Gamang Diawal, Akhirnya Ikut “Mengawal”

Suara Netizen Indonesia–Awalnya gamang, tak menjawab secara tegas iya meski juga tak menolak, organisasi keagamaan terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah akhirnya memutuskan mengikuti langkah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan menerima izin usaha pertambangan (IUP). Anwar Abbas, Pengurus Pimpina. Pusat Muhammadiyah mengatakan hal ini sudah diputuskan dalam rapat pleno (tempo.co, 25/7/2024). 

 

Persetujuan itu, menurut Anwar ditambah beberapa catatan ,pertama pengelolaan harus dilakukan dengan menjaga lingkungan, kedua Muhammadiyah harus menjaga hubungan baik dengan masyarakat yang terdampak oleh tambang tersebut. 

 

Sebenarnya, sebelum diputuskan menerima muncul imbauan dari kelompok anak muda kader Muhammadiyah untuk menolak IUP dari pemerintah. Imbauan itu disampaikan melalui petisi di platform change.org dan ditandatangani oleh ribuan orang. Parama, Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah, mengatakan petisi itu dibuat tidak mengatasnamakan organisasi tertentu dan murni atas nama individu. Bisa jadi ini faktor yang lemah sehingga sidang pleno pengurus Muhammadiyah tetap memutuskan menerima secara resmi. 

Baca juga:

Beban Keluarga Bertambah, Bisakah Bahagia?

 

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, tawaran izin tambang dari pemerintah sudah disampaikan secara resmi melalui Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada rapat Pleno PP Muhammadiyah pada 13 Juli 2024 lalu (cnbcindonesia.com, 25/7/2024). 

 

Seperti kita ketahui, Presiden Joko Widodo telah resmi memberikan ruang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk bisa mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) di Indonesia dengan disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

 

Beleid ini ditetapkan di Jakarta dan ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Mei 2024 ini menurut Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria dalam diskusi publik Fraksi PAN DPR RI dengan tema “Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang untuk Ormas Keagamaan” di Jakarta tidak gratis. 

 

Bagi ormas keagamaan yang bakal mendapat hak pengelolaan tambang, mereka harus wajib membayar biaya kompensasi data informasi (KDI) (cnbcindonesia.com, 26/6/2024). Selain itu juga berkewajiban mempunyai badan usaha, proses ini akan dilaksanakan oleh Satuan tugas (Satgas) yang dibentuk pemerintah, yang akan mengadakan penataan penggunaan lahan dan penataan investasi. 

 

Bagi-bagi Kue Kekuasaan Kian Merenggut Idealisme 

 

Yang semula kita berharap tidak akan diterima, ternyata terpaksa kita dibuat kecewa. Bagaimana kampanye mereka dan para pengikutnya, masih terngiang di telinga dan jelas di pelupuk mata apa yang selalu mereka banggakan yaitu sebagai organisasi keagamaan terbesar kedua di Indonesia, yang terkaya, memiliki sumber-sumber kekayaan kuat dan besar. Rasanya mustahil masih membutuhkan izin pengelolaan tambang sebagai tambahan pendapatan. Nyatanya? 

 

Baca juga: 

Mabuk Sekadar Tren atau Gaya Hidup?

 

Namun inilah sistem kapitalisme-demokraai, yang niscaya merenggut idealisme siapa pu termasuk organisasi berbasis Islam. Padahal, jika ditelisik lebih dalam, kebijakan ini tidak tepat, bahkan sangat berbahaya. 

 

Pasalnya ormas keagamaan memiliki tupoksi yang berbeda dengan perusahaan tambang. Hal ini akan berdampak pada disorientasi dan disfungsi kelembagaan. Terlebih jika benar asas organisasi mereka adalah Islam, yang sangat jelas mengatur bagaimana pengelolaan tambang dan apa posisi ormas di tengah masyarakat. 

 

Bagi-bagi kue kekuasaan tak bisa dihindari, sebagaimana mereka masih yakin meramu kebangkitan dan perubahan hakiki melalui demokrasi. Politik balas budi ini telah terbukti membuat kelu lidah untuk menyampaikan yang haq. Padahal tugas organisasi keagamaan telah dijelaskan dalam firman Allah SWT. yang artinya, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (TQS ali-Imran:104).

 

Bagaimana bisa mencegah dari yang mungkar jika mereka begitu berambisi mengelola tambang yang sejatinya menjadi kepemilikan rakyat dan wajib dikelola negara, bukan swasta baik lokal maupun asing apalagi ormas. Yang mereka zalimi bukan satu orang tapi seluruh rakyat, Astaghfirullah.

 

Bagaimana bisa menyeru kepada kebajikan atau menyuruh kepada yang makruf, jika syarat mereka begitu mudah yaitu jaga lingkungan dan jaga hubungan baik masyarakat setempat? Dan negara hanya menerima pembayaran kompensasi KDI, bagaimana dengan fungsi negara yang hakiki, yaitu mengurusi urusan rakyat? Bisa jadi hanya kesejahteraan anggota ormas saja yang terwujud, dan apakah tidak ada kemungkinan perpecahan internal, sebab terkait harta yang berlimpah sangatlah sensitif. Sebagaimana waris yang seringkali memutus hubungan anak dengan orangtua. 

 

Islam Solusi Hakiki Wujudkan Kesejahteraan Rakyat

 

Meski sempat terlontar komentar dari anggota dewan bahwa pemberian izin pengelolaan tambang ini sudah tepat yaitu agar organisasi punya dana besar untuk pembiayaan operasional tanpa harus menjajakan proposal ke setiap pintu dan lembaga, namun sejatinya bukan tujuan sejati sebuah ormas. 

 

Dalam Islam, tambang adalah bagian dari Sumber Daya Alam (SDA) yang menjadi milik umum, yang dikelola oleh negara untuk dikembalikan kepada rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput [gembalaan], dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1140).

 

Artinya tidak dibenarkan SDA diobral kepada pihak lain atau investor , baik swasta maupun lokal, sebab, mindset yang dibangun berbeda, yaitu hanya untuk mendapatkan keuntungan, pun kepada rakyat sebagai pemilik sejatinya. Semakin banyak yang dieksplore maka akan makin banyak syarat yang diajukan, semakin parah sebab tugas negara menjadi sekedar meresmikan kebijakan demi kebajikan, meski dengan kewenangan yang ada padanya bisa digunakan untuk sepenuhnya mengurusi rakyatnya. 

 

Baca juga: 

Jangan Bilang Film Bukan Untuk Pendidikan!

 

Pengelolaan tambang oleh negara akan menguntungkan negara. Sebab, tambang yang sumbernya begitu berlimpah di negeri ini, sangat mungkin memberikan manfaat berlimpah tak sekadar zatnya tapi juga keuntungannya dari harga jual. Hasilnya disimpan di Baitulmal untuk kemudian disalurkan negara, dalam hal ini Khalifah yang memutuskan untuk membangun fasilitas umum dan kebutuhan pokok rakyat seperti rumah sakit, sekolah, jembatan dan lainnya. 

 

Semua ini tak akan berjalan dengan baik jika kapitalisme- demokrasi masih dianggap baik, sudah seharusnya dikembalikan pada pengaturan Islam saja sebagaimana perintah Allah SWT,”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (TQS Al-Ahzab:36). Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *