Pluralisme di Penghujung Tahun
Sekelompok orang yang melakukan aksi bentang spanduk di perempatan Kaza Mall di Kawasan Kapas Krampung, Surabaya, telah dibubarkan polisi. Mereka mengaku sebagai Jamaah Ansyarusi Sari’ah (JAS) Muderiyah Surabaya.
Pihak keamanan dari Unit Khusus Sat Intelkam Polrestabes Subaya mengatakan bahwa, spanduk mereka mengandung unsur sara sehingga dapat menimbulkan intoleransi, polemik serta mengganggu kerukunan antar umat beragama. (Detik.com, 25/12/2022)
Bagaikan tradisi ritual yang terjadi di setiap penghujung tahun, kaum muslim selalu disudutkan dengan pemahaman yang satu ini. Sehingga tatkala ingin bersikukuh terhadap syariat, justru dituduh intoleran. Maka tak heran beberapa muslim yang akhirnya terjebak dengan aktivitas sia-sia seperti menjaga atau membersihkan gereja, bahkan ada pula yang berkhotbah di dalamnya.
Demi mendukung ide pluralisme rela kompromi agar lebur berbaur dengan penganut agama lain. Selain berbagai propaganda yang mengarah pada kaum muslim, penerapan Islam kafah pun semakin sulit dan dibatasi dengan berbagai penghargaan yang diberikan pada pengemban ide ini. Program KKP HAM adalah salah satunya.
Beberapa kota dan kabupaten telah mendapat penghargaan ini. Program ini digadang-gadang sebagai wujud pertanggungjawaban pemerintah dalam pemenuhan HAM sekaligus penjabaran dari implementasi HAM dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan negara dan bidang lain.
Sejalan dengan itu, masyarakat semakin digiring pada pluralisme. Padahal jelas, paham ini bertentangan dengan Islam. Meski opini menderaskan pluralisme terus masuk dalam kehidupan, akan tetapi sesungguhnya pluralisme berbeda dengan pluralitas.
Pluralitas adalah sebuah keniscayaan, sebab hal tersebut memang ada di tengah masyarakat yakni adanya keberagaman bahasa, bangsa, warna kulit, agama dan lain sebagainya. Sedangkan pluralisme adalah sebuah pemikiran yang lahir dari filsafat perenialisme, yaitu sudut pandang dalam filsafat agama yang meyakini bahwa setiap agama di dunia memiliki suatu kebenaran tunggal dan universal yang merupakan dasar bagi semua pengetahuan dan doktrin religius. (Wikipedia).
Atas dasar ini, para pengusung pluralisme akhirnya harus sepakat bahwa bahwa semua agama benar. Sehingga mereka tidak memberi ruang terhadap klaim penganut agama tertentu yang menyatakan bahwa agama merekalah yang paling benar.
Hal ini tentu berbahaya, sebab dalam pandangan Islam ‘al Islaamu ya’lu walaa yu’la alaihi’. Maka jika pluralisme terus dipaksakan dalam seluruh program pemerintah, niscaya lambat laun kaum muslim akan kehilangan jati dirinya. Begitu pula halnya dengan penganut agama lain. Mereka tidak akan menerima pernyataan bahwa semua agama sama, sebab mereka meyakini bahwa agama mereka masing-masinglah yang terbaik.
Sepanjang sejarah peradaban, hanya Islam yang mampu mengakomodir semua perbedaan. Diawali ketika Muhammad Rasulullah memimpin Madinah, beliau mengelola tiga kelompok masyarakat, yaitu kelompok muslim dari golongan Muhajirin dan Anshor, non muslim dari golongan aus dan khazraj dan kelompok Yahudi.
Hak mereka sebagai warga dijamin negara, sama sebagaimana negara menjaga dan mengelola kehidupan kaum muslim. Meski warga non muslim disebut sebagai ahlu dzimmah, namun mereka bukan sebagai minoritas yang mendapat diskriminasi. Bahkan Rasulullah pernah memberi instruksi pada para wali bahwa, barangsiapa yang tetap dengan keyahudian dan kenasraniannya, maka tidak boleh dipaksa atau dibujuk (untuk meninggalkan agamanya).
Momen nataru selalu perlu mendapat perhatian khusus. Demi menjaga kerukunan umat beragama, tak perlu mengembangkan ide pluralisme. Sebab toleransi dalam Islam adalah membiarkan bukan membenarkan, apalagi sampai ikut berpartisipasi. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)
Inilah sebaik-baik kepemimpinan yang pernah ada. Islam mampu merawat perbedaan dengan menggunakan syariat Allah sebagai pengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Innil hukmu illa Lillah.
Komentar