Kampung Moderasi, Anak Panah Menghujam Kaum Muslim
Sejak 26 Juli 2023, Kementerian Agama (Kemenag) resmi meluncurkan program seribu Kampung Moderasi Beragama (KMB) yang tersebar di seluruh Indonesia. Peluncuran ini dilaksanakan di Auditorium HM Rasjidi, Gedung Kementerian Agama, Jakarta. Wakil Menteri Agama (Wamenag) Saiful Rahmat Dasuki menyampaikan, pembentukan KMB merupakan langkah untuk membangun perdamaian di tengah kemajemukan (kemenag.go.id, 26/7/2023).
Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana (Mas Dhito) dalam pertemuan bersama Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kediri Achmad Fa’iz di Ruang Pamenang Pemkab Kediri , menyambut baik pembentukan kampung moderasi beragama. Dia pun mendorong agar lebih banyak kampung moderasi beragama yang didirikan, terutama di desa-desa sekitar kawasan bandara di Kabupaten Kediri, sebelum bandara resmi dibuka tahun 2024. “Ini bisa menekan intoleransi atau radikalisme yang bisa terjadi di Kediri,” kata Mas Dhito dalam keteranga (detik.com, 2/9/2023).
Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kediri Achmad Fa’iz mengatakan pihaknya telah me-launching tiga kampung moderasi beragama di Kabupaten Kediri, di antaranya Desa Medowo Kecamatan Kandangan, Desa Manggis Kecamatan Ngancar dan Desa Tawang di Kecamatan Wates. Selain itu, dia menyebut sejauh ini telah diinisiasi pembentukan kampung moderasi beragama di setiap kecamatan.
Moderasi Menggerus Identitas Kaum Muslim
Begitu fokusnya pemerintah, melalui kemenag untuk membumikan moderasi beragama di negeri dengan mayoritas penduduknya memeluk Islam ini, hingga meluncurkan program 1000 Kampung Moderasi Beragama (KMB). Seolah Islam terlalu kuno sehingga perlu dimoderasi. Dari mulai pemaknaan toleransi , kerukunan beragama, gerakan terorisme dan simbol-simbol keagamaan lainnya yang sering kali menimbulkan pergesekan perlu diperbaharui karena tak sesuai lagi dengan zaman.
Namun, para pengusung moderasi beragama ini tak sadar, bahwa proyek mereka adalah salah satu pemulus agenda barat yang lebih keji lagi, yaitu penghilangan identitas muslim. Bak anak panah menghujam ke jantung kaum muslim, kejinya dikerjakan oleh sesama kaum muslim. Padahal jelas Allah swt. berfirman yang artinya,”Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (TQS. Ali-Imran: 102).
Suatu ketika, Abu Hurairah ditanya oleh seseorang, ”Wahai Abu Hurairah, apakah yang dimaksud dengan takwa itu?” Abu Hurairah menjawab dengan pertanyaan, “Pernahkah engkau melewati suatu jalan dan engkau melihat jalan itu penuh dengan duri? Bagaimana tindakanmu untuk melewatinya?” Orang itu menjawab, ”Apabila aku melihat duri, maka aku menghindarinya dan berjalan di tempat yang tidak ada durinya, atau aku langkahi duri-duri itu, atau aku mundur.” Abu Hurairah cepat berkata, ”Itulah dia takwa!” (HR Ibnu Abi Dunya).
Dengan kata lain, takwa adalah perbuatan manusia yang melakukan apapun perintah Allah swt. dan menjauhi apapun yang dilarang oleh Allah swt. Perbuatannya itu dilandasi oleh keimanan yang tinggi, sebab sangat yakin bahwa setiap perbuatannya akan dihisab oleh Allah swt. Dan diganjar neraka atau surga. Maka, hal ini menjelaskan bahwa kaum muslim terikat dengan kuat, tunduk dan patuh dengan setiap perintah syariat dimana pun berada. Apapun zamannya. Sebab Al-Qur’ an sendiri dijamin Allah akan ada hingga akhir zaman.
Maka, jika kemudian menganggap Islam masih perlu dimoderasi itu artinya akan menghilangkan identitas kaum muslim itu sendiri, sebab standar perbuatannya dirubah menjadi apa kata manusia, seperti mengatakan bahwa semua agama sama, toleransi adalah mengucapkan selamat hari raya umat beragama lain, jihad dirubah maknanya menjadi bersungguh-sungguh, khilafah dimonsterisasi penyebab pecah belahnya masyarakat, syariat pembawa malapetaka hingga dianggap munculnya bibit terorisme, kerudung membatasi hak-hak perempuan dan lain sebagainya.
Intinya, berIslam itu biasa-biasa saja, tak sesuai dengan Al-Qur’an pun tak mengapa, sebab Allah Maha Tahu kemampuan hambaNya. Akibatnya, pemuda Muslim hari ini sama sekali tak ada pembelaan ketika Al-Qur’ an dihina, saudara muslim di negeri lain dibantai, disembelih, dibakar bahkan diusir dari negerinya sendiri. Pun pemimpin kaum muslim hanya berani mengecam ketika melihat kebiadaban Israel dan Amerika. Bahkan dengan tangan terbuka membuka kerjasama ekonomi ataupun lainnya untuk mengelola ( baca: eksploitasi) kekayaan alam negeri-negeri muslim.
Hingga yang terjadi, kaum Muslim bak anak ayam mati di lumbung padi, kaya tapi miskin ekstrim, Stunting, bodoh, buta huruf, kriminalitas tinggi, perzinahan jadi budaya bahkan muncul penyakit masyarakat yang mengerikan seperti LGBT. Bisakah dibayangkan dampaknya ketika setiap kampung dijadikan kampung Moderasi? Relakan anak cucu kita tak lagi mengenali Islam? Bahkan tak mengenali kita orangtuanya karena tak mengenal Birul walidain?
Islam itu Tinggi dan Tak Ada yang Lebih tinggi
A’izbin ‘Amr Al-Muzaniy Ra, meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, “Islam itu tinggi dan tidak terendahkan.” (HR. Baihaqi). Hadis ini menegaskan bahwa Allah telah menetapkan kemuliaan dan kedudukan yang tinggi bagi agama ini, dan bahwa pemeluknya akan senantiasa berada di atas kemuliaan dan pada kedudukan yang baik selama mereka berpegang teguh dengannya. sebagaimana Allah swt. berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (TQS. Ali Imrān: 139).
Maka, sudah pasti hanya dengan Islam kita akan mendapatkan kemuliaan dunia akhirat. Maka, tak ada yang lebih fokus kita perjuangkan hari ini kecuali diterapkannya syariat Islam secara kafah, agar keberkahan dari langit dan bumi menaungi kita dan memberikan kehidupan yang lebih baik. Terlebih kita telah dimuliakan oleh Islam, mengapa kini malah menjadi musuh Islam?. Wallahu a’lam bish showab.
Komentar