Islam Melindungi Perempuan dan Generasi dari Kerusakan

#REPORTASE

Beberapa hari yang lalu, ibu-ibu jamaah kajian Mutiara Islam kembali berkumpul di Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Kajian kali ini spesial ditujukan dalam rangka Hari Ibu dan Agenda Akhir Tahun 2023, dengan mengangkat tema: “Islam Melindungi Perempuan dan Generasi dari Kerusakan.”

 

Hadir dalam acara ini Ustadzah Tria Meriza, S.IP., sebagai narasumber pertama (Influencer Dakwah, Penulis Buku serta Founder Sekolah Muslim Bahagia). Beliau memaparkan bahwa Yogyakarta terkenal sebagai kota pelajar dengan suasana kota yang sangat kondusif bagi mahasiswa untuk menuntut ilmu, keberadaan kampus-kampus besar tertua, sehingga banyak yang menjadi rujukan pendatang.

 

Selain itu, beliau juga menjelaskan bahwa saat ini Yogyakarta juga terkenal dengan label kota wisata. Masyarakat luar daerah Yogyakarta datang secara massal untuk berwisata ke Yogyakarta. Hal ini menjadi generator utama perekonomian demi kepentingan kapitalis yang berdampak juga mahalnya tiap jengkal tanah di kota ini. Imbasnya rakyat pribumi makin sulit punya rumah karena harga tanah selangit.

 

Berkembang juga tempat-tempat hiburan, hotel, club, café, mall, prostitusi, miras, narkoba, perdagangan manusia, pencemaran suara, dan udara, krisis air akibat pembangunan hotel dan apartemen, aktivitas maksiat yang jauh dari Islam, dan budaya belajar mulai ditinggalkan. Hal ini merupakan peluang besar bagi kaum kapitalis. Diperkirakan pengeluaran mahasiswa pendatang perbulan sampai 11.53 milyar perhari, sehingga sektor wisata akhirnya semakin pesat. Gaya hidup hedonis tampak juga pada para mahasiswa yang suka membeli barang branded, hingga liburan ke luar kota. Bahkan, terdapat fakta dan pengakuan seorang siswi SMP yang nekat jual diri untuk beli kuota internet, dan pengakuan perbankan mahasiswa terjerat pinjol untuk penuhi gaya hidup.” Jelas Ustadzah Tria.

 

Beberapa fakta lainnya, di Yogyakarta mulai masuknya proyek-proyek strategis nasional. Dari sini mulai ada kepentingan kaum kapitalis yang menjadi mesin penggusur skala massal yang menimbulkan perampasan ruang hidup dan konflik agraria. Tentu saja, ini membawa penderitaan dan dampak bagi masyarakat. Sejumlah proyek strategis nasional yang masuk ke Yogyakarta, diantaranya pembangunan kawasan wisata nasional di daerah Merapi, proyek Bandara YIA dan beberapa proyek Jalan Tol. Hampir semuanya membawa dampak negatif, tak terkecuali bagi perempuan dan generasi di Yogyakarta. Beberapa fakta yang disampaikan oleh Ustdzah Tria Meriza membuat seluruh peserta yang hadir merasa miris dan prihatin. Terlebih ini terjadi di tengah kehidupan mereka saat ini. Lalu, bagaimana solusi untuk menghadapi berbagai problematik tersebut?

 

Inilah yang akan dipertegas oleh Ustadzah Siti Ambariyah (Mentoring SAMARA, Da’iyah, dan Pemerhati masalah Perempuan dan Generasi) selaku narasumber kedua. Ustadzah Ambar mengungkapkan bahwa berbagai fakta yang terjadi dan membawa kerusakan pada perempuan dan generasi tersebut disebabkan oleh sistem sekulerisme dan kapitalisme yang menjadi pondasi dalam negara. Sistem inilah yang melahirkan kebijakan-kebijakan yang hanya berorientasi pada keuntungan pihak penguasa dan pengusaha saja, sebaliknya merugikan kehidupan masyarakat sekitar dalam jangka panjang.

