Judi Online Bukan Masalah Sepele!

Baru-baru ini viral rekaman video seorang anggota legislatif sedang bermain gim di sela-sela berlangsungnya agenda rapat. Netizen yang menyaksikan ramai menuding gimnya bukan gim biasa melainkan salah satu jenis permainan judi online. Meski bantahan dari pelaku dirilis kemudian, bahwa tidak benar kalau itu gim judi slot, namun opini terlanjur berkembang. Lepas dari polemik dan bantah membantah yang terjadi, tetap saja sangat disayangkan peristiwa tersebut bisa terjadi pada subyek dan tempat yang terhormat, di mana kepentingan rakyat sehari-hari dibahas.

 

Judi, sejak dulu memang meresahkan. Pantas saja Bang Haji Rhoma Irama terdorong menuangkan fenomena judi dalam salah satu lirik lagunya.
“Judi (judi) …meracuni kehidupan
Judi (judi)…meracuni keimanan”
Tentu saja Bang Haji benar. Sebagai salah satu perbuatan yang jelas diharamkan Allah, judi hanya akan mengantar pada kemudaratan bukan keberkahan. Meski zaman berganti dan berimbas pada macam dan jenis judi, namun esensinya sama, mempertaruhkan nasib. Berharap kekayaan dengan jalan pintas. Apalagi kini pertaruhan cukup dilakukan hanya dengan bermodalkan telepon pintar dan modal sebatas puluhan ribu rupiah.

 

Memang, tak bisa kita menutup mata bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak 2018 hingga 10 Mei 2022 telah memutus akses 499.645 konten perjudian di berbagai platform digital. Tetapi faktanya, praktik judi online tidak juga lenyap bahkan semakin meningkat dan tumbuh subur bak cendawan di musim hujan dalam berbagai bentuk dan variasi yang baru, yang siap menjerat. Maka maklum, ketika ada pernyataan dari seorang pejabat publik kementerian terkait, bahwa hanya di negeri ini judi online masih dilarang sementara di negara-negara ASEAN lainnya sudah dilegalkan, publik pun menengarai maraknya judi online ini kemudian dipandang sebagai persoalan sepele.

 

Padahal jelas, perkara bertaruh dan undi mengundi nasib selamanya tak pernah jadi masalah remeh. Potensi judi yang membahayakan agama dan masyarakat sudah terbukti lama hingga hari ini. Dalam Islam, agama yang mayoritas dianut dunia, bahkan sudah sejak awal tegas melarang perbuatan najis ini. Dalilnya dalam Al-Qur’an yang mulia,
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (rijsun), termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al Maidah:90)

 

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa rijsun artinya perbuatan yang dimurkai (Allah) dan termasuk perbuatan setan. Menurut Sa’id ibnu Jubair, arti rijsun ialah dosa. Sedangkan menurut Zaid ibnu Aslam disebutkan bahwa makna rijsun ialah jahat, termasuk perbuatan setan (Tafsir Imam Ibnu Katsir).

Jahat dan bahayanya judi kiranya tak perlu diragukan lagi. Demi keuntungan yang sifatnya spekulatif, tak sedikit pelaku yang mempertaruhkan seluruh harta yang dimiliki.

 

Sampai di sini jelas, memaklumi parahnya judi daring di bumi Pertiwi dengan menyandingkan negara lain yang melegalkan, sejatinya absurd dan cacat logika. Bila serius ingin melindungi masyarakat dari bahaya judi dunia akhirat, tentu tidak layak mengambil patron dari luar selain apa yang dianut oleh kebanyakan penduduk negeri yaitu Islam. Semakin terlihat ketidakseriusan pihak yang berwenang mengingat pelarangan judi dan semua macamnya sudah ditetapkan dalam Undang- Undang No.7 tahun 1974 yang mengatur tentang Penertiban Perjudian. Pada UU tersebut jelas tercantum bahwa segala praktik perjudian di Indonesia harus dihapus karena hal itu bertentangan dengan agama, dan moral Pancasila.

 

Jadilah sebuah ironi. Apa yang terlihat saat ini seolah membenarkan ungkapan yang beredar di tengah khalayak, yaitu aturan dibuat untuk dilanggar. Namun begitulah tabiat hukum buatan manusia. Bisa berubah dan berganti mengikuti zaman dan tempat. Berbeda dengan syariat yang datang dari Allah Swt., Sang Maha Pencipta yang berlaku tetap hingga kiamat. Jauh sebelum manusia merasakan bahaya judi, Allah yang Maha Tahu sudah menetapkan larangan melalui wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw. Sungguh Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, mustahil zalim ketika menurunkan risalah Islam yang kafah kepada seluruh umat manusia. Tinggal kita, yang harus mengadopsinya sebagai bukti dari keimanan kita. Wallahua’alam.

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *