Dampak Banjir, Seribuan Tambak di Aceh Utara Rusak

LHOKSUKON – Dinas Kelautan dan Perikanan Perikanan Kabupaten Aceh Utara mencatat ada sebanyak 1144,4 hektare tambak yang rusak akibat banjir.

Hal tersebut berdasarkan pendataan dampak banjir yang dilakukan DKP dan Penyuluh Perikanan Aceh Utara sampai selasa (11/10/2022).

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara, Syarifuddin mengatakan, pendataan ini masih terus berlanjut, mengingat besarnya bencana banjir yang menerjang Kabupaten Aceh Utara.

“Data sementara, baru terdata 1144,4 hektare tambak, ini masih terus kami lakukan pendataan,” ujar dia.

Syarifuddin mengatakan, wilayah yang paling terdampak adalah Kecamatan Baktiya Barat, dengan total seluas 768 hektare tambak.

Di sana, diketahui terdapat berbagai jenis ikan yang dibudidayakan, mulai dari ikan Mujair, udang, hingga bandeng.

Lebih lanjut, rata-rata usia biota  perikanan itu  1-1,5 bulan hingga masa panen, seperti jenis udang vaname, bandeng, nila, lele dan mujair.

”Kita mendapat instruksi untuk dilakukan pendataan, semua kerugian pembudidaya dan nelayan untuk didata dan dilaporkan seluruhnya. Kita laporkan ke Posko Bencana Alam, mungkin ini  menjadi usaha Kita untuk mengajukan, apakah itu nanti akan mendapat bantuan atau bagaimana selanjutnya,” kata Syarifuddin kepada Harianaceh.co.id, Selasa (11/10).

Ia menambahkan, dampak banjir itu menyebabkan petani tambak terpaksa menganggur lantaran kehilangan sumber mata pencaharian.

DKP sudah melaporkan data sementara  tambak budidaya, kolam dan boat nelayan yang rusak itu ke Posko darurat Penanggulangan Banjir Aceh Utara, guna diupayakan bantuan melalui Pemprov Aceh dan Pemerintah Pusat.

Namun, akibat bencana banjir kemarin, membuat ikan-ikan pada kabur, termasuk rusaknya lahan tambak, perahu nelayan dan sarana prasarana.

Berdasarkan data asesmen terakhir yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Utara per tanggal 10 Oktober 2022, ada sebanyak 38,278 jiwa yang mengungsi.

Banjir tersebut diketahui merendam 174 desa yang meliputi 19 kecamatan.

Mulai dari Kecamatan Pirak Timu, Matangkuli, Cot Girek, Lhoksukon, Samudera, Tanah Luas, Nisam, Paya Bakong, Muara Batu, Geureudong Pase, Langkahan, Dewantara, Sawang, Banda Baro, Murah Mulia Kuta Makmur, Baktiya Barat, Syamtalira Aron dan Lapang.

Artikel Lainnya

Performa Hukum di Indonesia Semakin Menurun

Performa hukum di Indonesia saat ini semakin menurun, ini adalah pendapat yang disampaikan oleh Widya Adiwena, Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia yang dilansir dari situs berita Jakarta, IDN Times pada tanggal 26 April 2024. Praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat terhadap masyarakat sering terjadi, terutama saat terjadi aksi demonstrasi. Berdasarkan laporan dari Amnesty Internasional, tindakan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM.

Standar Ganda HAM merupakan suatu konsep yang mengacu pada situasi di mana ada perlakuan yang tidak adil terhadap hak asasi manusia. Penerapan kekerasan dalam penegakan hukum mengindikasikan bahwa sistem hukum kita sedang mengalami masalah. Sungguh mengejutkan karena negara ini sebagai yang disebut merupakan salah satu negara yang menghargai hak asasi manusia. Tetapi, pada kenyataannya, bukti-bukti menunjukkan bahwa pelanggaran HAM sebenarnya dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Dalam agama Islam, tidak terdapat konsep yang disebut “Hak Asasi Manusia”. Semua hal dianggap melanggar hukum jika tidak sejalan dengan ajaran agama. Jika ada warga yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah, mereka berhak melaporkannya ke Majelis Umat. Kemudian, informasi ini akan diberikan kepada pemimpin atau penguasa daerah tersebut. Jika tidak diselesaikan, masalah ini bisa dilaporkan hingga ke pihak penguasa tertinggi, yaitu khalifah. Khalifah akan membuat keputusan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Dengan demikian, tidak akan ada tindakan kekerasan atau keputusan yang tidak adil.

Tanggung Jawab Pemerintah Lemah

Sistem kehidupan sekuler hanya mencetak pemerintah yang terbiasa melakukan kelalaian, kelalaian pemerintah sudah menjadi karakter dan sifat bawaan rezim sistem politik demokrasi.

Berbeda dengan Islam, Rasulullah Saw menegaskan yang artinya _”Imam atau khalifah yang menjadi pemimpin manusia adalah laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya”_ (HR. al-Bukhari).

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *