Google Doodle Hari Perempuan Sedunia 2024
Google Doodle adalah perubahan logo khusus dan sementara di beranda Google yang dimaksudkan untuk memperingati liburan, acara, prestasi, dan tokoh sejarah terkemuka (Wikipedia).
Hari ini, 8 Maret 2024, bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia, Google Doodle menampilkan sejumlah karakter perempuan lintas usia, mulai dari perempuan muda hingga lanjut usia. Ketiganya dibingkai dalam garis menyerupai lingkaran. Bingkai itu juga melambangkan huruf “O” kedua dari kata “Google”. Secara umum doodle hari ini dibalut dengan kelir terang dan warna-warni serta aneka aksesori.
Peringatan Hari Perempuan Sedunia kali ini menurut Google difokuskan pada isu-isu seperti kesenjangan upah gender dan ras, hak-hak reproduksi, hingga pencegahan kekerasan terhadap perempuan.
Di dalam negeri, peringatan Hari Perempuan Internasional diwarnai aksi sejumlah massa dari berbagai organisasi perempuan di Kawasan Patung Kuda, Monas, Jumat (8/4/2024). Dalam aksinya mereka meminta pemerintah untuk wujudkan kebijakan yang mendukung penghapusan kekerasan dan melindungi perempuan (republika.co.id, 8/3/2024).
Mengutip laman resmi komunitas International Women’s Day (IWD), peringatan Hari Perempuan Sedunia menjadi hari untuk merayakan pencapaian perempuan di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan politik secara global. Selain itu, perayaan hari ini juga menjadi penyuaraan untuk mempercepat kesetaraan gender bagi perempuan.
Tema yang dikampanyekan pada Hari Perempuan Sedunia 2024 yakni, “Inspire Inclusion”. Dari penetapan tema ini diharapkan agar dapat menjadi inspirasi dengan saling memahami dan menghargai inklusi perempuan. Jika perempuan itu sendiri telah terinspirasi dan memunculkan relevansi, maka dapat tercipta dunia yang lebih baik.
Sejarah Panjang Peringatan Hari Perempuan Internasional
Pada tahun 1908, terjadi banyak kerusuhan dan krisis yang menyebabkan penindasan terhadap perempuan. Hingga akhirnya, sekitar 15.000 perempuan melakukan demo terkait hak-haknya di New York City.
Tahun 2010 seorang wanita bernama Clara Zetkin, aktivis dan pembela hak-hak perempuan mengajukan gagasannya dalam Konferensi Internasional Perempuan Pekerja di Kopenhagen, Denmark. Konferensi tersebut dihadiri lebih dari 100 perempuan dari 17 negara, yang mewakili serikat pekerja, partai sosialis, dan klub perempuan pekerja.
Para peserta konferensi mengamini ide Zetkin untuk menetapkan adanya Hari Perempuan Internasional (kompas.com, 8/3/2024). Kemudian, di tahun 1975 untuk pertama kalinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut memperingati Hari Perempuan Sedunia.
Selanjutnya, pada tahun 1997 PBB mengumumkan tema tahunan “Women at the Peace table”, tahun 1998 “Women and Human Rights”, tahun 1999 “World Free of Violence Against Women”, dan seterusnya.
Tahun 2011 Presiden Barack Obama menetapkan bulan Maret 2011 sebagai “Women’s History Month”. Hal tersebut berdasarkan pada peringatan tepat ke-100 tahun Hari Perempuan Sedunia di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss sejak tahun 1911. Tahun 2023 lalu Google Doodle juga menggunakan Hari Perempuan Sedunia sebagai logo dengan tema “Dare To Be” (detik.com, 8/3/2024).
Jalan Panjang Menuju Kesetaraan
Setelah 100 tahun berlalu, terus berganti tema namun dengan program yang sama yaitu menuntut kesetaraan, menolak kekerasan dan hak-hak reproduksi ternyata belum mencapai ujung. Jangankan sukses, jalan panjang ini ternyata masih menyisakan tanya, sampai kapan? Pantas saja tema tahun ini adalah “Inspire Inclusion”.
Inspirasi untuk inklusifitas, maunya dunia memahami perempuan dan memberikan ruang yang setara bagi segala potensi yang dimilikinya tanpa memandang bahwa penciptaan fisiknya saja sudah berbeda. Seolah perempuan jika diberi ruang maka “Boom” seluruh persoalan yang menjerat hilang dan nasib jadi membaik.
Selama kapitalisme yang asasnya sekuler, pemisahan agama dari kehidupan. Maka jalan panjang pencapaian tujuan ini akan semakin panjang, sebab kiblat inspirasinya adalah dunia barat. Dimana perempuan adalah komoditas. Mereka menetapkan nilai seorang perempuan hanya dalam ukuran materi atau yang nampak lahiriahnya saja, entah itu fisik maupun potensinya. Didoronglah perempuan untuk berdaya, agar ia lebih bernilai dan jauh dan lebih sejahtera.
Barat Justru Memanfaatkan Perempuan Untuk Kepentingan Mereka Semata
Jargon perempuan berdaya lebih sejahtera terus didengungkan, sebetulnya inilah tipu muslihat kafir barat. Perempuan di sisi lain di dorong untuk berkespresi, di sisi lain perempuan juga diperas untuk menjadi pangsa pasar strategis mereka.
Dengan kata lain yang dimaksud pemberdayaan perempuan adalah dengan bekerja baru bisa sejahtera. Tahun 2019 saja, ada 7,5 juta perempuan Indonesia menjadi tulang punggung keluarga karena kemiskinan. Lebih dari 2,5 juta menjadi TKW meninggalkan keluarga mereka, padahal ancaman kekerasan, trafiking bahkan pembunuhan berada di depan mata (Republika.co.id, 18/3/ 2019).
Inilah yang menyebabkan hingga kini persoalan perempuan tak pernah selesai, bahkan saat sudah ditangani organisasi terbesar dunia PBB. Bak macan ompong tak juga menghasilkan apapun. Kapitalis memiliki kecacatan alami dalam memandang apa yang menjadi persoalan utama perempuan, seperti penindasan, kekerasan rumah tangga, upah buruh wanita yang murah, pelecehan seksual, dan lain-lain.
Kelompok feminis pun melihat semua permasalahan perempuan muncul akibat dari paradigma patriarki, ketidaksetaraan, dan dominasi laki-laki. Padahal, ketika mayoritas menjalankan pandangan mereka hasilnya semakin hari semakin memburuk. Bukankah bisa dikatakan Peringatan Hari Perempuan Internasional ini hanya seremonial semata? Dan bukankah sejatinya yang mereka usung adalah liberalisme?
Islam Lindungi Perempuan Menyeluruh
Inilah yang harus kita waspadai, seluruh program dalam peringatan Hari Perempuan Internasional adalah racun yang akan mematikan potensi perempuan hakiki yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT, Pencipta manusia, alam dan seisinya.
Inilah bukti pentingnya penerapan syariat Islam, untuk menyelesaikan persoalan manusia, baik itu laki-laki ataupun perempuan. Sistem yang buruk bahkan batil harus dilawan dengan sistem yang sahih lagi berkah.
Dalam Islam, perempuan meskipun mubah untuk bekerja namun tidak diwajibkan untuk menafkahi dirinya sendiri dan harus sama mengerjakan apa yang dikerjakan pria. Perempuan sepanjang hidupnya dinafkahi oleh orangtuanya jika belum menikah, suaminya jika sudah menikah dan negara jika tak ada satu pun yang menanggung nafkahnya termasuk kerabatnya.
Perempuan bisa beraktifitas di luar rumahnya jika menutup aurat dengan sempurna, dan jenis pekerjaannya bukan pekerjaan dengan mengeksploitasi tubuh dan anggota badannya, sebab inilah kemuliaan yang dikaruniakan Allah. Perempuan bukan komoditas, kecantikan paras dan fisiknya bukan konsumsi umum.
Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan , kesehatan dan keamanan. Seluruhnya ditanggung Baitulmal, sebagai sistem keuangan negara yang berasal dari pengelolaan kepemilikan umum ( tambang, energi dan SDA), kepemilikan negara ( barang yang ditetapkan syariat menjadi milik negara, misal proteksi tanah hima dan zakat.
Dengan mekanisme ini, memungkinkan negara secara nyata menciptakan kesejahteraan semua rakyat terutama perempuan. Pria wanita sama di hadapan syariat. Hanya saja, Allah memberi keistimewaan kepada perempuan untuk hamil, melahirkan ,menyusui dan mengasuh anak. Syariat juga menaklif (memberi beban syariat) perempuan untuk menjadi pendidik bagi anak-anaknya dan mengatur rumah tangga.
Karunia ini diberikan kepada Allah swt kepada perempuan dengan maksud agar generasi manusia tidak punah sekaligus yang menjadi rahasia hidup. Tak perlu hari-hari khusus untuk menjadikan perempuan istimewa, sebab negara berdasarkan syariat sudah menjadi support sistem yang baik .
Allah swt. Berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan”.(TQS. Al-Anfal : 24) . Wallahualam bissawab.
Komentar