas untuk kepentingan yang genting dan tidak cukup hanya andalkan kerja satgas di negeri ini juga sering, apalagi membentuk badan, padahal lembaga yang berkompeten sudah ada, juga biasa di negeri ini.

 

Padahal semua itu memunculkan biaya tambahan, hasil evaluasi tidak menunjukkan perubahan, namun terus saja mengulang pola yang sama. Kali ini pemerintah membentuk Badan Gizi Nasional guna mendukung program presiden terpilih, Prabowo Subianto yang dalam kampanyenya menyebutkan program makan bergizi gratis.

 

Dilantiklah Dadan Hindayana sebagai Kepala Badan Gizi Nasional . Pada debut awal, ia menyebutkan anggaran program makan siang gratis sebesar Rp71 triliun tak hanya untuk pengadaan paket makanan melainkan juga untuk mendanai operasional Badan Gizi Nasional, termasuk di dalamnya untuk membayar gaji pegawai dan keperluan lainnya (CNN indonesia.com, 19-8-2024).

 

Dana sebesar Rp71 triliun itu akan dikelola sendiri oleh Badan Gizi Nasional. Dadan memastikan tak ada pembagian kementerian atau lembaga lain. Dadan juga menjelaskan alasan mengapa pembentukan Badan Gizi Nasional sudah dilakukan di era Jokowi dan bukan setelah Prabowo menjabat karena ini adalah bagian dari keberlanjutan pemerintahan.

Baca Juga: 

Nikah Dini Salahnya Dimana?

 

Selain maksud di atas, Dadan yang juga seorang dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) program studi S2 Entomologi menjelaskan bahwa pembentukan badan ini harus di era Joko Widodo karena berkaitan dengan siklus anggaran, dimana harus segera masuk nota keuangan 2025. Dengan begitu, Badan Gizi Nasional bisa langsung bekerja pada Januari 2025. Setidaknya Januari 2025 makan bergizi gratis bisa segera dilaksanakan.

 

Pembentukan lembaga ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 yang berlaku 15 Agustus 2024. Pada pasal 2 tertulis sebagai berikut, “ (1) dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Badan Gizi Nasional. (2) Badan Gizi Nasional merupakan lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.”

 

Pada Pasal 5 Perpres 83/2024 ditulis bahwa sasaran pemenuhan gizi yang menjadi tugas dan fungsi Badan Gizi Nasional itu diberikan kepada empat subjek, “a. Peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di lingkungan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, dan pendidikan pesantren; b. Anak usia di bawah lima tahun; c. Ibu hamil; dan d. Ibu menyusui.”

 

Seberapa Efektif Kerja Badan Ini?

 

Banyak pihak menyoroti besaran anggaran yang akan dikelola badan ini nantinya, terlebih untuk lembaga yang baru dibentuk, nominalnya lebih unggul dibandingkan beberapa kementerian/lembaga (K/L) lain. Ada dua kementerian teknis yang sebenarnya penting, tapi pagu belanjanya kalah dari Badan Gizi. Yaitu Kemenkeu yang diberi Rp53,2 triliun atau turun dari Outlook 2024 sebesar Rp67,4 triliun dan Kementerian Perhubungan yang mendapat Rp24,8 triliun, anjlok Rp14,1 triliun dari Rp38,9 triliun (CNN indonesia.com, 21-8-2024).

 

Pertanyaan yang bermunculan adalah, wajarkah lembaga baru seperti Badan Gizi mendapatkan anggaran jumbo. Bisakah mereka mengelolanya di usia yang masih ‘bayi’?

 

Rasa skeptis disampaikan oleh Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, mengingat mengelola uang besar bagi sebuah organisasi baru cukup berisiko. Waktu hingga akhir 2024 hanya tinggal 4 bulan tersisa, sangatlah pendek.

Baca juga: 

Relaksasi Impor,China Rekor Indonesia Tekor

 

Yang jelas akan terjadi, Badan Gizi akan disibukkan dengan penataan organisasi. Tak hanya itu, Badan Gizi kalau pun jadi dilanjutkan, harus mempersiapkan teknis pelaksanaan program pemberian makan bergizi gratis yang dimulai pada awal 2025.

 

Dana APBN dipertaruhkan lagi, demi sebuah program yang boleh dikata setengah hati setengah jalan. Banyak pihak juga menilai pasti mangkrak sebagaimana program yang sudah lalu, Nailul Huda menyarankan langkah berikut pertama, mencabut Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan untuk langsung menjalankan program tersebut. Kedua, Huda menyarankan Badan Gizi Nasional dibubarkan.

 

Kita mesti banyak belajar dari pengalaman setiap kali pembentukan lembaga nasional guna menjadi ujung tombak penyelesaian persoalan umat. Sayangnya, langkah yang dipilih pemerintah selalu tidak fokus dan lebih dikuasai oleh ide kapitalisme , yaitu mengambil manfaat (keuntungan ) semata, dengan kata lain selalu beritung untung rugi, pun saat bicara ini adalah kewajiban negara memudahkan urusan rakyat, masih ditarik untung dan tak mau rugi.

 

Sebuah badan atau satgas atau yang lainnya sejatinya alat pemerintah untuk membagi kue kekuasaan kepada pendukungnya, baik partai, korporasi dan lainnya. Jika hanya mengandalkan pembagian menteri dalam kabinet sangatlah kurang. Ingat, kita sedang berada dalam sistem demokrasi, dimana kekuasaan ada pada rakyat hanyalah simbolis belaka, rakyat hanya diikut sertakan dalam pemilihan pemimpin.

Baca juga: 

Oh Agustus, Apakah Kita Sudah Merdeka?

 

Sementara kelembagaan pun tak semua bisa efektif bekerja pada bidangnya, jika tidak dilemahkan, dimandulkan dengan pembentukan badan atau satgas maka akan sibuk dengan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme. Lebih miris lagi jika berbicara anggaran, APBN yang surplus dalam setiap pelaporan tahunan tak juga bisa sinkron dengan kesejahteraan rakyat. Padahal sudah bertambah ragam obyek pajak, amnesty pajak, penyesuaian tarif dan lain sebagainya. Namun masih saja ada Kementrian dan kelembagaan yang mendapat jatah minim.

 

Islam Sejahterakan Rakyat Tanpa Program Parsial

 

Maka, benarlah prediksi masyarakat dan para ahli dengan “ Lembaga usia “ bayi” menerima anggaran jumbo, bisa apa?”. Karena, program makan gratis sejatinya bukan cara yang tepat atasi stunting ataupun gizi buruk di negeri ini. Semestinya bisa, jika generasi bahkan seluruh rakyat Indonesia menerima yang lebih baik dari sekarang. Yaitu kesejahteraan hakiki. Setiap kebutuhan pokok rakyat dari mulai sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan bisa diakses rakyat tanpa halangan berarti.

 

Ini butuh pemimpin yang sebenarnya pemimpin sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya dan kemiskinannya.” (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam).

 

Dan pemimpin sebagaimana yang disebut Rasulullah tidak akan lahir dari sistem demokrasi batil yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan ketika berkuasa. Sebab kekuasaan hanyalah jalan untuk menerapkan syariat Allah. Bukan untuk pribadi manusia itu sendiri.

Baca juga: 

Gamang Diawal Akhirnya Ikut Mengawal

 

Kesejahteraan mutlak diterima oleh rakyat, oleh karena itu Islam mewajibkan negara mengelola sumber daya alam yang dikaruniakan Allah tanpa melibatkan asing atau aseng, dan mengembalikan kepada rakyat (sebagai pemilik karena SDA adalah kepemilikan umum) dalam bentuk zatnya, misal BBM dengan harga murah atau gratis dan dalan bentuk pembangunan fasilitas publik yang dibutuhkan rakyat.

 

Baitulmal masih akan mendapatkan aliran pendapatan dari pos kepemilikan negara, zakat, waqaf, bea cukai, harta ghulul, harta orang murtad, fa’i, jizyah, kharaz, barang temuan dan lainnya. Yang sangat lebih dari cukup membiayai seluruh kebutuhan negara mengurusi rakyatnya. Setiap kebijakan didasarkan apa yang diwajibkan dan dilarang oleh syara. Negaralah penjaganya, apakah dengan fakta ini masih muncul keraguan dalam hati kita akan kebenaran janji Allah bahwa Islam akan dimenangkan lagi atas semua agama di dunia ini? Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *