Pengendalian Peredaran Narkoba Dari Lapas, Kok Bisa?

 

Dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR — Komisaris Jenderal Polisi Petrus Reinhard Golose Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI menyampaikan bahwasanya banyak narapidana narkotika yang berusaha mengendalikan peredaran obat terlarang dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Padahal mereka adalah narapidana narkoba yang sudah dijatuhi hukuman mati dan penjara seumur hidup. Namun, Golose tidak menyebutkan data secara rincinya mengenai bandar narkotika yang terus mengendalikan peredaran dari lapas tersebut.

 

Untuk menanggulangi berbagai kamuflase yang dilakukan para bandar narkoba di Lapas Indonesia tersebut,
BNN RI terus memperkuat kolaborasi dan koordinasinya dengan Kementerian Hukum dan HAM yang membawahi fungsi Lembaga Pemasyarakatan.

Adanya fakta pengendalian peredaran narkoba oleh narapidana di Lapas sebenarnya menunjukkan adanya persoalan lemahnya pengelolaan Lapas sehingga Lapas tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kemudian lemahnya pembinaan terhadap narapidana dan lemahnya integritas petugas Lapas. Kelemahan merupakan sebuah keniscayaan, pasalnya cara pandang kehidupan saat ini dipengaruhi oleh sistem kapitalis sekuleris. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan hidup. Oleh karenanya, pembinaan yang diberikan pun bukan menjadikan agama sebagai asas kehidupan, tetapi hanya sebatas nilai-nilai moral yang mudah luntur oleh nilai materialistik.

 

Begitu pula dengan integritas sikap ini juga akan mudah dibeli oleh materi. Aparat mudah disuap atau berpura-pura tidak tahu dan mendiamkan transaksi yang secara hukum jelas-jelas dilarang. Di sisi lain, fakta pengendalian narkoba oleh narapidana yang menjalani hukuman mati atau seumur hidup menunjukkan bahwa hukuman yang dijatuhkan sama sekali tidak memberikan efek jera bagi narapidana tersebut dan pelaku yang lain.

 

Akibatnya, kasus semakin banyak dan para mafia narkoba seolah tak ada habisnya bahkan para pengedar pun ditemukan di dalam Lapas, inilah bukti betapa lemahnya sistem sanksi yang dihasilkan oleh sistem kapitalis sekuleris. Hukuman atau sanksi yang berasal dari hasil kesepakatan manusia seperti ini mudah untuk diubah sesuai dengan keadaan. Alhasil hukuman yang diberikan tidak efektif bahkan membuka peluang kemaksiatan yang terus berlangsung dan menimbulkan masalah baru untuk menuntaskan kasus narkoba.

 

Umat memerlukan sistem hukum yang sudah terbukti ampuh memberikan efek jera kepada para pelaku dan bisa mencegah masyarakat lainnya untuk berbuat demikian. Sistem hukum yang demikian hanya didapati dalam sistem hukum sanksi Islam atau uqubat yang diterapkan oleh negara Khilafah.

 

Secara fakta narkoba adalah zat yang dapat menghancurkan akal dan jiwa manusia. Narkoba mampu memberikan efek candu sehingga bisa menimbulkan dehidrasi parah, halusinasi akut, menurunnya tingkat kesadaran, mengganggu aktivitas kehidupan dan efek fatalnya bisa menyebabkan kematian. Syekh Rowas dalam fuqaha halaman 342 memasukkan narkoba ke barang yang mufar yakni zat yang menimbulkan rasa tenang, rileks atau istirahat dan malas pada tubuh manusia.

 

Sebagaimana Imam Abu Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah mengatakan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, “melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan atau menjadikan lemah” (HR. Abu Daud).

 

Syekh Taqiyudin An-nabhani dalam Asy-Syafsiah Al-Islamiyah juz 3 halaman 457 mengatakan ada kaidah Ushul Fikih Al asylum, hukum asal benda yang berbahaya atau mudharat adalah haram. Maka jelas narkoba adalah barang haram karena membahayakan tubuh sehingga dalam uqubat Islam kasus narkoba akan diberi sanksi takzir. Syekh Abdurrahman Al Maliki menjelaskan bahwa takzir adalah sanksi yang dijatuhkan atas kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada hak dan kafarat.

 

Takzir secara bahasa bermakna pencegahan atau almanu, sedangkan secara istilah takzir adalah hukuman edukatif dengan maksud menakut-nakuti. Sedangkan secara syar’i sanksi takzirnya dapat berupa pertama hukuman mati, kedua cambuk yang tidak boleh lebih dari 10 kali, ketiga penjara, keempat pengasingan, kelima pemboikotan, keenam salib, ketujuh ganti rugi atau huromah, kedelapan penyitaan harta, kesembilan mengubah bentuk barang, kesepuluh ancaman yang nyata, kesebelas nasihat dan peringatan, kedua belas pencabutan sebagian hak kekayaan atau hurman dan ketiga belas pencelaan.

 

Penerapan uqubat oleh Khilafah akan menimbulkan efek zawajir atau mencegah karena masyarakat akan merasa ngeri dengan hukuman yang diberikan kepada pelaku, sehingga tidak ingin melakukan hal yang serupa. Selain itu juga akan memberi efek jawabir atau penebus bagi pelaku dan memberi efek jera.

 

Khilafah juga akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang mampu menghasilkan individu yang memiliki Syakhsiyah Islami yakni seseorang yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan syariat Islam, sehingga aparat yang tercetak dari sistem pendidikan ini akan memiliki integritas tinggi dalam menunaikan amanah pekerjaannya karena ia menyadari ada pertanggungjawaban kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Seperti inilah Khilafah menuntaskan kasus narkoba hingga ke akar-akarnya.

Wallahu’alam bishawwab.

 

Artikel Lainnya

Performa Hukum di Indonesia Semakin Menurun

Performa hukum di Indonesia saat ini semakin menurun, ini adalah pendapat yang disampaikan oleh Widya Adiwena, Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia yang dilansir dari situs berita Jakarta, IDN Times pada tanggal 26 April 2024. Praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat terhadap masyarakat sering terjadi, terutama saat terjadi aksi demonstrasi. Berdasarkan laporan dari Amnesty Internasional, tindakan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM.

Standar Ganda HAM merupakan suatu konsep yang mengacu pada situasi di mana ada perlakuan yang tidak adil terhadap hak asasi manusia. Penerapan kekerasan dalam penegakan hukum mengindikasikan bahwa sistem hukum kita sedang mengalami masalah. Sungguh mengejutkan karena negara ini sebagai yang disebut merupakan salah satu negara yang menghargai hak asasi manusia. Tetapi, pada kenyataannya, bukti-bukti menunjukkan bahwa pelanggaran HAM sebenarnya dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Dalam agama Islam, tidak terdapat konsep yang disebut “Hak Asasi Manusia”. Semua hal dianggap melanggar hukum jika tidak sejalan dengan ajaran agama. Jika ada warga yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah, mereka berhak melaporkannya ke Majelis Umat. Kemudian, informasi ini akan diberikan kepada pemimpin atau penguasa daerah tersebut. Jika tidak diselesaikan, masalah ini bisa dilaporkan hingga ke pihak penguasa tertinggi, yaitu khalifah. Khalifah akan membuat keputusan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Dengan demikian, tidak akan ada tindakan kekerasan atau keputusan yang tidak adil.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *