Mewujudkan Kedaulatan Pangan dengan Perspektif Islam

Indonesia, negara agraris yang didukung dengan iklim tropis sejatinya sangat memungkinkan untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Namun, hal itu tampaknya tak seindah yang dibayangkan. Sebab, masih banyak ditemukan kasus gizi buruk dan masyarakat yang mati kelaparan di negeri ini. Bahkan impor beras juga kerap terjadi.

Harga beras impor yang cenderung lebih murah dari harga beras lokal juga turut membuat petani negeri semakin kehilangan keinginan untuk tetap menjadi petani. Belum lagi subsidi pupuk yang mulai dibatasi dan banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi negeri agraris semakin tak bertaji. Lalu, apakah ada penyebab lain atas permasalahan ini? Mampukah negeri yang terkenal gemah ripah loh jinawi mewujudkan kedaulatan pangan?

Penyebab Tak Mampu Berdaulat

Kedaulatan swasembada yang belum bisa dicapai oleh negeri, sejatinya merupakan permasalahan sistematik. Hal ini karena segala kebijakan, peraturan, undang-undang, dan yang lainnya tidak lepas dari pengaruh para kapitalis. Salah satunya dalam perkara impor.

Pemerintah pernah mengklaim bahwa stok pangan negeri dari petani lokal sudah mencukupi hingga akhir 2022 (tempo.co, 21-11-2022). Namun, faktanya pemerintah masih saja mengimpor beras hingga Desember 2022 dengan total importasi beras sebanyak 20.000 ton (bulog.co.id, 21-12-2022). Sehingga membuat kerugian petani lokal.

Tak hanya itu, pemerintah juga pernah membuang beras impor cuma-cuma karena sudah terjadi kondisi yang tidak layak konsumsi pada tahun 2019 lalu. Mirisnya, kondisi itu terjadi saat jutaan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan. Serta biaya yang digunakan dalam pembelian impor beras menggunakan dana APBN yang notabene merupakan dana yang dikumpulkan dari rakyat yang berasal dari pajak atau yang lainnya.

Negeri yang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi ini memang sarat akan kepentingan oligarki, korporasi dan kapitalis karena sistem ini menginduk kepada ideologi kapitalisme. Di mana ideologi ini menjadikan keuntungan materi hanya berpihak kepada para pemilik modal atau kapitalis. Yaitu menguntungkan para importir, pengusaha termasuk orang-orang yang meloloskan kebijakan dan masuknya impor beras ini.

Itu baru satu masalah yakni impor beras. Masih banyak masalah lain seperti berkurangnya subsidi pangan, distribusi, insektisida, dll. Di mana semuanya tidak lepas dari kebijakan sekularisme. Karena pemerintah tidak menjadi pengurus rakyat yang baik. Melainkan menjadi regulator antara kapitalis dengan rakyat.

Sistem Islam Wujudkan Kedaulatan Pangan

Permasalahan pangan pada dasarnya terjadi pada distribusi pangan. Hal ini sangat jelas terlihat ketika sebagian masyarakat sangat miskin hingga mati kelaparan. Sedangkan yang lain sangat kaya hingga mengalami obesitas. Ketimpangan sosial dan ekonomi masyarakat yang sangat tajam ini merupakan bukti bahwa distribusi pangan serta kekayaan berjalan tidak baik. Oleh karena itu, negara dalam sistem Islam harus memastikan distribusi yang tepat agar kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi sepenuhnya.

Selain itu, sistem Islam adalah sebuah sistem yang berlandaskan akidah Islam. Di mana hukum syara menjadi tolak ukur semua kebijakan. Sehingga negara tidak boleh mengambil kebijakan yang dapat menyengsarakan rakyat. Islam juga melarang agar kekayaan tidak berputar pada orang-orang kaya saja. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 7.

Islam juga memandang bahwa negara wajib memberikan kemudahan bagi para pencari nafkah untuk bekerja termasuk para petani. Yaitu menjaga keberlangsungan keberadaan petani dengan cara menjaga lahan fungsi pertanian, memberikan bantuan di dalam bidang pertanian. Bahkan jika petani tersebut mengelola tanah pertanian milik negara akan digaji dengan gaji yang sesuai dengan jasa yang diberikan. Sehingga petani juga akan sejahtera serta kedaulatan pangan akan tercipta.

Kedaulatan pangan dalam negara Islam juga merujuk pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233 di mana ibu yang melahirkan hendaknya terpenuhi gizinya agar bisa menyusui hingga dua tahun. Begitu juga dengan seorang ayah yang harusnya mampu menafkahi keluarganya.
Tak hanya itu, Islam juga menjaga batasan kepemilikan yang boleh dimiliki oleh individu. Di mana kekayaan alam dan fasilitas negara tidak boleh dijadikan kepemilikan individu seseorang. Sehingga seseorang tidak bisa menguasai segala kekayaan alam yang sejatinya merupakan hajat hidup orang banyak. Termasuk hutan, tambang, dll.

Jika lahan pertanian itu dimiliki dari hasil usaha individu akan tetapi individu itu tidak mampu mengelolanya lebih dari 3 tahun, maka status tanah akan berpindah menjadi kepemilikan umum. Di mana negara harus mengelolanya demi kesejahteraan rakyat. Negara Islam juga tidak membiarkan segala upaya yang dapat memunculkan kezaliman di dalam ketersediaan pangan. Seperti adanya monopoli pasar, mafia, kecurangan dalam mekanisme pasar, penimbunan produk pangan, dll. Sehingga tidak akan terjadi distorsi pangan dalam negara.

Penutup

Semua itu akan dapat diraih jika sebuah negara menerapkan syariat Islam di dalam seluruh aspek kehidupan. Yaitu di dalam sistem pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, hukum, dll. Terlebih lagi, sistem politik dan ekonomi negara Islam memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas negara. Wallahu a’lam bishawab.

Artikel Lainnya

Pupuk Sulit Dicari, Petani Gigit Jari

Satgassus Antikorupsi Polri mengungkapkan berdasarkan temuan pengalaman petani di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat juga NTT, mereka harus menempuh jarak sekitar 80 km untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Saat memantau pendistribusian pupuk bersubsidi di NTT pada 18-22 Juni 2024. Berdasarkan temuan tersebut, tim tersebut merekomendasikan agar Kementerian Pertanian menetapkan dalam petunjuk teknis (juknis ) jarak maksimal antar kios petani. Satgasus juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan BUMDes dan Koperasi Desa (KUD) sebagai kios yang lokasinya dekat dengan lokasi petani. (Berita Satu, 23 Juni 2024)

Dikutip dari laman Muslimah News, OPINI “Tujuannya ingin menyediakan subsidi, tapi tidak bisa menjadi solusi. Meski ingin membantu petani, tapi malah membuat mereka gigit jari. Akses terhadap pupuk bersubsidi masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Sulit sekali petani harus berjuang untuk mendapatkannya.

Seluruh rangkaian permasalahan itu karena sistem dan kebijakan penguasa yang masih berorientasi pada ideologi kapitalisme. Negara belum serius meriayah sektor pertanian. Berbeda dengan sistem kepemimpinan & kepemerintahan Islam (Khilafah) yang meninjau pentingnya sektor pertanian bagi ketahanan pangan, Khilafah akan berusaha meriayah dengan cara menerapkan berbagai mekanisme untuk membantu usaha dan kehidupan petani agar lebih sejahtera. Pertama, kemandirian bahan baku pupuk. kedua, Negara mendorong semua orang untuk bersekolah menjadi ahli di bidangnya termasuk bertani. Ketiga, negara mendistribusikan pupuk secara merata. Keempat, negara mengakui kondisi lahan mati yang layak dipulihkan melalui pertanian. Bagi pemilik tanah yang menelantarkan tanahnya dalam jangka waktu 3 tahun.

Sehingga bisa dilihat bagaimana rincinya sistem kepemerintahan dalam Islam yaitu khilafah yang sangat memperhatikan pada sektor pertanian, karena sektor ini merupakan sumber pangan negara. Ketahanan pangan akan terjamin & terwujud jika negara menerapkan sistem Khilafah yang dimana bisa menerapkan syariat Islam secara kaffah.

Tata Kelola Pertanian untuk Ketahanan Pangan

Persoalan pupuk sejatinya hanya persoalan cabang yang berakar pada sistem tata kelola pertanian yang buruk yaitu kapitalisme no liberal, mengakibatkan minimnya kepemilikan lahan, keterbatasan modal, lemahnya penguasaan teknologi, hingga lemahnya posisi tawar dalam penjualan hasil panen. Sejatinya kalau sistemnya buruk harus diganti, Islam hadir dengan pengaturan yang benar, khususnya dalam bidang pertanian, bagaimana pengaturannya, yuk kita simak tulisan berikut!

Kelangkaan Pupuk, bukan Problem Baru

Kelangkaan pupuk bersubsidi bukan hal baru dan bukan problem baru, namun sudah sering terjadi ibarat kaset yang diputar berulang-ulang, hingga menjadikan putus asa para petani. Istilah kasarnya “petani tidak akan untung, bila masuk dalam kandang dengan aturan main binatang”. Petani justru akan dibuat pusing, mencari alternatif dengan pupuk-pupuk seadanya, untuk menutupi kebutuhannya.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *