Subsidi Kendaraan Listrik, Benarkah Untuk Rakyat Atau Hanya Untuk Pejabat dan Konglomerat?
Istilah subsidi sudah tidak asing lagi di telinga rakyat Indonesia. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), subsidi adalah bantuan uang dan sebagainya kepada yayasan, perkumpulan yang biasanya dari pihak pemerintah. Sementara itu sebagaimana dilansir dari Investopedia, subsidi adalah bantuan pemerintah yang biasanya disalurkan dalam bentuk tunai hingga pengurangan pajak.
Subsidi sendiri diberikan untuk meringankan beban masyarakat dan dianggap sebagai tujuan kepentingan umum. Namun pengertian subsidi seperti yang disebutkan sebelumnya berbanding terbalik dengan realita yang ada di negara ini. Benarkah subsidi yang seharusnya diberikan pemerintah kepada rakyat beralih untuk para pejabat dan kalangan atas?
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menetapkan anggaran Rp 7 triliun dari APBN untuk memberikan subsidi kendaraan listrik baru dan konversi hingga 2024. Kemenkeu menganggarkan Rp 966.804.000 untuk setiap unit mobil listrik Pegawai Negeri Sipil (PNS) pejabat Eselon I dan Rp 746.110.000 untuk pejabat Eselon II.
Angka tersebut ditetapkan sebagai batas tertinggi atau estimasi untuk komponen keluaran dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2024 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024. Aturan ini diantaranya menetapkan anggaran Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Sedangkan biaya pengadaan motor listrik ditetapkan Rp 28 juta per unit dan untuk kendaraan operasional kantor dipatok Rp 430 juta per unit, ini belum termasuk biaya kirim dan pemasangan instalasi daya. Selain biaya pengadaan, ada juga biaya perawatan tahunan untuk kendaraan listrik pejabat negara yang dipatok sebesar Rp 14,84 juta per unit per tahun.
Lalu biaya perawatan mobil listrik untuk pejabat Eselon I Rp 11,10 juta per unit per tahun dan pejabat Eselon II Rp 10,99 juta per unit per tahun. Sedangkan perawatan kendaraan listrik operasional kantor dianggarkan Rp 10,46 juta per unit per tahun dan motor listrik sebesar Rp 3,2 juta per unit per tahun.
Satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas sudah termasuk biaya bahan bakar atau pengisian daya untuk kendaraan listrik tetapi belum termasuk biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang besarannya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini (okezone.com, 13/05/2023).
Padahal Presiden Joko Widodo mewanti-wanti 345 juta orang di dunia terancam kelaparan buntut dari krisis pangan. Menurutnya, saat ini sektor pertanian sangat rawan. Berdasarkan ucapannya, Jokowi menilai sektor pertanian penting bagi setiap negara. Namun jika ditelisik, pernyataan mantan Walikota Solo ini seakan bertolak belakang dengan kebijakan yang dibuatnya.
Buktinya, ia malah konsisten memotong anggaran subsidi untuk pertanian, BBM, listrik, dan masih banyak yang lainnya dan beralih ke subsidi kendaraan listrik. Beberapa kalangan mengkritik hal ini, salah satunya dari Akademika Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno.
Djoko menilai subsidi untuk pembelian kendaraan listrik baru dari pemerintah merupakan program salah sasaran yang hanya menguntungkan para produsen. Ia mengatakan jika berkiblat pada negara maju di dunia, tidak ada kebijakan pemerintahnya yang memberikan bantuan pembelian untuk motor listrik karena beresiko tinggi.
Selain itu pemerintah juga memberikan potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 1 persen untuk konsumen mobil listik yang saat ini diketahui dari kalangan menengah atas. Djoko menyebut insentif bantuan ini justru dinikmati orang yang tidak berhak bahkan kebijakan ini dapat memicu kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas serta menyumbang angka tinggi pada kecelakaan. Dan lagi-lagi pihak yang diuntungkan hanya produsen kendaraan listrik (CNNIndonesia, 29/05/2023).
Sesungguhnya aroma mengalirnya cuan ke beberapa pejabat dan konglomerat yang ditengarai sebagai produsen atau pemilik perusahaan kendaraan listrik telah tercium oleh publik. Sebut saja Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang dikenal lekat dengan PT TBS Energi Utama TBK (TOBA).
TOBA bekerjasama dengan GoTo Group untuk mendirikan perusahaan patungan bernama Energi Kreasi Bersama (Electrum) yang berambisi memasok 2 juta unit motor listrik di pasar domestik. Staf Presiden, Moeldoko pun tercatat sebagai pejabat yang memiliki bisnis kendaraan listrik dengan nama perusahaan PT Mobil Anak Bangsa Indonesia (MABI).
Tak ketinggalan Ketua MPR Bambang Soesatyo juga terlibat dalam industri motor listrik dengan merek Bike Smart Electric. Muncul pula nama Agung Budi Waskito yang merupakan salah satu kontraktor pelat Merah PT Wijaya Karya Tbk (Persero). PT WIKA tak ingin ketinggalan menggarap pasar kendaraan listrik lewat anak usahanya yang resmi menguasai saham produsen sepeda motor listrik PT Gesits Technologies Indonesia (GTI).
Dari kalangan konglomerat Indonesia juga beramai-ramai terjun ke bisnis kendaraan listrik ini. Sebut saja Keluarga Bakrie lewat PT VKTR Teknologi Mobilitas yang merupakan anak perusahaan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR). Konglomerat Agus Lasmono melalui PT Indika Energi Tbk bekerjasama dengan beberapa mitra turut membangun ekosistem kendaraan listrik Indonesia.
Dengan anak usahanya yaitu PT Ilectra Motor Group (IMG) dan PT Electro Mobilitas Indonesia (EMI) bermerek dagang ALVA. Miliarder Indonesia bersaudara Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono sebagai pemilik PT Hartono Istana Teknologi dengan merek dagang Polytron yang mulai menjual motor listrik juga selain memproduksi AC, TV, dan perangkat elektronik lainnya (PlusBisnis.com, 14/4/2023).
Kebijakan pengadaan kendaraan listrik untuk para pejabat di saat rakyat yang masih tertatih bahkan terseok-seok dalam memenuhi kebutuhan hidupnya setelah dilanda pandemi Covid 19 selama beberapa tahun dan dengan dicabutnya berbagai macam subsidi begitu mencederai rakyat. Pemerintah seolah tak bergeming dengan banyaknya protes dari berbagai kalangan.
Dan meskipun diiming-imingi subsidi pembelian kendaraan listrik puluhan juta serta PPN yang hanya 1 persen, tidak serta-merta membuat masyarakat berbondong-bondong melakukan pembelian. Karena harganya masih tak terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah. Bahkan setelah ditelusuri subsidi ini hanyalah menguntungkan produsen yang merupakan para oligarki dan konglomerat.
Sungguh sangat ironis, seringkali berbagai kebijakan pemerintah tidak pernah memihak rakyat. Dalih yang selalu dipakai pemerintah adalah menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh rakyat, namun realitanya kebijakan-kebijakan ini hanyalah kepingan puzzle yang tidak utuh. Solusi yang diberikan selalu tidak komprehensif, tidak optimal baik hasil, implementasi serta regulasi. Pada akhirnya menimbulkan masalah baru atau mangkrak di tengah jalan.
Semua ini akan terus terjadi berulang kali selama negara ini masih menggunakan sistem kapitalisme dalam menggerakkan roda pemerintahannya. Sistem ini menjadikan negara hanya sebagai regulator saja. Rakyat dianggap sebagai beban, kebijakan-kebijakan yang diambil didasari perhitungan untung dan rugi layaknya jual beli.
Dan selama sistem kapitalisme masih bercokol di negara ini, kebijakan apapun pasti tidak akan berpihak kepada rakyat. Selama tidak ada perubahan sistemik, maka Indonesia tetap akan berkubang dalam lumpur kapitalisme. Rakyat hanya bisa memakan buah dari sistem batil ini yaitu kemiskinan dan kesengsaraan.
Oleh sebab itulah para pemangku kebijakan harus mulai berpikir dan memberikan jalan baru untuk menyelesaikan seluruh problematika yang dihadapi negeri ini yaitu sistem Islam. Dimana sistem ini menjadikan negara sebagai pelayan. Negara bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempermudah segala urusan rakyatnya.
Setiap kebijakan yang diambil berasaskan Alquran dan As Sunah yang berasal dari Zat Yang Maha Sempurna, Allah SWT. Dengan sistem Islam sudah pasti akan dijauhkan dari penguasa zalim yang hanya menyengsarakan rakyat. Sistem ini akan melenyapkan oligarki, distribusi harta kekayaan tidak hanya berpusat pada golongan tertentu saja sehingga tercipta keadilan hakiki.
Sudah barang tentu kebijakan subsidi kendaraan listrik akan bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Karena seluruh sumber daya alam dan energi yang terkait dengan kendaraan listrik akan dikuasai oleh negara dari hulu hingga hilir. Dan diperuntukkan sepenuhnya bagi kepentingan rakyat. Wallahu’alam bissawab
Komentar