Tetangga, Kog Gitu Sih?

Viral di media sosial, seorang emak-emak di Sidoarjo berulang kali menyiram air kencing, kotoran manusia, air comberan hingga sampah di rumah tetangganya. Aksi tak terpuji ini terekam kamera CCTV dan beredar luas di media sosial. Ternyata perempuan paruh baya itu bernama Masriah, warga Desa Jogosatru RT 1/RW 1 Kecamatan Sukodono, Sidoarjo. 

 

Aksi Masriah ini dilakukan karena rumah yang ia siram dengan air kencing tepat di pintu depan setiap hari adalah rumahnya dulu, yang dibeli adiknya, Masriah masih ingin kembali memiliki rumah itu dan berniat membeli dari adiknya. Masalahnya, Masriah tak kunjung memiliki uang untuk membeli rumah itu, sehingga adik Masriah menjual rumah tersebut kepada seseorang bernama Wiwik. 

 

Tak disangka, bukannya beritikad baik dengan bersilahturahmi kepada Wiwik, justru Masriah mengambil tindakan tidak terpuji itu. Wiwik terus bersabar, hingga akhirnya ia mencabut pintu lama karena sangat bau dan menggantinya dengan pintu baru, nyatanya hal itu tak membuat Masriah menghentikan aksinya. Dari tindakannya tersebut seolah Masriah berharap mendapatkan hasil Wiwik dan keluarganya tak betah dan akhirnya dijual murah ke dirinya (detik.com, 12/5/2023).

 

Kanit Reskrim Polsek Andri Tri Sasongko mengatakan pihaknya masih mendalami sejumlah bukti, keterangan saksi dan pelaku. Apabila terbukti bersalah, Masriah bakal dijerat dengan Perda Nomor 25 huruf C tahun 2012, “Pelaku terancam hukuman tiga bulan penjara,” kata Andri. 

 

Sistem Sekuler Hasilkan Masyarakat Sakit

 

Sebenarnya, banyak kasus di negeri ini yang menunjukkan betapa buruknya hubungan manusia dalam bertetangga. Mulai dari membangun dinding pembatas di depan rumah tetangganya, membangun parkiran mobil tepat di jalan umum, membunuh ayam tetangga hanya karena suka buang kotoran di halaman rumahnya dan lain sebagainya. Tak peduli tetangga sesama Muslim atau non Muslim. 

 

Karakter masyarakat yang individualisme sangat melekat, jangankan budaya amar makruf nahi mungkar, saling nasehat menasehati jika ada kesalahan,saling menyayangi , melindungi dan mencintai saja tidak ada. Terlebih jika terlihat tetangga berbeda harakah, beda pengajian, beda ustaz , beda pilihan politik, yang terakhir beda hari raya, seolah sah jika kemudian saling menyakiti, membuli, mengancam bahkan parahnya hingga berakhir saling bunuh. 

 

Tak ada istilah duduk bersama membicarakan bagaimana sebaiknya, nilai kerukunan dan gotong royong seolah sudah kian luntur atau mungkin lebih parahnya hanya jadi hiasan dinding di dada Garuda yang memuat dasar negara Pancasila. Ada apa gerangan? Jangankan hubungan antar tetangga yang artinya dalam makna yang lebih luas disebut masyarakat, dalam keluarga inti pun persoalan tak kurang memprihatinkan, anak bunuh orangtua, orangtua bunuh anak dan lain sebagainya. 

 

Inilah fakta keadaan masyarakat hari ini, sakit dan sumbu pendek . Peran negara yang minim makin memperparah keadaan, setiap persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat diselesaikan dengan kaidah fikih “viral dulu diselesaikan kemudian”. Sama persis film India, dimana polisi datang kesiangan karena sebelumnya ada super Hero yang memberi solusi. Menyangkut aspek apapun, akibatnya, satu persoalan yang tak segera di atasi akhirnya berakibat terjadi efek domino, menimbulkan masalah baru yang lebih parah, bahkan berkelanjutan. 

 

Sadar tidak sadar, inilah bukti sistem aturan yang diadopsi pemerintah yaitu kapitalisme telah menghancurkan tatanan masyarakat ke tingkat paling rendah. Asas sistem ini adalah sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan, maka menjadi sebuah keniscayaan ketika kerusakan demi kerusakan terjadi. Kapitalisme sangat erat kaitannya dengan sistem politik demokrasi, yang menghasilkan pemimpin tak peduli pada urusan umat. 

 

Kapitalisme sekaligus mewujudkan kerendahan taraf berpikir rakyat, hingga terjadi hukum rimba dalam menyelesaikan persoalan, siapa yang kuat adalah mereka yang berduit, dan hilangnya sifat amar makruf nahi mungkar, kebebasan individu menyebar menjadi budaya. 

 

Islam Wujudkan Masyarakat Beradab 

 

Definisi masyarakat dalam Islam sangat berbeda dengan kapitalisme, perbedaan ini tentu sangat berpengaruh efeknya dalam masyarakat. Dalam pandangan kapitalisme sekuler, masyarakat adalah kumpulan individu saja, sedang dalam Islam, masyarakat adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan memiliki peraturan, pemikiran dan perasaan yang sama. 

 

Karena itulah, Islam tak hanya mengatur hak individu, tapi juga komunal atau masyarakat. Salah satunya adalah berperilaku baik kepada sahabat dan tetangga saat hidup di dunia menjadi salah satu parameter tingkat kebaikan seseorang di hadapan Allah swt di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sebaik-baik teman di sisi Allah ialah yang paling baik terhadap temannya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik terhadap tetangganya.” (HR Ahmad). 

 

Rasulullah juga menjelaskan konsekuensi terburuk bagi mereka yang menyakiti tetangganya. “Demi Allah, tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya.” Rasulullah Saw. ditanya, “Siapa yang tidak sempurna imannya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman atas kejahatannya.” (HR al-Bukhari).

 

Banyak ulama bersepakat tentang batasan tetangga yaitu semua orang yang menempati 40 rumah dari semua penjuru arah rumah kita, baik arah barat, utara, timur, maupun selatan, “Tetangga itu, sebagaimana penjelasan Imam Syafi’i, adalah 40 rumah dari semua arah.” (Mughni al-Muhtaj : 4/95). Begitu banyak dalil yang memerintahkan kaum Muslimin untuk berbuat baik kepada tetangga, dalam satu riwayat, malaikat Jibril sering mendatangi Nabi Muhammad SAW guna memberi wasiat tentang tetangga.“Jibril senantiasa berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira, tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya.” (HR Bukhari).   

 

Disinilah peran negara dibutuhkan. Dalam Islam, haram hukumnya seorang pemimpin yang samasekali tidak memperhatikan bagaimana penerapan syariat di bawah kewenangannya, di antaranya bagaimana kehidupan bertetangga. Negara juga akan menetapkan sanksi hukum yang tegas atas setiap tindak kriminal atau perilaku yang tidak menyenangkan. Hal ini berlaku baik bagi masyarakat Muslim maupun non Muslim, dimana harta, jiwa dan darah mereka yang berada dalam wilayah kekuasaan Daulah dijamin negara 100 persen. Sebab, sebagaimana definisi masyarakat dalam Islam, disitulah kewajiban pemimpin memastikan masyarakat tersuasanakan sehat jasmani dan rohani. Ketakwaan menjadi nomor satu, sehingga negara akan kuat. Wallahu a’lam bish showab.

 

 

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *