Ironi PPDB dengan Sistem Zonasi

Dikutip dari INILAHKORAN, Soreang – Sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB di Kabupaten Bandung yang kerap menuai masalah setiap tahun ajaran baru, inipun diakui Bupati Bandung Dadang Supriatna. Ada saja masyarakat yang dirugikan sistem zonasi ini setiap tahunnya. 

“Dari awal, saya tidak setuju dengan pola zonasi PPDB di Kabupaten Bandung ini. Tapi cenderung bagaimana setiap tahun ini murid bisa ditampung di masing-masing wilayahnya. Ini tentu harus melengkapi sarana prasarananya karena masih banyak yang kurang,” tutur Dadang Supriatna di Soreang, Juli 2023.

 

Sungguh ironi pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau PPDB 2023, diwarnai sejumlah keluhan dan kritik. Pasalnya berbagai modus dilakukan agar calon siswa dapat diterima di sekolah favorit melalui jalur zonasi, salah satunya diungkap Walikota Bogor yaitu Bima Arya Sugiarto yang melakukan sidak dan menemukan banyak Kartu Keluarga (KK) palsu yang digunakan untuk memenuhi syarat sistem zonasi. Kasus serupa juga terjadi di Bekasi, pelaksana tugas walikota Bekasi Tri adianto menduga terdapat pelanggaran data pendaftaran PPDB jalur zonasi dengan calon siswa yang berpindah ke KK dengan alamat terdekat dari sekolah.

 

Hal ini berawal dari ditemukannya satu nama siswa yang terdaftar berkali-kali dengan alamat yang berbeda-beda. Kecurangan PPDB berupa pemalsuan KK juga terjadi di Pekanbaru. Selain pemalsuan KK, di Bogor ditemukan kecurangan dengan menuliskan domisili yang tidak sesuai dengan KK.
Dari pengecekan yang dilakukan walikota Bogor ditemukan beberapa rumah yang dicantumkan sebagai alamat tinggal, namun ternyata tidak ditemukan nama anak calon siswa yang tinggal di rumah tersebut.

 

Tak hanya itu,  kecurangan PPDB 2023 juga dilakukan dengan praktik jual beli kursi . Di Karawang, seorang warga Kecamatan Karawang Timur mengungkapkan adanya kegiatan transaksional saat PPDB SMP jalur zonasi. Dia mengaku harus mengeluarkan uang sekitar 3 juta agar Anaknya dapat diterima di SMP Negeri di wilayah Karawang Barat. Indikasi jual beli kursi ini juga ditemukan di Bengkulu dan diduga melibatkan sejumlah guru. Sementara di Kepulauan Riau dugaan kecurangan PPDB justru dilakukan oleh oknum pejabat yang menitipkan calon siswa ke SMK atau SMA tertentu.

 

Wakil ketua komisi 10 DPR Dede Yusuf mengatakan sistem zonasi dan PPDB seharusnya dapat menghilangkan label sekolah favorit. Namun di beberapa kasus pemalsuan KK dan surat administrasi yang terjadi di beberapa daerah membuktikan bahwa PPDB dengan sistem zonasi belum bisa menyolusi dan berhasil melakukan pemerataan dengan menghilangkan label sekolah favorit.

 

Realitas kecurangan dalam sistem PPDB khususnya sistem zonasi ini sejatinya menunjukkan belum terwujudnya pemerataan kualitas pendidikan di negeri ini, ditambah lagi biaya pendidikan yang mahal. Khususnya pendidikan swasta membuat sebagian besar orang tua saling berebut kursi untuk memasukkan anaknya di sekolah negeri. Sebab fakta hari ini sejumlah sekolah yang dibangun oleh pemerintah atau sekolah negeri masih lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk usia pelajar dari sistem zonasi.

 

Dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan nyatanya tidak terwujud sistem zonasi pada PPDB di negeri ini karena sejatinya tidak lepas dari tata kelola pendidikan yang masih berada di bawah sistem pendidikan sekuler kapitalis. Inilah akar persoalan sesungguhnya,  sistem pendidikan sekuler kapitalis telah menempatkan negara sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat. Ini meniscayakan liberalisasi dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan, alhasil pendidikan menjadi legal untuk dikomersialkan.

