Narasi Khilafah, Saatnya Masuk ke Dalam Relung Hati Umat

 

Akademisi dari Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada Mohammad Iqbal Ahnaf mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk mewaspadai narasi-narasi kebangkitan Khilafah. Pasalnya, narasi-narasi itu dapat kembali menemukan momentumnya pada 2024 atau tepat 100 tahun runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah.

 

“Potensi ancaman dari ideologi transnasional itu akan selalu ada. Gagasan Khilafah yang ditawarkan menjadi semacam panasea atau obat segala penyakit dan mampu menyembuhkan kekecewaan, ketidakadilan, dan emosi negatif lainnya, jelas (itu) menggiurkan bagi beberapa masyarakat,” ujarnya. (Koran.humas.ugm.ac.id, 11-1-2024)

 

Upaya menghilangkan Khilafah dari benak kaum muslim, telah dilakukan pada tahun-tahun terakhir jelang keruntuhannya. Mustafa Kemal dengan antek-anteknya telah dengan tegas menyatakan bahwa Khilafah adalah ancaman bagi Turki, dirinya dan pengikutnya.

 

Berbagai berita bohong telah ia sebarkan, rekayasa fakta yang terjadi di tengah masyarakat pun telah dilakukannya, menjadikan Khilafah sebagai tertuduh atas semua kesengsaraan yang terjadi di tengah masyarakat. Seolah-olah memang betul bahwa Khilafah adalah pemeran utama penyebab hancurnya masyarakat.

 

Khalifah pun menjadi target opininya. Mustafa menebarkan isu di tengah Komite Kebangsaan bahwasanya khalifah telah membantu Inggris dan Yunani, sehingga opini umum yang beredar saat itu terus menyudutkan Kekhilafahan. Mustafa tidak langsung menyerang Khilafah, sebab ia tahu, hal tersebut akan menyerang perasaan keislaman umat.

 

Maka Mustafa menyiapkan perangkat lain untuk mendukung usahanya melenyapkan Khilafah. Ia mendirikan ibukota baru di Ankara, menjadi tandingan ibukota resmi, Istambul. Para ulama hanif yang masih mendukung diterapkannya hukum Allah dalam kehidupan bernegara, satu demi satu ia habisi. Mustafa menutup celah di benak umat, agar tak ada peluang sedikitpun keberadaannya dipikirkan dan dirindukan. Apalagi kemudian diperjuangkan.

 

“Dengan harga apa yang harus dibayar untuk menjaga Republik yang terancam ini dan menjadikannya berdiri kokoh di atas prinsip ilmiah yang kuat? Jawabnya, khalifah dan semua keturunan keluarga ‘Utsman harus pergi dari Turki, pengadilan agama yang kuno dan undang-undangnya, harus diganti dengan pengadilan dan undang-undang modern, sekolah-sekolah kaum modern, sekolah-sekolah kaum agamawan harus disterilkan tempatnya untuk dijadikan sekolah-sekolah negeri non agama,” demikian Mustafa Kemal menyerang Islam dan menancapkan sekularisme di dalam kehidupan kaum muslim. (Ad-Daulatul Islamiyatu)

 

Upaya merintangi tegaknya Khilafah, juga dilakukan oleh Mustafa dan musuh-musuh Islam lainnya melalui pembentukan undang-undang kufur pada administrasi dan pengadilan, menerapkan sistem demokrasi, membentuk partai-partai politik sekuler, menyebarkan opini menentang Khilafah pada media dan pamflet. Kurikulum pendidikan pun diarahkan untuk membentuk kepribadian yang jauh dari Islam. Sehingga output yang lahir adalah generasi yang jauh dari visi misi kebangkitan hakiki.

 

Maka kini ketika muncul narasi-narasi yang menyatakan bahwa Khilafah adalah ancaman, sungguh tak lagi mengejutkan. Jelang peringatan 100 tahun runtuhnya Khilafah, opini ini justru kembali menguat. Khilafah diberi label sebagai ancaman ideologi transnasional, atau label buruk lainnya. Penyesatan opini ini akan membingungkan masyarakat. Sebagian akan menerima opini tersebut, sebagian lainnya akan berusaha mencari tahu kebenarannya. Maka menjadi kesempatan bagi kita untuk menyampaikan ke tengah khalayak bahwasanya Khilafah memang benar ajaran Islam dan harus ada di tengah umat.

 

Sebab pada faktanya Khilafah bukan ancaman. Ia telah menaungi dunia Islam selama kurun waktu 13 abad di dua pertiga dunia, terang benderang, pada rentang sejarah yang panjang. Penuh kesejahteraan dan keberkahan, menjadikan seluruh mata tertuju padanya. Khilafah adalah institusi yang akan menerapkan Islam secara kaffah untuk semua umat manusia di seluruh penjuru dunia. Keberadaannya dijelaskan dalam banyak nas syar’i dan sudah dicontohkan pelaksanaannya oleh Baginda Nabi saw., para sahabat, dan para khalifah setelahnya.

 

Khilafah wajib adanya dan dalil-dalilnya sudah cukup jelas sebagaimana disebutkan pada QS An-Nur: 55, Allah SWT berfirman bahwasanya kata Khilafah di sana, disebutkan dalam bentuk kata kerja “istakhlafa” yang artinya menjadikan seseorang atau satu kaum sebagai khalifah, para pemimpin, pewaris, dan penguasa bumi setelah kaum yang lain.

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka (para khalifah) berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”

 

Ada pula dari Hudzaifah, Rasulullah saw. bersabda, “Di tengah-tengah kalian ada kenabian dan akan berlangsung sekehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah berdasar manhaj kenabian dan berlangsung sekehendak-Nya. Kemudian Allah akan mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada kerajaan yang zalim yang berlangsung sekehendak Allah. Kemudian Allah akan mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada kerajaan yang otoriter berlangsung sekehendak Allah. Kemudian Dia akan mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada Khilafah berdasar manhaj kenabian.” Kemudian beliau (Nabi saw.) diam. (Musnad Ahmad, No. 18406)

 

Jika hari ini kita saksikan beragam kerusakan di berbagai lini kehidupan masyarakat, bukan karena Khilafah. Melainkan akibat penerapan kapitalisme sekularisme, yang tidak sesuai dengan perintah Allah, sehingga menjadikan kehidupan yang jauh dari keberkahan.

 

Al-‘Allamah Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan, “Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum muslim di dunia untuk menerapkan syariat dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.” (Nizham al-Hukmi fi al-Islam)

 

Imam Al-Qurthubi menyebutnya sebagai ‘a’dzamul waajibat, yaitu kewajiban paling agung. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjulukinya sebagai taajul furuudh ‘mahkota kewajiban’. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Imam Al-Ghazali bahwa Khilafah adalah mahkota kewajiban. Alasan Khilafah disebut sebagai taajul furuudh sebenarnya sangat mudah untuk dipahami. Pasalnya, tanpa Khilafah, sebagian besar syariat Islam akan terabaikan; atau dengan kata lain, tanpa Khilafah, hukum-hukum Islam tidak akan terlaksana secara sempurna.

 

Narasi mendiskreditkan Khilafah, sangat berbahaya jika kita diamkan. Pun mengancam generasi, ketika mereka tak lagi mengenali ibu kandungnya. Maka meskipun pemikiran sesat semacam ini, akan terus diaruskan oleh musuh Islam dari waktu ke waktu, untuk mencegah geliat kebangkitan Islam, namun upaya mengembalikan kehidupan Islam wajib dilakukan.

 

Sehingga berbagai rintangan yang menghalanginya pun, wajib kita lawan dengan menyampaikan kebenaran ke tengah umat. Tujuannya agar seluruh kaum muslim merindukan kehidupan yang penuh dengan kebaikan dan bersama-sama mewujudkan penerapan Islam kaffah melalui model pemerintahan Khilafah ala minhajinnubuwwah. Inilah meniscayakan Islam menjadi rahmatan lil alamin. Tsumma takuunu khilaafatan ala minhajin nubuwwah.

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *