Masyarakat pun bertanya-tanya apa sebenarnya fungsi dari kehadiran organisasi keagamaan -dalam hal ini organisasi dakwah Islam- di tengah-tengah umat?
Mengutip pernyataan Syaikh Taqqiyudin An-Nabhani dalam kitab Mafahim, kehadiran kutlah atau organisasi adalah berdakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam, kutlah atau organisasi berperan untuk mencerdaskan umat dengan pemahaman Islam yang shahih dan mengajak umat untuk menerapkan Islam secara sempurna dalam setiap lini kehidupan baik kehidupan individu, kehidupan bermasyarakat, hingga kehidupan bernegara.
Kutlah Islam juga berkewajiban melakukan amar dakwah bil hukkam atau menasihati penguasa dalam mengurusi urusan umat agar sesuai dengan syariat.
Inilah fungsi kultah Islam yang benar, sesuai dengan dalil dalam Al-Quran :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang bertugas untuk menjalankan perintah Allah dalam mengajak kepada kebaikan, memerintahkan untuk berbuat kebaikan, dan melarang kemungkaran, merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imron : 104)
Maka terkait pengelolaan tambang, Rasulullah pernah bersabda;
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Api yang dimaksud adalah tambang gas, batu bara dan minyak bumi, pada masa Rasulullah, para Khulafaur Rasyidin, para tabiin dan tabi’ut hingga kekhilafahan Utsmani dahulu mengelola tambang tersebut untuk kemaslahatan seluruh manusia, tidak diberikan pengelolaannya kepada korporasi swasta maupun asing apalagi kepada kutlah/organisasi.
Oleh sebab itu, seharusnya NU memahami bahwa peraturan ini menyalahi syariat. NU sebagai organisasi besar di Indonesia harusnya bersama umat menyeru pemerintah untuk mengelola tambang secara mandiri agar hasilnya dapat diberikan kepada masyarakat, bukan menjadi yang paling bersemangat menerima konsesi tambang yang hasilnya hanya akan dinikmati oleh kalangan NU.
Allahua’lam. [SNI]
Komentar