HIV/AIDS Meningkat, Apa Akar Persoalan Ini ?
HIV/AIDS Meningkat, Apa Akar Persoalan Ini ?
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batam mencatat jumlah kenaikan kasus HIV/AIDS di kota Batam mencapai 446 orang pada 2022. Yang mencengangkan, dari temuan Dinkes disebutkan, kasus kenaikan didominasi penyimpangan perilaku pasangan sejenis yakni homoseksual. Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Didi Kusmardjadi mengatakan frekuensi peningkatan kasus HIV/AIDS homoseksual tidak hanya terjadi di Kota Batam, tetapi juga terjadi di Indonesia secara nasional bahkan di berbagai negeri lainnya. Dari 446 kasus positif HIV/AIDS di Batam, di antaranya meliputi 333 pria dan 113 perempuan, terdiri dari 2.594 orang yang dites, sedangkan meninggal dunia sebanyak 57 orang dark total 8.800 orang terindikasi positif HIV/AIDS (Liputan6.com 02/12/2022).
Selain di Kota Batam, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Lhokseumawe Aceh, juga mencatat sebanyak 88 warga di daerah tersebut terpapar positif HIV/AIDS yang penularannya juga didominasi karena homoseksual (Republika.co.id 02/12/2022).
HIV/AIDS Konsekuensi Logis Sekularisme
Belum juga usai persoalan sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat, kini masyarakat juga harus menghadapi persoalan kesehatan semacam HIV/AIDS yang mematikan. Fenomena meningkatnya pengidap HIV/AIDS termasuk salah satu diantara banyaknya bentuk konsekuensi logis dari sistem yang saat ini diadopsi lalu diterapkan oleh pemerintah yakni sistem kapitalisme. Kapitalisme tegak di atas aqidah sekularisme, dimana agama dipisahkan dari kehidupan. Sedangkan liberalisme (kebebasan) merupakan salah satu pokok utama dari sistem kapitalisme-sekulerisme, dimana sistem kapitalisme-sekulerisme tegak di atas 4 kebebasan diantaranya kebebasan kepribadian. Artinya, setiap individu diberikan kebebasan melakukan apa saja selama itu tidak merugikan para kapitalis beserta antek-anteknya.
Di samping itu, akibat penularan HIV/AIDS yang terus meningkat, pemerintah berupaya melakukan kampanye aliansi nasional setiap tahunnya yakni memperingati hari AIDS sedunia. Berbagai komunitas diajak mendukung kampanye tersebut, memberi layanan pengobatan, membela hak asasi manusia (HAM). Mereka juga bekerja di akar rumput sebagai pemimpin kampanye untuk memastikan bahwa respons AIDS tetap relavan. Hanya saja, pemerintah maupun komunitas lainnya tidak menyentuh hal yang paling mendasar (akar persoalannya) yakni sistem pengurusan rakyat. Sejatinya, selama akar persoalan masih tetap ada (sistem kapitalisme-sekulerisme), selama itu juga berbagai upaya besar yang dikerahkan tidak berbuah hasil.
Mengobati HIV/AIDS namun masih menyerukan liberalisme, tetap saja hasilnya nihil. Akibat liberalisme “atas dasar hak asasi manusia, setiap orang bebas memilih orientasi seksualnya, mengabaikan aturan Allah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan.” Mirisnya, dunia hari ini justru mendukung bagi pelaku orientasi seksual melalui kampanye Hak dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) yang dipimpin oleh lembaga global, serta memberi ruang yang luas bagi kaum nabi Luth yakni pelaku LGBT dengan mengibarkan bendera pelangi. Bergaunglah seruan kebebasan seksual yang menjamin seseorang kapan dan dengan siapa ia melakukan aktivitas seksual meski tanpa ikatan pernikahan dan meski sesama gender.
Butuh Solusi Komprehensif
Ketika pencegahan sistem kapitalisme tidak dapat menyentuh akar persoalan penularan HIV/AIDS, maka sudah saatnya kita beralih ke sistem Islam yang memiliki solusi komprehensif. Syariat Islam memberikan solusi komprehensif terhadap persoalan penularan HIV/AIDS melalui tiga pilar yakni :
Pertama, Ketakwaan individu. Individu yang bertakwa tentu akan berusaha menjaga dirinya dari perbuatan yang melanggar syariat. Keimanannya akan menghalangi dirinya melakukan suatu perkara yang diharamkan Allah. Diantaranya, perzinahan, homoseksual. Individu yang bertakwa tidak lahir begitu saja, disinilah peran negara mengedukasi dan memfasilitasi tsaqofah berupa sistem pendidikan Islam yang gratis.
Kedua, adanya kontrol masyarakat yang disebut amar makruf nahi mungkar (dakwah). Dalam sistem Islam amar makruf nahi mungkar amat kental sehingga memiliki pengaruh besar terhadap pelaku kemaksiatan, sehingga penyimpangan tidak tersebar luas bahkan akan ada istilah tereliminasi dengan sendirinya.
Ketiga, dukungan penuh dari negara, melalui penerapan aturan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Diantaranya, dengan menerapkan sistem pergaulan yang menjamin kehidupan yang bersih dari orientasi seksual. Dalam kehidupan umum, Islam mencegah bercampur baurnya (ikhtilat) dan berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dan perempuan non-mahrom kecuali ada undzur syariat, seperti muamalah, pendidikan, kesehatan dan pengadilan. Meskipun begitu, untuk melakukan interaksi harus sesuai koridor syariat Islam pula, yakni menutup aurat dan tidak tabarruj.
Jika sistem kapitalisme memiliki mekanisme hukum yang lemah, maka sistem Islam memiliki mekanisme hukum yang berefek jera. Untuk perbuatan zina, uqubat (sanksi) yang diberlakukan Islam yakni dengan rajam. Menanam tubuh pelaku zina yang sudah menikah lalu melempari batu hingga mati, adapun bagi pelaku zina yang belum menikah akan dicambuk sebanyak 100 kali lalu diasingkan selama setahun. Demikianlah cara Islam mencegah perilaku seks bebas dan homoseks yang menjadi sebab utama penularan HIV/AIDS. Semua ini tidak akan terwujud kecuali dalam sistem Islam yakni Daulah Khilafah.
Wallahu’alam Bisshawab..
Komentar