 

Pihak swasta diberi kesempatan seluas-luasnya untuk terlibat aktif dalam pendidikan bahkan pemerintah memandang bahwa kurangnya daya tampung pendidikan yang disediakan oleh negara mengharuskan negara bermitra dengan swasta. Padahal dalam sistem kapitalisme pendidikan kerap dijadikan alat pengeruk keuntungan sementara pada saat yang sama negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya menyediakan dan memfasilitasi pendidikan warga negaranya.

Berbeda dengan sistem Islam dalam Khilafah, kepala negara atau khalifah adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua warga negara. Negara hadir sebagai pelaksana dalam pelayanan pendidikan. Hal ini karena Islam telah menempatkan negara sebagai penanggung jawab pengurusan seluruh urusan umat sebagaimana dalam hadis dinyatakan “seorang Imam atau Khalifah kepala negara adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR. Bukhari).

 

Dengan peran utama ini, negara bertanggung jawab untuk memberikan sarana prasarana baik gedung sekolah beserta seluruh kelengkapannya. Guru kompeten, kurikulum sahih, maupun konsep tata kelola sekolahnya. Sebagai penanggung jawab negara tidak boleh menyerahkan urusannya kepada swasta meski demikian sekolah swasta tetap diberi kesempatan untuk hadir memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan namun keberadaan pihak swasta ini tidak sampai mengambil alih tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan rakyatnya.

 

Adapun persoalan anggaran pendidikan maka negara Khilafah mengatur anggaran secara terpusat.  Seluruh pembiayaan pendidikan berasal dari Baitul Mal yakni dari pos kepemilikan negara serta pos kepemilikan umum. Dengan mekanisme ini negara mampu memenuhi seluruh kebutuhan pendidikan rakyatnya.

 

Alhasil pendidikan Islam menjamin pemerataan seluruh wilayah negara, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Dalam kondisi sekolah yang dikelola secara baik oleh negara baik secara kualitas maupun kuantitas, keberlangsungan pendidikan akan berjalan dengan khidmat tanpa kisruh. Capaian pendidikan benar-benar optimal untuk membangun peradaban yang gemilang dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan rakyat.

 

Khilafah berpegang kepada tiga prinsip yakni kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan dan profesionalitas. Orang yang mengurusi dengan prinsip ini, kerumitan mendaftar sekolah sangat bisa diminimalisasi sistem. Pendidikan yang seperti inilah yang mampu menyediakan pendidikan yang berkualitas dan dapat diakses oleh seluruh warga negara tanpa diskriminasi Wallahu’alam

Artikel Lainnya

Marak Perundungan Anak, Dimana Letak Masalah Utamanya ?

Kasus perundungan tidak akan menuai penyelesaian dengan seruan revolusi mental, pendidikan berkarakter ataupun kampanye anti bullying. Sesungguhnya akar utama masalah perundungan adalah sistem kehidupan sekuler liberal yang rusak dan merusak. Sebaliknya, permasalahan generasi saat ini akan menuai penyelesaian dengan mengembalikan peradaban Islam yang komprehensif dalam lingkup keluarga, masyarakat dan negara melalui institusi Khilafah. 

Korupsi Bak Penyakit Akut, Sembuhkan Dengan Solusi Komprehensif

Kasus korupsi bak penyakit akut yang seolah tak memiliki penawar. Faktanya, jelajah korupsi di negeri ini kian membumbung tinggi, bukan hanya laki-laki, perempuan pun ikut aktif dalam kasus tersebut. Berbagai strategi telah dilakukan, mulai dari studi banding, mendirikan lembaga antikorupsi, hingga merumuskan regulasi yang bersifat preventif dan penetapan sanksi bagi para koruptor. Nihil, strategi dan regulasi yang dilakukan sedikitpun tidak memberikan dampak mengguritanya kasus korupsi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *