Ketika Impor Tetangga Lebih Ramai

Suara Netizen Indonesia-Satu keadaan yang sungguh ironi, ketika banjir produk Cina di tengah tumbangnya pabrik tekstil Indonesia. Jika peribahasa mengatakan rumput tetangga lebih hijau, kita hari ini bisa katakan, impor tetangga lebih ramai. Amat sangat dipertanyakan dimana peran negara?

 

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menilai pemerintah enggan mengambil risiko besar untuk menyelamatkan industri tekstil. Andry  melihat pemerintah justru  lebih memprioritaskan hilirisasi di bidang pertambangan dibanding mengurus industri tekstil dan industri pakaian jadi di Indonesia.

 

Andry pun sangat menyayangkan sikap pemerintah yang seolah  ‘menganaktirikan’ industri tekstil. Padahal kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia tak bisa dianggap enteng.  (CNN Indonesia, 9/8/2024).

 

Pada 2023 industri pengolahan non migas memberikan kontribusi sebesar 16,8 persen terhadap PDB. Dengan adanya serbuan barang impor dari Cina, semakin membuat industri dalam negeri terpuruk. Dan pasti akan berdampak pada PDB.

 

Bagaimana tidak, produk Cina yang membanjiri Pusat Grosir Tanah Abang, Jakarta didominasi pakaian anak termasuk baju bayi dengan kualitas buruk bahkan tanpa label SNI.  Padahal, pakaian anak dan pakaian bayi termasuk produk yang harus memenuhi SNI alias berlaku SNI Wajib(cnbc indonesia.com, 10/8/2024).

 

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan akan membentuk satuan tugas (satgas) pemberantas impor ilegal. Satgas pun akan fokus pada tujuh komoditas, yakni tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki. Satgas terdiri dari Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, kementerian/lembaga terkait, dan Kadin Indonesia (cnnindonesia.com, 14/8/2024)

 

Selalu yang menjadi solusi andalan pemerintah adalah pembentukan satgas. Padahal berdasarkan analisis yang dilakukan INDEF terhadap respons masyarakat di media sosial X, ditemukan sebanyak 64,09 persen warganet tidak percaya dengan satuan tugas (satgas) impor efektif untuk mengatasi impor ilegal.

 

Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto menjelaskan, pembentukan satgas sebelumnya tidak memberikan efek yang signifikan.  Penggerebekan gudang barang ilegal di samping mendapatkan apresiasi juga mendapatkan kritik netizen. Semestinya ada evaluasi,  masyarakat pun menjadi skeptis, sebab setiap ada persoalan pemerintah membentuk satgas.

 

Bukankah semestinya pemerintah tak hanya ikut dalam perdagangan bebas CAFTA  (China-ASEAN Free Trade Area) yang kemudian bertujuan membentuk kawasan perdagangan bebas antara negara ASEAN dan Cina, tapi juga melihat bagaimana di  Cina, suasana bisnis banyak mendapatkan dukungan dan subsidi negara. Sedangkan di negara kita subsidi ditarik atau dikorupsi, rakyat dibiarkan berusaha sendiri. Penguasa kita sekaligus pengusaha sehingga mindsetnya hanya untung rugi dalam mengurusi urusan rakyatnya. 

 

Akibatnya industri tekstil dalam negeri terus terpuruk, banyak yang tutup hingga  PHK terus bermunculan gelombang demi gelombang.  Negara seolah tak berdaya dalam mengatasi kebangkrutan industri tekstil. Tidak ada perlindungan terhadap produk tekstil dalam negeri.

Baca juga: 

Oh Agustus Apakah Kita Sudah Merdeka?

Inilah konsep ekonomi kapitalisme, dimana pihak negara diberi peran seminimalis mungkin sekadar legalkan kebijakan, sementara eksekutornya adalah para pemilik modal. Yang paling keji adalah penandatangan kerjasama ekonomi untuk ciptakan pasar bebas seperti CAFTA. Barang produksi apapun bisa masuk ke pasar Indonesia tanpa ada pajak dan lain-lain.

 

Sebetulnya kebijakan itu bagus jika pemerintah Indonesia fokus sebelumnya terjadinya proses impor ekspor, yaitu negara seratus persen mensuport industri dalam negeri, hingga mampu mendiri dan tidak bergantung pada negara lain.

 

Bagaimana Solusi Islam?

 

Islam mewajibkan negara untuk menyiapkan sistem bisnis yang kuat dan sehat, sehingga terjadi kompetisi yang sehat.  Negara juga memberikan support dalam berbagai bentuk, mulai dari kebijakan yang kondusif hingga pemberian bantuan modal dan lain-lain, termasuk melindungi industri dari gempuran impor.

Baca juga: 

Gamang Diawal Akhirnya Ikut Mengawal

 

Hal ini berkaitan juga dengan kualitas pendidikan. Dimana kurikulum pembelajarannya didasarkan pada akidah Islam sehingga mampu mencetak generasi yang bersyaksiyah Islam dimana pola pikir dan pola sikap selaras dengan ajaran Islam. Islam juga menerapkan sanksi dan hukum yang adil bagi umatnya. Sehingga rasa aman terjamin.  

 

Dalam Islam suasana persaingan bisnis tetap sehat, semua terlindungi dalam regulasi yang bersumber dari aturan Allah dan RasulNya. Tak ada yang terzalimi, apalagi di hadapan negara lain,  bukan pembebek tapi pemimpin sejati yang hanya takut kepada Allah SWT.

 

Rasulullah saw. Bersabda, “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim.” (HR Tirmidzi).Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

Artikel Lainnya

Thrifting Bikin Presiden Pusing?

Maraknya Impor Pakaian bekas sebenarya sudah terjadi sejak lama. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan masyarakat akan suply pakaian untuk memenuhi kebutuhan pakaian bermerk dengan harga murah karena gaya hidup yang hedonis dan brandedmind. Di sisi lain, hal tersebut juga menunjukkan potret kemiskinan yang terjadi di tengah masyarakat yang membutuhkan pakaian dengan harga murah.

Maka aneh rasanya jika sekarang dipersoalkan, bahkan oleh Presiden yang merasa pusing gara-gara Thrifting. Padahal Kepala Negara dan Sistem yang diterapkan oleh Negara merupakan pemegang solusi untuk mengatasi permasalahan rakyatnya.
Permasalahan industri tekstil ini sebenarnya ada di tangan negara karena terkait kebijakan impor, insentif untuk industri dan lain-lain. Namun sayangnya, kebijakan pemerintah sendiri yang justru makin mendorong industri tekstil ini ke tepi jurang kebangkrutan, yaitu dengan membuka celah impor selebar-lebarnya. Akhirnya thrifting sekarang makin banyak sehingga memunculkan opini mengganggu UMKM.

Seharusnya Pemerintah bisa mendukung industri tekstil dengan menutup pintu impor, atau setidaknya membatasinya, yaitu hanya membolehkan impor tekstil khusus untuk produk yang tidak bisa diproduksi di Indonesia. Hanya saja, semua solusi tersebut bisa terlaksana jika penguasa memahami posisi dirinya sebagai raa’in dan mas’ul (pengurus dan penanggung jawab) urusan rakyat.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *