Pembebasan Palestina Bukan Lip Service

Tensi ketegangan di Tepi Barat tak bisa dihindarkan. Lebih dari dua pekan pasukan Israel mengepung Nablus. Sejak beberapa hari setelah penembakkan tentaranya pada 11 Oktober 2022, Israel melakukan blokade ketat militer. Operasi mencari tersangka penembakkan tersebut, mengakibatkan serangan brutal terhadap warga Palestina pada tanggal 25 Oktober 2022. Selain memakan korban jiwa, hampir 60 persen warga Palestina mengalami gangguan mental selama kurun waktu 15 tahun terakhir.

“Ada gejala umum yang muncul pada pasien, seperti tekanan psikologis dan depresi, gugup, kekerasan sosial, introversi dan masalah lainnya,” jelas Direktur Jenderal Kesehatan Mental Kemenkes Gaza, Jamil Suleiman Ali, dilansir dari Alaraby, Kamis (13/10/2022). 

Tragisnya penindasan terhadap warga Palestina tetap berulang kali terjadi. Seringkali Israel mengaku sebagai korban untuk melegalkan serangan balasan terhadap Palestina. Bahkan, Israel kerap menggunakan fosfor putih yang ditembakkan ke area sekolah, pemukiman warga sipil dan di arahkan ke area fasilitas kesehatan. Karena mereka percaya kekuatan fosfor putih lebih efektif dari pada penggunaan bahan peledak konvensional. Ironisnya, Israel bisa berlindung di bawah hukum internasional yang tidak melarang penggunaan fosfor putih, hanya saja ada pembatasan penggunaan. Meskipun kelompok Hak Asasi Manusia(HAM) percaya fosfor putih harus diklasifikasi kembali sebagai senjata kimia dan dilarang, karena efeknya yang sangat berbaya bagi warga sipil.

Selain itu pihak militer Israel sering mengintimidasi, menangkap, menculik, menghabisi warga yang dicurigai menentang mereka. Dan terus melakukan pengusiran demi perluasan pemukiman. Terorisme yang dilakukan Israel kepada Palestina ini harus dihentikan. Alih-alih memberangus kebiadaban Israel terhadap pelanggaran kemanusiaan. Negeri-negeri muslim mayoritas hanya menyatakan dukungan kepada Palestina dan mengecam kejahatan Israel. Kecaman tersebut hanyalah lip service, karena beberapa negeri muslim malah mengadakan kerjasama terhadap Israel. Beberapa negeri Islam juga memilih setuju atas solusi dua negara, yang berarti mengakui Israel sebagai negara sah di atas tanah Palestina. Meskipun beberapa negeri muslim memegang peranan penting sebagai mediator, tapi tidak ada upaya yang serius melepaskan Palestina dari ketertindasan. Pun, ketika berharap pada Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sudah seringkali mengeluarkan resolusi tak berguna.

Padahal menurut Konvensi Montevideo 1993, unsur berdirinya suatu negara terdiri dari: Memiliki wilayah yang tetap, memiliki penduduk, memiliki pemerintahan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hubungan internasional (mendapatkan pengakuan dari negara lain). Sedangkan Palestina sudah memenuhi semua unsur tersebut. Artinya, merujuk pada konvensi Montevideo 1993, Palestina adalah negara sah. Sehingga penindasan ini seharusnya bisa dihentikan, jika negeri muslim mau mengganti tolak ukur asas manfaat dan berlepas diri dari jerat border state. Karena Palestina butuh dukungan nyata, seperti halnya pengiriman pasukan militer, beserta alutsista yang dapat memukul balik kekuatan lawan, demi mewujudkan kemerdekaan, stabilitas, kesejahteraan dan keamanan.

Untuk itu dibutuhkan sebuah institusi yang mampu menyatukan negeri muslim, mengirim pasukan militer, memiliki strategi yang kuat dan kemampuan memimpin perlawanan terhadap Israel yang telah menjajah Palestina dengan keji. Semua itu hanya terwujud dalam kepemimpinan yang berlandaskan Islam. Yang mana institusi tersebut tidak akan membiarkan Palestina seperti berjuang sendiri. Justru institusi dalam kehidupan Islam inilah, yang akan mengerahkan seluruh daya dan upayanya untuk membebaskan Palestina, bukan sekedar lip service belaka.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *