Seremonial Peringatan Hari Ibu: Momen Eksploitasi Potensi Perempuan? 

Seremonial Peringatan Hari Ibu: Momen Eksploitasi Potensi Perempuan?

Oleh: Nurhikmah
(Tim Pena Ideologis Maros)

 

Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menetapkan “Perempuan Berdaya Indonesia Maju” Sebagai tema peringatan Hari Ibu 22 Desember kemarin. KemenPPPA menyebutkan Peringatan Hari Ibu di Indonesia bukan hanya perayaan Mother’s Day sebagaimana yang diperingati di negara lain. Sejarah mencatat dicetuskannya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan. (tirto.id, 13/12/2022)

 

Dalam tema yang diusung tersebut termuat beberapa sub tema, diantaranya: 1) Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan, 2) Perempuan dan Digital Economy, 3) Perempuan dan Kepemimpinan, 4) Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya. Dari keempat sub tema tersebut nampak jelas bagaimana peran Ibu atau perempuan diarahkan dalam pemberdayaan ekonomi hari ini.

 

Bahkan Pakar ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Poppy Ismalina Ph.D menyebutkan bahwa peran perempuan saat ini dianggap sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Hal itu didasarkan data bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah penyokong utama perekonomian Indonesia dengan peran sebesar 99,99 persen, sementara usaha besar hanya berperan 0,01. Kontribusinya UMKM bagi Product Domestic Bruto mencapai 60,5 persen, dan menjadi sektor utama penyerapan tenaga kerja. Sebanyak 60 persen UMKM dikelola oleh perempuan. (VoaIndonesia.com, 17/12/2022)

 

Berbagai kemiskinan maupun bentuk kekerasan yang banyak terjadi pada perempuan saat ini sejatinya bukanlah akibat ketidakberdayaannya perempuan dalam rana publik juga sektor ekonomi, tetapi merupakan buah dari pengadopsian mabda sekularisme kapitalisme. Pandangan hidup yang memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme) telah melahirkan standar perbuatan hanya berorientasi pada nilai materi. Alhasil para penguasa pembuat kebijakan malah sibuk mengejar keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan dampak buruknya di kemudian hari.

 

Padahal peran utama seorang ibu adalah pendidik pertama bagi para generasi. Membelokkan peran ibu ke arah pemberdayaan ekonomi sejatinya hanyalah bentuk eksploitasi yang justru bisa semakin memperburuk kondisi generasi hari ini yang telah terjebak oleh gaya hidup liberal ala Barat. Jika setiap ibu lebih fokus pada dunia publik juga kariernya, maka tentu tanggung jawabnya dalam mendidik generasi sebagai calon pemimpin di masa depan akan terabaikan. Akibatnya potensi besar yang dimiliki para generasi muda justru akan terbuang ke hal yang sia-sia.

 

Islam Menempatkan Perempuan dalam Derajat Mulia

Sudah menjadi rahasia umum bahwa keberhasilan generasi dalam menciptakan peradaban gemilang tak terlepas dari peran seorang ibu sebagai pabrik pencetak sekaligus madrasah pertama dalam membentuk mental pemimpin dalam diri generasi. Oleh karenanya Islam sangat memuliakan posisi seorang ibu. Sebagai bentuk perwujudan dalam menjaga kemuliaan perempuan tersebut, Islam telah menetapkan berbagai mekanisme tertentu yang membutuhkan peran negara sebagai pendukungnya.

 

Dalam Islam, yang bertugas mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan keluarganya adalah suami atau ayahnya. Jika suami maupun ayahnya telah tiada, maka tanggung jawab itu akan diserahkan kepada kerabatnya yang laki-laki dan jika mereka tidak mampu menanggung itu, maka yang akan menjamin penafkahan bagi perempuan adalah negara. Hal itu dikarenakan tugas dan tanggung jawab seorang perempuan bukanlah bekerja tetapi mengurus keluarga dan mendidik keturunannya menjadi generasi yang cemerlang.

 

Bekerja bagi perempuan hanyalah sebuah pilihan bukan kewajiban sebagaimana yang justru digenjot di dalam sistem sekulerisme kapitalisme hari ini. Jika perempuan bekerja itu hanyalah wujud dari pengamalan ilmu yang dimilikinya agar bisa bermanfaat bagi umat. Namun, itupun dilakukan dengan tidak mengabaikan peranan utamanya.

 

Selain itu, sebagai bentuk keseriusan negara memuliakan seorang perempuan dan menjadikannya sebagai bakal calon pencetak pemimpin terbaik, negara Islam akan menjamin layanan pendidikan yang mudah dan murah bahkan gratis bagi setiap rakyat termasuk perempuan. Sehingga, dengan ini setiap ibu akan mengoptimalkan perannya masing-masing bukan justru trial and error.

 

Penafkahan negara kepada perempuan yang sudah tidak memiliki seorang penafkah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan sangat mungkin dilakukan oleh negara yang menerapkan sistem Islam. Sebab dalam sistem ekonomi Islam sumber daya alam milik negara, akan dikelola secara mandiri oleh negara tidak diserahkan kepada swasta maupun negara asing. Sehingga, hasilnya dapat dioptimalkan penuh untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan menjamin layanan umum seperti pendidikan, keamanan, dan kesehatan setiap rakyat secara gratis. Dengan mekanisme seperti ini setiap ibu (perempuan) akan dapat fokus pada tugas utamanya sebagai Ummun Wa Robbatul Bait dan Madrasatul ‘Ula tanpa harus pusing memikirkan permasalahan ekonomi keluarga maupun negaranya.

Wallahu’alam Bisshawab.

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *