“Rawan Pangan” Imbas Imperialime Modern

“Rawan Pangan” Imbas Imperialisme Modern

Oleh : Indriani, S. Pd
(Aktivis Muslimah, Ngaglik,DIY)

 

SuaraNetizenIndonesia – Dilansir dari ROMA (ANTARA) bahwa jumlah penduduk dunia yang menghadapi rawan pangan akan melonjak sekitar 282 juta orang pada 2023, informasi dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada Rabu 24 April. Disampaikan pula oleh FAO dalam Laporan Krisis Pangan Global terbaru, terdapat peningkatan sebanyak 24 juta orang sejak tahun 2022. Badan PBB itupun menyerukan “respons darurat” karena penduduk dunia di ambang kelaparan meningkat lebih dari 700.000 orang pada tahun lalu, yang bisa dikatakan hampir dua kali lipat dari angka yang tercatat pada tahun 2022. “Salah satu temuan paling penting (dalam laporan tersebut) adalah bahwa persentase populasi yang dikaji untuk masalah kerawanan pangan akut masih sangat tinggi pada 2023,” ucap Direktur FAO untuk Kedaruratan dan Ketahanan Rein Paulsen dengan nada memperingatkan.

 

Kebutuhan mendasar bagi setiap manusia berupa pangan merupakan hal yang sangat fundamental terpenuhi. Menganalisa dari hal tersebut, banyak hal yang perlu dikaji secara global berkaitan dengan pasokan pangan dunia, lahan pertanian yang memadai dan suplay pupuk yang menyokong pertanian untuk menghasilkan panenan berkualitas, hingga pendistribusian yang memadai.

 

Berkaca pada wilayah Belanda yang saat ini maju dalam pertaniannya, dikarenakan negara sangat memperhatikan kebutuhan dasar bagi masyarakatnya dan berbagai penemuan juga riset dilakukan, meski dalam wilayah yang kecil namun mampu memproduksi gandum berlipat-lipat hingga menjadi negara pengekspor bahan makanan, sektor pertanian dan pangan termasuk dalam Top Sector dari prioritas ekonomi Belanda menukil dari artikel detiknews, “Pada Belanda Kita Belajar Tani dan Pangan.”

 

Akutnya kelaparan yang mengancam berbagai belahan dunia, mekanisme sistem ekonomi kapitalisnya pemicunya yang memang tidak memiliki aturan pokok untuk mampu menjamin kesejahteraan rakyat. Baik minimnya lapangan kerja dan upah rendah yang membuat rakyat berjibaku sendiri dalam pemenuhan kebutuhan pangan, ditambah salah tata kelola lahan menjadi infrastruktur para investor, maka darurat rawan panganlah taruhannya.

 

Dengan penerapan sistem kapitalis sepaket dengan imperialisme modern inilah, penguasaan sumber daya alam timpang untuk dinikmati semua kalangan. Tentunya yang baik gizinya dan terpenuhi kebutuhannya hanyalah orang-orang yang berduit saja, sedangkan yang miskin seadanya, bisa dikatakan imperialisme modern yang tidak jauh beda dengan sistem feodalisme/ imperialisme kuno.

 

Islam lengkap dengan model sistem ekonomi yang tentunya akan menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu. Konsep kepemilikan dalam Islam menjadikan pengelolaan SDA oleh negara yang akan menjadi sumber pemasukan untuk memberikan layanan publik berkualitas dan gratis.

 

Penguasaan akan SDA tentu memberikan jaminan akan terbukanya lapangan kerja yang sangat luas dan banyak varian, dengan upah gaji yang besar sehingga terpenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Adapun kesehatan, pendidikan dan keamanan memperoleh jaminan langsung oleh negara pula.

 

Untuk itu, urgensi sistem Islam segera diterapkan, bukan darurat rawan pangan harus tuntas terselesaikan?

Wallahu’am bisshowab.

Artikel Lainnya

Pupuk Sulit Dicari, Petani Gigit Jari

Satgassus Antikorupsi Polri mengungkapkan berdasarkan temuan pengalaman petani di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat juga NTT, mereka harus menempuh jarak sekitar 80 km untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Saat memantau pendistribusian pupuk bersubsidi di NTT pada 18-22 Juni 2024. Berdasarkan temuan tersebut, tim tersebut merekomendasikan agar Kementerian Pertanian menetapkan dalam petunjuk teknis (juknis ) jarak maksimal antar kios petani. Satgasus juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan BUMDes dan Koperasi Desa (KUD) sebagai kios yang lokasinya dekat dengan lokasi petani. (Berita Satu, 23 Juni 2024)

Dikutip dari laman Muslimah News, OPINI “Tujuannya ingin menyediakan subsidi, tapi tidak bisa menjadi solusi. Meski ingin membantu petani, tapi malah membuat mereka gigit jari. Akses terhadap pupuk bersubsidi masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Sulit sekali petani harus berjuang untuk mendapatkannya.

Seluruh rangkaian permasalahan itu karena sistem dan kebijakan penguasa yang masih berorientasi pada ideologi kapitalisme. Negara belum serius meriayah sektor pertanian. Berbeda dengan sistem kepemimpinan & kepemerintahan Islam (Khilafah) yang meninjau pentingnya sektor pertanian bagi ketahanan pangan, Khilafah akan berusaha meriayah dengan cara menerapkan berbagai mekanisme untuk membantu usaha dan kehidupan petani agar lebih sejahtera. Pertama, kemandirian bahan baku pupuk. kedua, Negara mendorong semua orang untuk bersekolah menjadi ahli di bidangnya termasuk bertani. Ketiga, negara mendistribusikan pupuk secara merata. Keempat, negara mengakui kondisi lahan mati yang layak dipulihkan melalui pertanian. Bagi pemilik tanah yang menelantarkan tanahnya dalam jangka waktu 3 tahun.

Sehingga bisa dilihat bagaimana rincinya sistem kepemerintahan dalam Islam yaitu khilafah yang sangat memperhatikan pada sektor pertanian, karena sektor ini merupakan sumber pangan negara. Ketahanan pangan akan terjamin & terwujud jika negara menerapkan sistem Khilafah yang dimana bisa menerapkan syariat Islam secara kaffah.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *