Layanan “Beli Sekarang, Bayar Belakangan”, Jebakan Dibalik Kemudahan
Tidak dimungkiri, di era digital saat ini, aktivitas belanja begitu mudah. Transaksi kini berada di ujung jari. Kemudahan-kemudahan aktifitas belanja dapat dirasakan banyak kalangan. Namun, terdapat layanan yang membahayakan, misalnya, konsep “beli sekarang, bayar belakangan”. Kemudahan yang ditawarkan ini telah menarik masyarakat, tak terkecuali generasi mudanya untuk berhutang, mereka berbelanja tapi tidak memiliki uang. Lantas, bagaimana seharusnya seorang muslim menyikapi fenomena ini?
Layanan Berbahaya, Menjebak Generasi
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Kredivo dan Katadata pada Maret 2022, Penggunaan pembayaran paylater di e-commerce terus mengalami peningkatan dari 28 persen pada 2021 menjadi 38 persen di 2022. Kini penggunaan paylater ini semakin diminati, tidak hanya digunakan di e-commerce, bahkan agen travel online juga menawarkan layanan ini.
Selain itu, dilansir dari liputan6.com, sebuah survei terbaru dari Credit Karma menemukan hampir 40 persen milenial menghabiskan uang yang tidak dimilikinya dan terlilit utang hanya demi gaya hidup dan hubungan sosial.
Data di atas tentu merupakan fakta yang mencengangkan, terlebih banyak generasi muda yang terjebak menggunakan layanan ini hanya untuk tuntutan gaya hidup. Mereka berbelanja, membeli apa yang disuka atau berwisata ke tempat yang diinginkan, padahal tidak mempunyai uang. Selanjutnya, ketika jatuh tempo, ia akan kelimpungan untuk membayar. Proses yang mudah diawal, namun dibelakang mereka akan dikejar-kejar utang, bunga juga denda jika lewat tempo. Tak jarang, mereka akhirnya harus menjual aset yang dipunya.
Menurut pengakuan seorang pengguna paylater yang terbilang cukup muda, ia bisa dengan mudah menggunakan layanan ini hanya dengan mengisi data dan disetujui dalam 24 jam, padahal ia belum berpenghasilan. Bahkan, ada pengguna lain yang harus menjual asetnya untuk lepas dari cicilan (bbcindonesia.com, 29/12/2022)
Jebakan Kapitalisme
Layanan yang begitu mudah dengan syarat yang minim, juga pelayanan yang cepat bahkan pada orang-orang yang tidak berpenghasilan merupakan jebakan kapitalisme. Para kapital memanfaatkan gaya hidup hedonis dan konsumtif yang menyerang generasi muda sebagai ladang subur. Generasi ini dengan mudah tergiur jebakan promosi, seperti cashback dan diskon yang besar jika menggunakan paylater.
Layanan yang seolah mudah ini akhirnya menjerat banyak orang untuk hidup diluar kemampuannya. Para kapital ini berusaha menggambarkan pada masyarakat bahwa standar bahagia adalah bisa memiliki apa yang diinginkan. Bahkan, demi sebuah gengsi, gaya hidup dan reputasi, ekonomi yang sulit diterjang, hari ini tidak bisa membayar, bisa difikirkan nanti.
Menjamurnya layanan ini, tentu tidak lepas dari kebijakan yang diberikan pemerintah kepada penyedia layanan, seperti bunga yang rendah, dalam pengawasan OJK dan sebagainya. Terlebih, tidak adanya penanaman akidah pada diri umat untuk membentengi dari hal-hal yang diharamkan agama. Justru, hari ini mereka berfikir dan bertindak sesuai ideologi yang diemban negara hari ini yakni Kapitalisme, dengan sekularisme sebagai asasnya (pemisahan antara agama dengan kehidupan).
Kaum Muslim Harus Waspada
Jebakan paylater yang banyak menimpa generasi hari ini, tak terkecuali pemuda muslim, sejatinya adalah buah busuk Kapitalisme guna memalingkan seorang Muslim dari gaya hidup yang seharusnya. Sudah semestinya seorang Muslim menyandarkan setiap perbuatan dengan standar yang diberikan Islam.
Terlebih, paylater sendiri adalah layanan yang mengandung riba. Padahal dengan tegas Allah SWT mengharamkan praktik riba. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” ( Q.S Al Baqarah: 275).
Seorang Muslim sudah semestinya menyibukkan diri untuk melaksanakan perbuatan yang diridai Allah. Termasuk, dalam hal pembelanjaan harta, ia akan memenuhi kewajiban nafkah, membayar utang, menunaikan zakat juga ditambah amalan sunah seperti infaq, sedekah, membantu kesulitan orang lain dan saling memberi hadiah. Seorang Muslim tidak boleh menjadi orang yang berlebihan dan tidak pula kikir dalam membelanjakan hartanya. Sebagaimana firman-Nya yang berarti: “Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar.” (Q.S Al Furqon ayat 67).
Berbeda dari negara yang menerapkan Kapitalisme, negara yang mengemban Islam dalam seluruh aspek kehidupan akan mencetak generasi yang berakidah kuat juga berkepribadian Islam (yang pola pikir dan pola sikapnya Islam), yang akan senantiasa menyandarkan setiap perbuatannya dengan apa yang diridai Allah. Dengan begitu, masyarakat akan terhindar dari gaya hidup hedonis, konsumtif, materialis dan transaksi-transaksi yang diharamkan.
Sudah semestinya Kaum Muslim, termasuk para pemudanya, menyibukkan diri dengan aktifitas menuntut ilmu dan ikut terlibat dalam perjuangan penegakan Islam secara kaffah, yang akan menghindarkan masyarakat dari perbuatan yang dimurkai Allah menuju kemakmuran dan ketentraman yang sesungguhnya.Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Komentar