Fungsi Kutlah Islam Sesungguhnya

Ilustrasi : Dakwah. Sumber : iStock
Suara Netizen Indonesia __ Pada 30 Mei lalu Presiden resmi mengesahkan peraturan yang mengizinkan organisasi keagamaan untuk mengelola tambang, yakni melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
 
Nahdlatul Ulama (NU) menjadi organisasi keagamaan yang paling setuju dengan Peraturan ini. Dengan dalih dapat menjadi keran pemasukan untuk mendongkrak keuangan organisasi tersebut yang sudah lama mengalami kekurangan dana pemasukan.
 
Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi mengatakan bahwa NU akan mendapatkan jatah tambang batu bara bekas penciutan lahan milik PT Kaltim Prima Coal (KPC) anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) milik Bakrie Grup, seluas 84.938 hektare (ha) dengan produksi batu bara mencapai sekitar 61 juta – 62 juta ton.
 
Hal ini tampaknya memang sesuatu yang dinantikan oleh NU mengingat Presiden Jokowi pada tahun 2021 lalu pernah menjanjikan konsesi pertambangan mineral dan batu bara kepada generasi muda NU agar dapat “menggerakkan gerbong-gerbong ekonomi kecil”.
 
Peraturan ini pun menuai pro dan kontra banyak pihak. Melky Nahar, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai bahwa alasan pemerataan ekonomi yang dilontarkan pemerintah hanyalah “dalih obral konsesi demi menjinakkan ormas-ormas keagamaan”.
 
Menurutnya pemerintah harus mencabut aturan tersebut. Ormas-ormas keagamaan juga diminta berpikir ulang untuk menerima tawaran pemerintah mengingat banyak korban tambang justru adalah masyarakat yang notabene nya merupakan jemaah mereka juga.
 
Masyarakat pun bertanya-tanya apa sebenarnya fungsi dari kehadiran organisasi keagamaan -dalam hal ini organisasi dakwah Islam- di tengah-tengah umat?
 
Mengutip pernyataan Syaikh Taqqiyudin An-Nabhani dalam kitab Mafahim, kehadiran kutlah atau organisasi adalah berdakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam, kutlah atau organisasi berperan untuk mencerdaskan umat dengan pemahaman Islam yang shahih dan mengajak umat untuk menerapkan Islam secara sempurna dalam setiap lini kehidupan baik kehidupan individu, kehidupan bermasyarakat, hingga kehidupan bernegara.
 
Kutlah Islam juga berkewajiban melakukan amar dakwah bil hukkam atau menasihati penguasa dalam mengurusi urusan umat agar sesuai dengan syariat.
Inilah fungsi kultah Islam yang benar, sesuai dengan dalil dalam Al-Quran :
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang bertugas untuk menjalankan perintah Allah dalam mengajak kepada kebaikan, memerintahkan untuk berbuat kebaikan, dan melarang kemungkaran, merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imron : 104)
Maka terkait pengelolaan tambang, Rasulullah pernah bersabda;
Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Api yang dimaksud adalah tambang gas, batu bara dan minyak bumi, pada masa Rasulullah, para Khulafaur Rasyidin, para tabiin dan tabi’ut hingga kekhilafahan Utsmani dahulu mengelola tambang tersebut untuk kemaslahatan seluruh manusia, tidak diberikan pengelolaannya kepada korporasi swasta maupun asing apalagi kepada kutlah/organisasi.
 
Oleh sebab itu, seharusnya NU memahami bahwa peraturan ini menyalahi syariat. NU sebagai organisasi besar di Indonesia harusnya bersama umat menyeru pemerintah untuk mengelola tambang secara mandiri agar hasilnya dapat diberikan kepada masyarakat, bukan menjadi yang paling bersemangat menerima konsesi tambang yang hasilnya hanya akan dinikmati oleh kalangan NU.
 
Allahua’lam. [SNI]

Artikel Lainnya

Kisruh Pengelolaan Nikel: Korupsi vs Hilirisasi

Dilansir dari BBC News Indonesia.com, kasus korupsi pada tambang nikel ilegal di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara, yang mana kasus ini menjerat sejumlah pengusaha hingga pejabat, ini menunjukkan masih terbukanya “celah untuk kongkalikong” di tengah tata kelola industri nikel yang sedang “carut marut”, ujar sejumlah pegiat lingkungan dan antikorupsi.

Penyalahgunaan jabatan dan wewenang kembali terjadi. Hal ini erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan, yang memungkinkan terjadinya ekonomi transaksional . Dalam mekanisme ini jelas menguntungkan pengusaha.

Kebijakan pemerintah ini juga mendapatkan kritikan dari Mulyanto, anggota Komisi 7 DPR RI. Ia meminta pemerintah segera mengevaluasi total program hilirisasi nikel yang berlangsung selama ini. Mulyanto menduga program ini hanya untuk menguntungkan investor asing tapi merugikan negara.
Kebijakan yang dianggap akan memandirikan negara dalam pertambangan, pada faktanya tetap bergantung pada investasi termasuk investasi asing. Tentu saja hal ini akan membahayakan kedaulatan negara.
Beginilah dampak kebijakan yang dihasilkan dari sistem kapitalisme neoliberal. Kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh negara terus diarahkan pada kepentingan Para pemilik modal. Negara pada saat ini hanya bertindak sebagai regulator saja yang melayani kebutuhan para kapital yang mengatasnamakan rakyat. Sementara peran utamanya sebagai pelayan rakyat atau umat diabaikan, hal ini didukung dengan prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada pihak individu atau swasta asing.
Hal ini tentu sangat tidak sama dengan pengelolaan tambang dalam Islam. Karena Islam memiliki mekanisme pengaturan dan pengelolaan Sumber Daya Alam dan pencegahan korupsi yang efektif melalui tiga pilar tegaknya hukum. Ketiga pilar itu adalah ketaqwaan individu, masyarakat yang peduli dan negara yang menerapkan syariat Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *