Hari Ibu Tak Cukup Sejahterakan Kaum Perempuan
Bendahara Umum Perempuan Partai Berkarya, Ismi Nita Thaher, berharap, perayaan hari ibu dapat menginspirasi semua pihak untuk terus mendukung perempuan dan menyadari pentingnya peran perempuan dalam mencapai kemajuan Indonesia kedepan. Menurut Ismi, ibu adalah sosok penting dalam pembentukan karakter anak sejak dini.
Ismi berpesan, agar perempuan juga bisa mengevaluasi diri, bertansformasi, menumbuhkan sikap melakukan perubahan dan meningkatkan kapasitas diri. Supaya perempuan dapat menghapus anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang emosional, lemah dan tidak konsisten (Republika.co.id, 24/11/2023).
Refleksi Hari Ibu: “ Benarkah Perempuan Berdaya, Indonesia Maju“?
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA) telah merilis tema Hari Ibu ke-95, tahun 2023 yaitu ‘Perempuan Berdaya, Indonesia Maju.’ (CNN Indonesia.com, 17/12/2023).
Saatnya kita refleksikan, benarkah jika perempuan berdaya maka Indonesia akan maju? Mengapa kemajuan harus ditanggung perempuan? Padahal sepanjang tahun 2023 yang sudah kita lalui bersama, ruang hidup yang seharusnya bisa menjamin perempuan dan anak aman telah terampas. Setiap saat hati perempuan berdebar dan sakit sebab rasa was-was yang terus menerus terjadi.
Atas nama pembangunan menuju Indonesia Emas atau Proyek Strategis Nasional yang mengharuskan beberapa wilayah, tanah dan hutan dieksploitasi oleh investor asing dan kejinya penduduk yang telah lama menempatinya harus rela hengkang, karena pemodal besar ingin proyeknya aman dan bersih.
Sebut saja Rempang, Kepulauan Riau. Atau di Kalimantan, atau bahkan di Sidoarjo, Jawa Timur dengan Lumpur Lapindo. Meski Lumpur Lapindo sepi dalam berita, namun hingga kini sejatinya masih menyisakan derita. Ada satu kampung yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari tanggul penampungan lumpur. Bisakah dibayangkan apa yang akan terjadi jika hujan datang, lumpur meluber dan menenggelamkan perkampungan itu? Pihak yang terdampak jelas perempuan dan anak.
Maka, apakah perlu peringatan hari ibu itu? Setiap tahunnya berganti tema, namun tetap dalam ruh yang sama. Yaitu, Ibu berdaya dimaknai ibu menghasilkan materi/uang, dan juga berpolitik praktis. Peran ibu mengalami pembajakan karena seharusnya ibu adalah pendidik generasi. Mirisnya hari ini marak problem generasi dalam segala aspek, seperti seks bebas, kecanduan narkoba dan lain-lain. Ditambah bencana akibat eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam kita menyisakan bencana lain yang tidak bisa disepelekan, yaitu kerusakan ekosistem.
Untuk beberapa lahan sisa tambang, airnya tak layak minum, tanahnya tak layak tanam karena mengandung bahan kimia yang awalnya adalah hasil limbah dari proyek. Para bapak akhirnya kehilangan mata pencarharian, pemerintah maksimal hanyalah memberikan subsidi, kalaulah relokasi, sama sekali tidak menyelesaikan persoalan, karena para ayah itu dipaksa mencari nafkah yang samasekali berbeda dan tidak mereka kuasai. Lepas dari berbagai subsidi dan pelatihan, yang lebih berbahaya adalah pemerintah menjadi pihak yang mengesahkan berbagai kebijakan yang mana sangat mendukung eksploitasi tersebut.
Islam: Jaminan Sejahterakan Perempuan dan Anak
Maka sungguh perlu adanya revitalisasi peran ibu sebagai pendidik generasi. Dan sudah seharusnya mengembalikan peran ibu sesuai dengan perintah Allah demi mewujdukan generasi berkepribadian mulia.
Masalahnya, jika masih berkubang dalam sistem yang sama yaitu kapitalisme untuk sistem ekonominya dan demokrasi sebagai sistem politiknya kita tidak akan pernah berpindah kepada keadaan yang lebih baik. Sebab, keduanya lahir dari asas sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan.
Setiap urusan individu masyarakat, diatur oleh kehendak manusia. Itulah fungsi mereka yang duduk di parlemen. Jelas rentan berbagai kepentingan. Sekularisme juga meniscayakan munculnya ketidakadilan, sebab segala maslahat hanya dilandasi dengan pemahaman materialistik. Wajar jika kemudian perempuan dikatakan bermanfaat jika bisa memberikan kontribusi materi.
Jelas dalam Islam, pandangan yang demikian adalah batil. Sebab perempuan diciptakan Allah dengan segala potensi yang berbeda dengan pria, diantaranya adalah menjadi penerus jenis manusia. Pendidik generasi cemerlang dan kemuliaan yang harus dijaga.
Hal itu membutuhkan tegaknya sistem islam, bukan saja sebagai pengatur ibadah ritual, tentang salat zakat dan lainnya, tapi Islam diterapkan sebagai way of life atau pandangan hidup. Sejarah membuktikan bagaimana Islam menjaga perempuan, dari sejak bagaimana cara menutup aurat, bersosialisasi, pernikahan, talak hingga jika mendapatkan kezaliman.
Di tahun 837 Masehi, seorang budak muslimah dilecehkan orang Romawi. Dia adalah keturunan Bani Hasyim, yang saat kejadian sedang berbelanja di pasar. Bagian bawah pakaiannya dikaitkan ke paku, sehingga terlihat sebagian auratnya ketika ia berdiri.
Dia lalu berteriak-teriak, “Waa Mu’tashimaah!”, yang artinya “Di mana engkau wahai Mu’tashim (Tolonglah aku)”.
Berita ini sampai kepada Khalifah. Dikisahkan saat itu ia sedang memegang gelas, ketika didengarnya kabar tentang seorang wanita yang dilecehkan dan meminta tolong dengan menyebut namanya. Beliau segera menerjunkan pasukannya. Tidak tanggung-tanggung, ia menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu Ammuriah (yang berada di wilayah Turki saat ini).
Jumlah pasukan yang diterjunkan Al Mu’tashim sangat banyak. Bahkan ada yang meriwayatkan bahwa tentara berbaris dengan sangat panjang. Barisan ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di Baghdad hingga Ammuriah (Turki). Mereka kemudian mengepung Ammuriah selama lima bulan. Dan Kota Ammuriah takluk pada bulan Agustus.
Pertempuran itu berhasil membebaskan kota Ammuriah dari kuasa Romawi. Tiga puluh ribu tentara Romawi terbunuh, sementara tiga puluh ribu lainnya ditawan. Jelaslah, bukan hanya sosok pemimpin yang bertakwa yang dibutuhkan untuk perubahan, tapi juga sistem yang baku dan itu hanya berasal dari Allah swt. Wallahualam bissawab.
Komentar