Pembakaran Al-qur’an Buah Ide Kebebasan

Kalam-Mu adalah petunjuk, penerang dan panduan siapapun yang mengaku diri Muslim. Al-qur’an sebagai kitab suci kaum Muslim, bukan hanya sekedar kitab namun merupakan petunjuk jalan hidup yang lurus yang Allah turunkan kepada Rasulullah untuk disampaikan kepada kaum Muslim. Jalan yang akan mengantarkan pada keselamatan hidup dunia dan akhirat.

 

Namun saat ini begitu mudahnya orang melecehkan Al-qur’an, atas nama kebebasan berpendapat. Mereka injak – injak, merobek bahkan membakarnya dengan penuh rasa benci. Hati Muslim mana yang tidak marah dan sakit jika melihat perlakuan biadab mereka terhadap kitab suci kaum Muslim.

 

Seperti yang dilansir dari BBC, 30 Juni 2023, bahwa di Swedia kembali terjadi aksi pembakaran Al-Qur’an, yang dilakukan tepat pada saat perayaan umat Islam yakni Idul Adha. Dari kejadian tersebut tidak semua warga Swedia setuju terhadap aksi tersebut. Hal yang dilakukan pria asal Irak yang berpindah ke Swedia tersebut berupa pelecehan Al-qur’an, sebagai bentuk provokasi.

 

Aksi tersebut tak pelak mendapat kecaman seluruh dunia, apa yang dilakukannya atas nama kebebasan berpendapat dan berekspresi, termasuk Indonesia yang melakukan kecaman, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dunia. Pemerintah Indonesia melakukan kecaman keras atas aksi pembakaran tersebut, sejumlah kalangan, termasuk MUI dan warganet turut mengutuknya. 

 

Faktanya aksi pelecehan selalu berulang dalam sistem yang menjunjung tinggi nilai kebebasan. Dimana setiap orang diberikan hak untuk mengemukakan pendapat atau berekspresi sesuai kehendaknya sebagai manusia. Atas dasar hak asasi manusia seolah setiap orang berhak untuk melakukan apapun hingga mengolok – olok bahkan pelecehan agama lain.

 

Kebebasan berpendapat yang diagungkan dalam sistem liberalisme sekuler saat ini hanya sebuah pengakuan manusia yang menginginkan kebebasan tanpa batas dan aturan yang mengikatnya. Slogan kebebasan yang digaungkan tidak berlaku bagi Muslim yang menginginkan bebas dalam menjalankan ajaran agamanya secara menyeluruh, hal ini justru dilarang dan diawasi sedemikian rupa hingga stigma burukpun disematkan kepada muslim yang menjalankan agamanya secara kafah dalam sebuah institusi khilafah.

 

Kebebasan berpendapat dan berekspresi diberikan ruang sebagai bentuk protes, namun kebebasan itu dimanfaatkan untuk melecehkan agama lain terutama Islam. Pelaku hanya menyatakan permintaan maaf saat kecaman datang dari berbagai negara, tanpa ada sanksi tegas yang dilakukan negeri – negeri Muslim terhadap pelaku. Sekedar kecaman tanpa ada sanksi tegas, tidak akan memberikan efek jera bagi pembenci Islam untuk melakukan kembali pelecehan dan pembakaran Al-qur’an.

 

Bahkan atas nama toleransi kerukunan hidup dan inspirasi dunia, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Profesor Komaruddin Hidayat menyatakan tidak perlu mengikuti masyarakat luar yang beda konteks sosial-ideologisnya, serta menurutnya pembakaran Alqur’an ini tidak direspons dengan marah – marah. ( BBC.com, 30/06/2023 ).

 

Selama sistem aturan hidup adalah sistem aturan yang berasal dari akal manusia, bersifat lemah dan terbatas yaitu demokrasi liberal, maka kebebasan menjadi hal diagungkan sedangkan keberadaan agama hanya mengatur hal ibadah semata. Saat agama dijauhkan dan tidak diberikan ruang dalam mengatur kehidupan manusia, penistaan dan pelecehan terhadap Islam dan syiar Islam akan terus terjadi. Sistem liberalisme sekuler menilai bahwa syiar Islam adalah aktivitas yang mengganggu kebebasan mereka.

 

Aksi pembakaran Alquran yang terus berulang merupakan sikap Islmophobia akut yang menjadi virus mematikan dikalangan masyarakat barat sekuler. Islamophobia merupakan buah dari penerapan sistem liberalisme sekuler, kebebasan dalam berpendapat, berekspresi, beragama dan dalam kepemilikan dan agama adalah hal yang akan menghambat kebebasan tersebut sehingga agama harus dijauhkan dalam kehidupan.

 

Islam adalah sistem aturan yang khas, sangat berbeda dengan sistem lainnya,  akidah Islam yang menjadi  sumber pengaturan kehidupan manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Agama serta syiar Islam akan dijaga dengan baik oleh masyarakat juga penguasa dan hukumnya adalah wajib. Siapapun pelaku penistaan yang melecehkan Islam dan umat Islam akan diganjar sanksi tegas dan dihukum keras.

 

Tidak adanya junnah  yaitu pemimpin umat Muslim sedunia, umat  Islam,  dimanapun berada, akan senantiasa dizalimi, dan juga menjadi biang masalah apabila penistaan agama terus terjadi di muka bumi ini. Adanya media yang ditunggangi oleh orang-orang sekuler lebih memilih diam untuk mencari aman atas kejadian ini, hanya agar umat Muslim di seluruh dunia tidak mengecam lebih keras lagi aksi penolakan Islam yang dilakukan oleh berbagai negara.

 

Insiden pembakaran Al-qur’an membuat hati kaum Muslim amatlah pedih, sakit dan terluka, tidak ada jalan lain untuk memberantas tuntas para pelaku penista agama kecuali pada penerapan Islam kaffah. Dalam sistem Islam, perlindungan tidak hanya kaum Muslim, namun  non Muslim pun terjamin keberadaannya. Sama-sama mendapatkan hak yang sama tanpa diskriminasi ataupun rasisme Sehingga buah hasil penerapan Islam secara kaffah dapat dirasakan kenikmatannya oleh seluruh umat manusia, tidak Islamophobia terhadap Islam dan kaum muslim. Wallahu a’lam bish showab. 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *