Beribadah dengan Fokus, Stop Tajassus !

Dilansir dari SOREANG,AYOBANDUNG.COM,  tarawih pertama di bulan suci Ramadan pada Rabu 22 Maret 2023 malam di Kabupaten Bandung dijaga oleh petugas kepolisian. Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan, seluruh masjid di Kabupaten Bandung pada tarawih pertama ini akan dijaga oleh petugas kepolisian untuk memastikan masyarakat menjalankan ibadah secara aman dan lancar.

 

“Malam ini kami akan mengerahkan seluruh personil, baik itu dari Polresta maupun polsek untuk menjaga masjid-masjid dan musala yang menggelar tarawih (pertama Ramadhan 2023),” ujar Kusworo. Bukan hanya malam pertama tarawih, petugas kepolisian juga akan menjaga masjid dan musala yang menggelar tarawih selama Ramadan.

 

Kebijakan ini berimplikasi pada dua hal, yaitu menggeser fungsi masjid yang awalnya sebagai tempat yang dianggap sebagai tempat yang suci, kemudian bergeser menjadi tempat yang harus diawasi seolah-olah menjadi tempat yang mencurigakan. Di sisi lain, menciptakan rasa ketidakadilan, karena hanya masjid saja yang diawasi.

 

Jika masyarakat sudah mau masuk masjid, itu pertanda harapan adanya perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Namun dengan kebijakan pengawasaan yang terindikasi tajassus (memata-matai) ini bisa jadi akan membuat masyarakat malah semakin jauh dari masjid.

Padahal, masjid begitu mulia di mata kaum Muslim. Lantas bagaimana hukum tajassus (memata-matai) dalam Islam?
Tajassus adalah mengorek, yakni (meneliti) berita (memata-matai). Secara bahasa bila dikatakan, jassa al-akhbar wa tajassasaha artinya adalah mengorek (menelit) suatu berita. Jika seseorang mencari-cari berita, maka ia telah termasuk melakukan aktifitas tajassus, dan pelakunya  disebut jasus (mata-mata), baik berita rahasia maupun terang-terangan.

 

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, hukum tajassus bisa haram, jaiz (boleh), dan wajib, ditinjau dari siapa yang di mata-matai. Al-Qur’an melarang dengan tegas aktivitas tajassus yang ditujukan kepada kaum Muslim, sebagaimana Allah Subhanahu WaTa’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (Tajassus)….” (TQS. Al-Hujarat [49]:12).

 

Adapun terhadap Kafir Dzimmiy yang merupakan warga Negara Islam pada masanya, maka kedudukan mereka setara dengan kaum Muslimin, sehingga seorang Muslim dilarang (diharamkan) memata-matai mereka. (Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Syakhshiyyah alIslamiyyah Juz II, ed.III, 1994. Daar al-Ummah, Beirut, Libanon, hal.212). Sedangkan memata-matai Kafir Harbiy (kafir yang harus diperangi), baik Kafir Harbiy Jaqiqi, maupun Jukman, hukumnya adalah jaiz (boleh) bagi seorang muslim, atau sekelompok kaum muslimin, namun wajib bagi negara Islam. Baik mereka berada didalam Negara Islam, maupun berada di luar Negara Islam.

Sehingga dari sini sangat jelas hukum memata-matai di masjid yang notabene adalah tempat berkumpulnya orang Muslim hukumnya haram, karena yang dimata-matai adalah kaum Muslim itu sendiri.

 

Terlebih dalam sistem sekuler, tidak heran kini hukum dibuat oleh manusia sendiri yang memiliki hawa nafsu, maka dipastikan condong pada kepentingan individu atau kelompok tertentu saja serta tidak memandang halal dan haram. Sehingga wajar banyak kerusakan yang terjadi akibat kemaksiatan manusia yang tidak tunduk pada aturan ilahi.

 

Berbeda jika dalam sistem Islam, apabila kita melihat kembali bahwa masjid adalah tempat yang mulia bagi kaum Muslim tempat kaum muslim bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah, tidak hanya untuk sholat dan baca Al Qur’an saja namun menjadi pusat aktivitas kaum muslim. Tempat dimana menjadikan kita beribadah dengan fokus, bukan malah tajassus.

Seperti Masjid yang pertama kali didirikan oleh Rasulullah SAW ketika tiba di Madinah, beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid yang sekarang dikenal dengan Masjid Nabawi yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah yang dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Rasulullah SAW dan masjid ini menjadi jantung kota Madinah saat itu.
Wallahu’alam.

Artikel Lainnya

Fungsi Masjid menjadi Sempit

Umat Islam seharusnya menyadari fungsi masjid yang sebenarnya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pada masa kepemimpinan beliau sebagai Kepala Negara Islam di Madinah, Masjid Nabawi tidak hanya digunakan sebagai tempat salat dan beribadah namun juga mengurusi dengan kaum muslimin.
Dalam Sirah tercatat setidaknya ada 10 fungsi masjid pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *