TREN FENOMENA BULLYING, MAU SAMPAI KAPAN?

Oleh: Ummu Maryam

Jagad medsos kembali dibuat heboh lantaran viralnya sebuah video yang menunjukkan pelajar menendang seorang perempuan lansia yang diduga orang dengan gangguan jiwa (OGDJ) hingga terjungkal. Pelaku teridentifikasi berasal dari Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Total ada enam pelajar yang diamankan pihak kepolisian terkait kasus ini. Entah apa yang ada di benak para pelajar ini sehingga tega menganiaya seorang nenek. Saat diperiksa polisi, mereka mengaku iseng saat menendang korban. Aksi penganiayaan ini diketahui terjadi pada Sabtu (19/11).

Tak berselang lama, kembali viral aksi bullying antarpelajar SMP di Kota Bandung. Aksi tersebut terekam video sehingga viral di media sosial. Dalam video tersebut menampakkan seorang siswa sedang memasang helm pada korban. Namun, tiba-tiba pelaku menendang kepala korban hingga terjatuh dan pingsan. Mirisnya, aksi tersebut malah jadi bahan tertawaan teman-teman sekelas. Diketahui bahwa pihak sekolah menyelesaikan masalah ini hanya melalui mediasi antar keluarga pelaku dengan korban.

Patut disayangkan bahwa kasus bullying di atas adalah salah satu contoh kasus dari sekian banyak kasus bullying yang terjadi di lingkungan anak-anak di Indonesia. Selama periode 2016-2020 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima aduan dari 480 anak yang menjadi korban bullying di sekolahnya (databoks.katadata.co.id, 29/07/2022)

Bullying atau perundungan adalah suatu tindakan agresif yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang mentalnya lebih lemah atau down dengan tujuan untuk menyakiti secara psikologis maupun fisik. Korban maupun pelaku dari bullying ini biasanya berada di umur remaja dengan rentang usia dari 10-19 tahun.

Hari ini, bullying di kalangan pelajar ibarat bola salju yang kian menggunung karena penanganannya dinilai masih jauh dari harapan. Bullying antarpelajar cenderung tidak diselesaikan dengan tuntas tapi dengan kompromi yang tidak memberi rasa keadilan pada korban. Pemerintah melalui Kemendikbud mengaku belum punya terobosan baru mencegah kekerasan dan perundungan yang masih terjadi di sekolah. Direktorat Jenderal PAUD, Haris Iskandar, mengatakan bahwa kasus-kasus perundungan yang terjadi sudah ditangani. Sementara untuk antisipasi belum dapat come up dengan ide baru (cnnindonesia.com, 7/2/2020). Dari sini saja kita bisa menilai bahwa sistem pendidikan saat ini gagal dalam mencetak anak berakhlak mulia dan menghormati orang tua. Padahal korban dari kekerasan dan perundungan di kalangan anak dan remaja terus meningkat setiap tahun.

Jika kita mau merenungkan kembali, inilah potret buram sistem pendidikan di negeri ini yang berasaskan sekulerisme, yaitu pemisahan antara agama dari kehidupan. Pendidikan sekuler telah menjauhkan pelajar dari nilai-nilai Islam. Walhasil, tak ada lagi identitas keislaman yang semestinya melekat pada diri pelajar. Pelajar menjadi sosok yang berperilaku sekularistik dan liberalistik sebagaimana budaya Barat. Semua itu diperparah dengan hilangnya peran keluarga, khususnya ibu sebagai pendidik generasi dan hilangnya fungsi kontrol masyarakat, serta rusaknya sistem sosial dan hukum di negeri ini akibat penetapan sistem hidup sekuler liberalistik. Oleh karena itulah, kasus kekerasan atau bullying, khususnya yang dilakukan oleh pelajar/remaja tidaklah berdiri sendiri, melainkan bersifat sistemik. Hal ini muncul sebagai konsekuensi logis dari penerapan sistem hidup yang salah.

Merebaknya kasus bullying di kalangan remaja tidak boleh dibiarkan begitu saja. Kita seharusnya mulai sadar untuk mencari akar solusinya, yakni dengan menjadikan Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan yang berjalan di negeri ini sebab Islam diturunkan oleh Allah SWT sebagai solusi atas setiap problem kehidupan. Islam memberikan perhatian besar kepada generasi sebagai pembangun peradaban gemilang.

Menghentikan kasus bullying haruslah dilakukan dengan dua langkah, yaitu preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan). Upaya preventif dilakukan dengan mengembalikan peran keluarga, masyarakat, dan negara. Adapun upaya kuratif dilakukan dengan mengobati mereka yang memiliki kecenderungan melakukan bullying melalui pendekatan yang akan memengaruhi pola berpikir remaja saat menghadapi fakta kehidupan sehingga mereka akan meninggalkan perilaku tersebut dengan penuh kesadaran.

Islam menempatkan keluarga sebagai tempat pendidikan dan pembentukan karakter yang terpenting bagi seorang remaja. Orang tua haruslah memberikan teladan kepada anak mereka dalam berkata dan bersikap sebab tak sedikit pelaku bullying dari keluarga yang rusak akibat pola komunikasi yang buruk dari orang tua. Orang tua hendaknya membekali anak-anak mereka dengan akidah yang kokoh dan akhlak yang terpuji. Karena itulah, orang tua, khususnya ibu, harus membekali dirinya dengan Islam untuk diajarkan kepada anak mereka.

Islam memandang bahwa menjaga generasi bukan hanya tugas orang tua, namun butuh peran dari masyarakat dan negara. Anggota masyarakat memiliki tanggung jawab untuk saling menasihati,mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan yang tercela. Masyarakat tidak boleh abai terhadap permasalahan di sekitarnya.

Adapun negara memiliki peran penting dalam menyaring segala tontonan di media yang berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian generasi. Begitu pula dengan sistem pendidikan yang dijalankan oleh negara haruslah sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam. Sistem pendidikan Islam tidak hanya mencetak generasi yang menguasai sains dan teknologi, tetapi juga mencetak generasi bertakwa yang takut berbuat maksiat atau pelanggaran. Harus dipahami bahwa sinergitas antara orang tua, masyakat, dan peran negara dalam memutus rantai bullying akan sulit diwujudkan jika tata kehidupan yang diterapkan adalah sekuler liberal. Hanya tata kehidupan yang sesuai aturan Sang Pencipta, yaitu Syariat Islam, yang akan mampu membangun suasana ketakwaan di tengah masyarakat hingga menjauhkan mereka dari kemaksiatan.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *