PHK Marak, Rakyat kian Sekarat
Hari raya kian dekat, tapi rakyat tak karuan karena maraknya isu PHK Massal. Muramnya ekonomi global jadi salah satu dalil dilakukannya PHK Massal.
PHK Marak
Kegoncangan ekonomi dunia sejak pandemi masih terus berdampak hingga saat ini. Walau geliat perekonomian ada, tapi tetap dampak muramnya ekonomi global tak bisa terelakkan. Satu persatu perusahaan gulung tikar, mulai dari start up hingga perusahaan besar.
Mc Donald’s, Amazon, Yahoo, zoom, Spotify, Twitter diantara perusahaan raksasa yang memutuskan hubungan kerja pada karyawannya. Terbaru, di Indonesia, e-grocery SayurBox kembali PHK karyawannya h-7 lebaran. Pegawai honorer/non ASN pun kini ketar ketir karena Presiden resmi menghapuskan pegawai honorer per November 2023. Ada puluhan hingga ratusan ribu pegawai honorer yang menanti berita gembira bagi masa depannya.
Inflasi dan Kapitalisme
Pemutusan Hubungan Kerja jadi salah satu cara yang ditempuh oleh perusahaan kala pemasukan tak sesuai dengan pengeluaran. Agar perusahaan bisa selamat asetnya. Pertanyaannya, bagaimana dengan nasib rakyat yang jadi pekerja? Rakyat lagi jadi korbannya.
Efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan karena turunnya daya beli masyarakat, disebabkan oleh harga barang yang fluktuatif. Harga barang yang kian mahal sementara lapangan pekerjaan juga gaji yang didapatkan tidak seberapa. Inflasi yang terus terjadi jadi akar masalahnya.
Tak ada asap jika tak ada api. Inflasi tidak serta merta terjadi. Ia hadir sebagai dampak diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Kebijakan moneter yang diadopsi oleh kapitalisme adalah kebijakan uang kertas tanpa standar emas. Sehingga perekonomian rawan terjadi inflasi. Nominal uang boleh besar tapi tidak sebanding dengan nilainya. Ini terjadi karena pemerintah bisa mencetak uang ‘sesuka hati’ tanpa standar kekayaan alam misalnya emas.
Bukan hanya itu, peran negara dalam sistem kapitalisme pun sangat dimarginalkan. Pemerintah dibuat minim berkontribusi langsung mengurusi urusan rakyatnya. Slogan agar rakyat mandiri, tidak tergantung pada pemerintah, dan semisalnya dipropagandakan di berbagai media. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya.
Solusi instan kerap jadi jalan keluar bagi perekonomian. Solusi bagi pengangguran diberikan kebijakan pembukaan keran investasi asing/swasta dengan harapan lapangan kerja bertambah dan menyerap tenaga kerja Indonesia. Sementara untuk mengatasi kemiskinan, pemerintah menyerahkan bantuan sosial, sembako murah, dan lainnya. Tentu solusi yang ditawarkan ini diberikan sementara, tidak kontinu. Ibarat analgesik yang diberikan dan dirasakan orang sakit. Sebentar saja tidak sakitnya.
Kenyataan pahit ini kian bertambah pahit dengan fakta di lapangan, kian banyaknya sumber daya alam negeri yang makin ramai di privatisasi baik oleh asing atau swasta. Liberalisasi kekayaan alam ala sistem kapitalisme sukses merampok hak rakyat atas sumber daya yang ada. Inilah potret Buram penerapan sistem kapitalisme yang akhirnya membuat rakyat kembali menjadi korban.
Ekonomi Islam jadi Solusi
Sangat berbeda dengan sistem ekonomi dalam Islam. Karena berasaskan akidah islam, maka sistem ekonomi islam dan sistem lainnya selalu dikaitkan dengan keimanan pada Allah swt. Yakin dan taat pada seluruh aturan yang sudah Allah dan Rasul tetapkan.
Beberapa solusi dari islam untuk masalah maraknya PHK karena goncangan ekonomi global, diantaranya adalah pertama mengganti sistem moneter dari kertas menjadi sistem monoter yang berdasarkan emas/dinar dan perak/dirham. Dengan begini, negara takkan seenaknya mencetak uang. Sehingga inflasi bisa dihindari.
Selain itu, sektor non riil yang menjamur kini akan diubah menjadi sektor riil. Rakyat akan didorong untuk menggiatkan sektor pertanian, industri, perikanan, perkebunan, pertambangan dan sektor riil lainnya dengan didampingi aturan oleh pemerintah. Selain karena memang sektor riil ini yang dibutuhkan rakyat, sektor non riil memiliki aspek judi dan riba yang jelas keharamannya dalam Alquran. Takkan berkah harta yang didapatkan secara haram.
Kedua, Islam mengatur konsep kepemilikan menjadi kepemilikan individu, umum dan negara. Kepemilikan umum meliputi air, api dan padang gembalaan, yakni sumber mata air, pertambangan, lahan hijau. Semuanya menjadi tanggungjawab negara untuk dikelola dan mengembalikan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat. Bisa jadi berupa produk, atau hasilnya digunakan untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Ketiga, adanya jaminan pemenuhan kebutuhan pokok oleh negara. Islam mewajibkan negara memenuhi kebutuhan rakyatnya per kepala. Baik sandang, pangan, papan, juga pendidikan, kesehatan hingga keamanan menjadi tanggungjawab negara bagi rakyat. Sehingga rakyat akan tetap terpelihara kecerdasannya, daya berpikirnya.
Keempat, dalam Islam bekerja mencari nafkah untuk keluarga merupakan sesuatu kewajiban mulia. Diriwayatkan ketika Rasulullah dan para sahabat pulang dari Perang Tabuk, begitu mendekati kota Madinah, tepat di salah satu sudut jalan, Rasulullah saw berjumpa dengan seorang tukang batu. Rasul melihat tangan tukang batu itu melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang oleh sinar matahari.
Kemudian Rasul bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?” Tukang batu itu menjawab, “Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”
Rasulpun langsung menggenggam tangannya dan kemudian menciumnya seraya bersabda,
“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada”, inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya.”
Masyaallah begitu mulianya kewajiban mencari nafkah jika dilakukan oleh para tulang punggung keluarga, baik itu anak laki-laki atau suami.
Bukan hanya memotivasi dengan iman dan surga, tapi pemerintah dalam Islam wajib membekali rakyat dengan keterampilan, menyediakan lapangan pekerjaan, dan memberikan modal usaha agar rakyat bisa merealisasikan kewajiban mencari nafkah.
Inilah lapis demi lapis penjagaan islam pada rakyat yang sudah terbukti kegemilangan penerapan selama berabad lamanya. Tinggal kita yang tentukan akankah menjadikannya sekedar romantisme sejarah atau kembali memperjuangkan penerapannya agar Allah bukakan pintu berkah dari langit dan bumi seperti masa Rasul dan para sahabat yang terpuji.
Wallahua’lam bish shawab.
Komentar