 

Ustadzah Ambar menjelaskan bahwa sistem kapitalisme sekuler sekarang ini tidak ada jaminan keamanan bagi perempuan dan generasi. Semua bersandart pada asas manfaat dan keuntungan saja. Perempuan dijadikan alat perekonomian di balik simbol pemberdayaan. Sementara di dalam Islam sendiri, perempuan adalah kunci martabat sebuah negara. Dimana wanita tidak diwajibkan bekerja dan kewajiban nafkah ada pada laki-laki yang disuport penuh oleh negara. Bagi perempuan yang sudah tidak mempunyai laki-laki pencari nafkah, maka akan menjadi tanggung jawab negara. Sedangkan untuk generasi muslim, Ustadzah Ambar mengatakan: “Setiap kelahiran anak adalah aset bagi negara, maka pendidikan kurikulum dibuat atau disusun yang terbaik. dan tentu saja, negara melarang hal-hal yang mendatangkan mudhorot dan keharaman.”

Pertanyaannya apakah bisa semua itu dilakukan? Beliau pun menjawab dengan tegas, “Bisa!” Dengan apa? Sistem Khilafah Islamiyah, sistem yang sudah terbukti selama kurang lebih 14 abad ini adalah satu-satunya solusi yang tepat untuk diterapkan. Tegaknya kembali khilafah Islamiyah adalah janji Allah dan bisyarah Rasulullah SAW. setelah berakhirnya fase mulkan jabbariyan sekarang ini.” Imbuh Ustadzah Ambar.

 

Beliau menyampaikan solusi, bagaimana agar perempuan dan generasi terhindar dari kerusakan-kerusakan seperti sekarang ini yaitu melalui penerapan sistem Islam dalam setiap sendi kehidupan dan bernegara.

 

Seluruh peserta kajian mengikuti rangkaian acara sejak awal hingga akhir dengan antusias. Jamaah yang didominasi oleh ibu-ibu ini tidak memungkiri fakta kerusakan yang terjadi saat ini, bahkan ada di lingkungan sekitar mereka juga. Mereka tak dapat mengelakkan rasa kerinduan terhadap tegaknya Islam. Seluruh materi yang disampaikan oleh kedua pemateri berhasil membuka kembali mata peserta dan menguatkan fakta bahwa telah terjadi kerusakan nyata dari sistem kapitalis dan sekuler yang mereka rasakan.

 

Dari sini, sudah selayaknya umat memberikan kontribusi di lingkungan dan daerah kita masing-masing. Memotivasi keluarga dan rekan-rekan kita untuk terus mengkaji Islam secara kaffah. Hanya dengan Islam kaffah, perempuan dan generasi akan terlindungi dari berbagai kerusakan. Dengan penerapan sistem Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, maka Islam rahmatan lil ‘alamiin akan terwujud.

 

Sebelum kajian selesai, salah satu peserta kajian Ibu Sri Rahayu dari Pakem memberikan review bahwa dari fakta kerusakan yang terjadi dan kondisi generasi muda yang tidak baik-baik saja, satu-satunya solusi yakni mengganti sistem kapitalisme sekuler dan kembali pada sistem Islam. Masyaa Allah.

Artikel Lainnya

Kajian: Tanya Jawab Akar Sampai Daun

Mengkaji Islam merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan bagi setiap kaum muslim. Dari forum kajian seorang muslim bisa belajar hukum dan aturan yang telah Allah Swt. turunkan sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi manusia. Seperti halnya agenda rutin yang diadakan sebulan sekali oleh para muslimah di Pakem, Sleman, DIY.

PERAN DAYAH DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN DI ACEH

Istilah Dayah sudah sangat populer dalam masyarakat Aceh. Hubugan Dayah dan masyarakat Aceh sudah terjalin sangat erat, sehingga keeradaan Dayah di tengah-tengah masyarakat sudah dapat diterima dan menjadi sebuah gebrakan perubahan untuk menciptakan suasana social kemasyarakatan yang aman, damai dan berpayungkan hukum-hukum Islam.
Keberadaan Dayah telah ada sejak masuknya agama Islam di Aceh yakni pada tahun 800 M. Pada masa itu para pedagang dan mubaligh yang datang dari Arab berlabuh di pesisir Sumatera. Selain melakukan perdagangan, para pedagang dan mubaligh ini juga sangat aktif dalam menyebarkan agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebarannya maka didirikanlah tempat pendidikan Islam yang pada waktu berfungsi sebagai media transformasi pendidikan Islam kepada masyarakat. Sejarah mencatat bahwa Dayah tertua di Aceh adalah Dayah Cot Kala yang sudah berdiri sejak abad ketiga hijriah. Dayah ini menjadi pusat pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara dengan tenaga-tenaga pengajar yang berasal dari Arab, Persia, dan India. Fungsi Dayah pada waktu itu masih terbatas untuk tujuan mengIslamisasikan masyrakat yang berada di sekitar Dayah dan untuk menjaga pengamalan-pengamalan masyarakat muslim di sekitar Dayah.
Pada masa itu Dayah lebih terfokus kepada materi-materi praktis, terutama dalam bidang tauhid, tasawuf dan fikih. Namun ketika peran Dayah Cot Kala sudah mulai terlibat dalam pemenuhan kepentingan keraajaan peureulak fungsinya berubah menjadi lebih besar dan mencakup ilmu-ilmu umum dan agama serta keahlian praktis. Dayah berasal dari kata Zawiyah, kata ini dalam bahasa Arab mengandung makna sudut, atau pojok Mesjid. Kata Zawiyah mula-mula dikenal di Afrika Utara pada masa awal perkembangan Islam, Zawiyah yang dimaksud pada masa itu adalah satu pojok Mesjid yang menjadi halaqah para Sufi, mereka biasanya berkumpul bertukar pengalaman, diskusi, berzikir dan bermalam di Mesjid. Dalam khazanah pendidikan Aceh, istilah Zawiyah kemudian berubah menjadi Dayah, seperti halnya perubahan istilah Madrasah menjadi Meunasah (Kanwil Kemenag Provinsi Aceh, 2022).
Dayah yang telah lebih dari seribu tahun berada di tengah-tengah perjalanan masyarakat Aceh, telah sangat banyak memberikan kontribusi pada bidang keilmuan masyarakat Aceh. Dalam sejarah dapat kita temukan bahwa Dayah telah menyajikan berbegai cabang ilmu, baik dalam bidang ilmu agama, kemasyarakatan, kenegaraan bahkan juga dalam bidang teknologi. Oleh karena itu alumni Dayah pada masa lalu benar-benar mendapat tempat dalam masyarakat, tidak hanya didaerah Aceh, bahkan juga ditingkat internasional.
Pada masa sekarang Dayah tetap masih terus memegang peran penting dalam pembinaan moral akhlak masyarakat Aceh dalam kehidupan sehari-hari. Dayah juga merupakan salah satu lembaga Pendidikan Islam yang ada di Aceh dengan kurikulumnya mengajarkan tentang kitab-kitab kuning, mendidik santri menjadi kader-kader ulama di masa mendatang, dan Dayah juga merupakan salah satu pendidikan tertua di Aceh
Dayah sebagai lembaga yang sangat mampu memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan potensi fitrah manusia, sehingga mereka dapat memerankan diri secara maksimal sebagai hamba Allah yang beriman dan bertakwa, serta esksistensi Dayah juga masih semakin diakui dalam memainkan perannya di tengah-tengah masyarakat sebagai lembaga dakwah.
Sesuai yang dikutip dari KaKanwil Kemenag Aceh peningkatan jumlah Dayah di Aceh sangat pesat, tercatat ada 400 Dayah baru bertambah di Aceh hanya dalam kurun waktu 2 tahun, sehingga total jumlah saat ini ada 1.626. Dari jumlah ini terdapat 916 unit Dayah yang di dalamnya berbentuk madrasah atau sering disebut Dayah modern.
Semakin berkembang pesatnya jumlah Dayah di Aceh hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya lembaga pendidikan Islam Dayah pada zaman ini. Oleh sebab itu fungsi Dayah tidak hanya untuk mendidik generasi-generasi muda agar bisa menguasai ilmu untuk menghadapi globalisasi, namun lembaga pendidikan Dayah juga harus menjadi agen perubahan sosial dalam masyarakat, sehingga dengan gerakan sosialnya diharapkan dapat terbentuknya masyarakat yang madani. Sehinggga eksistensi Dayah secara landasan sosial historisnya telah berperan aktif dan memilki ilmu untuk melakukan perubahan social dalam masyarakat.
Agama Islam juga memiliki konsep dalam perubahan social, yakni bahwa dakwah memiliki peran untuk memulihkan keseimbangan mengarahkan pembebasan, persaingan ataupun tampak dinamika budaya yang lain, sekaligus meletakkan pola dakwah dalam berbagai perspektif termasuk perspektif kultural. Dakwah pada wilayah ini, berfungsi sebagai Agent Of Sosial Change. Dakwah dalam wilayah ini menjadi pusat atau sentral setiap perubahan sosial, ia mengarahkan dan memberikan alternatif padanya, ia memanfaatkan budaya yang ada dan memolesnya dengan warna Islami.
Terjadinya perubahan sosial, juga sangat berpengaruh dalam proses dakwah Islam yang ada dikalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari Cara pandang, cara berfikir dan cara bertindak masyarakat dapat berubah dengan drastis terhadap fenomena-fenomena yang ditemui dalam keberagaman masyarakat. Pada hal ini dakwah Islam harus mampu mengimbangi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat untuk mengarahkan kepada hal-hal yang bersifat positif demi tegaknya dakwah di kalangan masyarakat serta seorang dai harus bisa memberikan solusi yang konstruktif sesuai dengan ajaran Islam yang dinamis, transformatif dan mengerakkan umat manusia untuk bangkit dari keterbelakangan menuju cahaya iman dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan agar jalan dakwah dapat terus berlanjut dan lebih mudah diterima dalam kalangan masyarakat zaman ini.
Dayah dan masyarakat merupakan sebuah hubungan yang sudah terjalin erat sehingga keberadaan Dayah di tengah-tengah masyarakat dapat diterima dan menjadi sebuah gerakan perubahan dalam menciptakan suasana yang Islami bagi masyarakat itu sendiri kemudian masyarakat dan Dayah tidak lagi terjadi pertentangan baik dari pihak Dayah maupun dari kalangan masyarakat.
Oleh karena itu seluruh kegiatan atau aktivitas-aktivitas dakwah Dayah seperti majelis taklim di berbagai daerah di Aceh diharapkan nantinya dapat menciptakan berbagai perubahan social positif sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak, serta dalam menjalankan aktivitas dakwahnya, sebab itu lembaga pendidikan Islam Dayah tidak hanya menajdikan hanya santri saja yang menjadi sasaran dakwahnya, akan tetapi seluruh elemen masyarakat juga yang di luar Dayah dapat mendapatkan ilmu tentang pengetahuan agama dari hasil aktivitas dakwah yang dilakukan Dayah dan perubahan social dapat dirasakan oleh masyarakat dari sebelum adanya Dayah hingga Dayah itu hadir di tengah-tengah masyarakat mampu memberikan perubahan, baik dari pengetahuan tentang agama maupun dalam proses pengamalan ibadah. (Hamdan 2017, 9: 119)

Sumber Gambar : NU Online.

Penulis Merupakan Mahasiswa Prodi Bimbingan Dan Konseling Islam, Institute Agama Islam Negeri Langsa, KKN-T(DR) Berbasis Medsos Smester Ganjil 2022-2023.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *