Korupsi Bak Penyakit Akut, Sembuhkan Dengan Solusi Komprehensif
Korupsi Bak Penyakit Akut, Sembuhkan Dengan Solusi Komprehensif
Oleh : Sartika
(Tim Pena Ideologis Maros)
Baru-baru ini, Bupati Kapuas, Ben Brahim S Bahat (BBSB) dan istrinya, Ary Egahni (AE), diketahui telah melakukan korupsi untuk mendanai keikutsertaan di Pilkada dan Pemilihan Legislatif.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan jumlah uang yang didapatkan Ben Brahim dan istrinya dari praktik korupsi sebesar 8,7 miliar. Menurut penelitian di Divisi Korupsi ICW, hal yang dilakukan Ben Brahim dan istrinya merupakan salah satu bentuk modus korupsi kepala daerah untuk menebus biaya kontestasi politik elektoral.
Menurut lembaga anti rasuah, selama menjabat sebagai Bupati Kapuas dua periode 2013-2018 dan 2018-2023, Ben Brahim diduga menerima sejumlah fasilitas dan uang dari berbagai SKPD di Pemkab Kapuas serta beberapa pihak swasta.
Fasilitas dan uang itu digunakan Ben Brahim untuk urusan pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah 2020, sedangkan istrinya, Ary Egahni menggunakan untuk keperluan pemilihan anggota legislatif 2019 termasuk membayar dua lembaga survei nasional. Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mengawasi laporan dana kampanye. (Tempo.co 30 Maret 2023).
Akar Permasalahan
Kasus korupsi bak penyakit akut yang seolah tak memiliki penawar. Faktanya, jelajah korupsi di negeri ini kian membumbung tinggi, bukan hanya laki-laki, perempuan pun ikut aktif dalam kasus tersebut. Berbagai strategi telah dilakukan, mulai dari studi banding, mendirikan lembaga antikorupsi, hingga merumuskan regulasi yang bersifat preventif dan penetapan sanksi bagi para koruptor.
Nihil, strategi dan regulasi yang dilakukan sedikitpun tidak memberikan dampak mengguritanya kasus korupsi. Penulis makalah yang berjudul Addressing Corruption Together, Robert Klitgaard, menggambarkan bahwa korupsi terjadi disebabkan adanya monopoli dan diskresi tanpa adanya akuntabilitas.
Oleh karena itu, Robert menyarankan bahwa untuk mengurangi kasus korupsi, yang harus dilakukan yaitu mengurangi monopoli, membatasi diskresi pejabat dan meningkatkan akuntabilitas. Artinya, dalam jangka panjang, melawan korupsi memerlukan perbaikan sistem dan itu lebih luas dari sekedar legislasi, perumusan regulasi.
Dari formula pemberantas korupsi yang diberikan Robert menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah resep tersebut akan mampu dan berdampak jitu dalam skala sistem? Sebab, memberantas korupsi juga membutuhkan dukungan sistem. Apakah sistem sekuler kapitalisme yang negeri ini adopsi mampu menuntaskan korupsi?
Sebelum membahas sudut pandang sistemik, ada kritik mendasar bagi para pemikir yang menawarkan solusi pemberantas korupsi, mereka membangun kerangka berpikir semata dari sistem yang sedang eksis saat ini. Sebaliknya, mereka enggan melakukan studi komparasi dan mencoba melihat solusi dari sistem selain sekuler kapitalisme.
Alhasil, solusi yang mereka sarankan tetap dalam kerangka pikir sekuler kapitalisme. Padahal, sadar atau tidak, faktanya akar permasalahan yang mendasar dari suburnya kasus korupsi saat ini berasal dari sistem sekuler kapitalisme itu sendiri. Bagaimana tidak, dengan sistem politiknya berasal dari demokrasi, sudahlah pasti terjadinya monopoli oligarki merupakan konsekuensi logis sistem ini.
Di samping itu, pejabat kerap memperoleh perlakuan khusus dan memilih independensi penuh dalam membuat keputusan, sehingga meski terdapat sejumlah lembaga yang bertugas melakukan pengawasan, tetap saja hukum akan kalah dengan fulus (uang).
Transaksi haram suap-menyuap sudah termasuk rahasia umum. Wajar jika korupsi telah menggurita dalam lingkaran yang tak memiliki ujung. Belum lagi lemahnya kontrol masyarakat, entah karena akses atau sikap individualis yang kian subur dalam sistem saat ini, sehingga membuat masyarakat acuh terhadap kasus yang berulang hingga pada akhirnya korupsi dianggap hal yang biasa.
Solusi Komprehensif
Jika sebagian besar pemikir enggan melihat sistem lain sebagai alternatif pemberantasan korupsi. Islam sesungguhnya memiliki prespektif unik dengan solusi yang komprehensif. Bahkan tidak sedikit yang kerap mengambil sistem Islam sebagai teladan model pemimpin bebas korupsi. Hanya saja, contohnya masih sebatas memaparkan sosok bukan sistem. Padahal sudah jelas, pemimpin yang bertakwa terbentuk dari sistem yang menyandarkan seluruh aktifitas dibawah pengawasan sang Khalik. Dan inilah ajaran Islam.
Ketakwaan individu (perorang) merupakan perkara urgent. Dalam sistem sekuler kapitalisme yang mengingkari pengawasan sang Khaliq, tidak sulit bagi pejabat mengambil harta yang bukan haknya, sebab ia tidak menyertakan pemahaman terkait kesadarannya terhadap pengawasan Allah dalam melakukan setiap aktifitas (hidrosiksilabillah). Di sisi lain, masyarakat dalam sistem pemerintahan Islam memiliki kesadaran penuh terhadap pentingnya saling mengingatkan dalam ketakwaan sebagai implementasi dari aktifitas amar makruf nahi mungkar. Masyarakat akan turut mengawasi kinerja para pejabat atas dasar keimanan semata.
Tidak kalah urgent, penerapan uqubat (sanksi) oleh negara. Nyaris satu dekade negeri ini berjuang memberantas korupsi, akan tetap diskusi mengenai uqubat bagi para koruptor tetap saja kabur dalam sistem sekuler kapitalisme. Menguar dalam ruang-ruang diskusi tanpa kesimpulan yang pasti sehingga masyarakat menjadi apatis terhadap kasus korupsi yang kian hari semakin membumbung.
Uqubat (sanksi) seharusnya dapat berefek jera, bukan semata menyediakan hotel dengan fasilitas yang mewah. Dalam pemerintahan Islam, sanksi bagi pelaku korupsi (koruptor) dapat berupa penyitaan harta sebagaimana Amirul Mukminin Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu yang pernah menyita harta Abu Sufyan. Selain itu, sanksi penjara sesuai keputusan qodhi. Mulai dari publikasi atas tindak korupsi, stigmatisasi, cambuk hingga hukuman mati.
Inilah garis besar pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam Islam. Konsep-konsep Islam yang memberikan solusi komprehensif bukan sekedar wacana. Islam telah terbukti dalam rentang sejarah peradaban dalam mewujudkan negara bebas korupsi.
Wallahu’alam Bisshawab.
Komentar