Rasa Aman Untuk Perempuan Kian Rawan
Lembaga penelitian kebijakan publik The Indonesian Institute meminta pemerintah agar menciptakan lingkungan pekerjaan yang ramah perempuan dan menjamin hak-haknya sebagai pekerja.
Pemerintah harus tetap mendorong pemberi kerja di sektor apapun, baik formal maupun informal, untuk menciptakan ruang kerja yang ramah perempuan dan menjamin hak-hak pekerja perempuan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan dan kontrak kerja yang disepakati.
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute Dewi Rahmawati Nur Aulia menyoroti banyaknya perempuan yang bekerja di sektor informal seperti menjadi pengemudi transportasi daring. Menurutnya, para perempuan ini bekerja dalam sektor informal akibat rendahnya pengupahan yang diterima kepala keluarga.
Ia mengatakan perempuan, pengemudi transportasi daring membutuhkan perhatian khusus terkait dengan keselamatan kerja. Misalnya jaminan sosial kecelakaan kerja, termasuk layanan bantuan hukum (republika.co.id, 23/1/2024).
Dalam Demokrasi, Keamanan Perempuan Kian Rawan
Dengan meredanya kasus Covid-19, tidak serta merta menjadikan segala aspek kehidupan membaik, terutama di sektor perekonomian. Dengan banyaknya perusahaan yang gulung tikar atau berpindah lokasi ke negara lain memunculkan gelombang pengangguran yang entah sampai kapan.
Akibatnya, para suami tak bisa lagi menafkahi keluarganya sebagaimana mestinya, kalaulah ada tak cukup karena biaya hidup semakin tinggi. Bukan hanya masalah kebutuhan pangan, sandang dan papan, tapi juga kesehatan, pendidikan dan keamanan kian tak terjangkau.
Di sisi lain ada yang mendapatkan kemudahan, sehingga tercipta kesenjangan sosial kian dalam tak terelakan lagi. Keluarlah perempuan dari fitrahnya, mencari nafkah membantu suami bahkan menggantikan seratus persen karena perceraian dan lain sebagainya.
Namun kenyataan tak semudah membalikkan tangan, perempuan bisa mendapatkan pekerjaan di luar sebagaimana pria, namun kejahatan dan bahaya juga kian intens mengintai. Sebagaimana yang dialami Dini Sera Adrianti (28) yang meregang nyawa di tangan Gregorius Ronald Tannur (31) kekasihnya sendiri.
Ronald merupakan anak dari Edward Tannur, salah satu anggota Fraksi PKB di DPR RI dari Dapil Nusa Tenggara Timur (NTT). Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce menyebutkan, Ronald dijerat dengan pasal berlapis berdasarkan fakta kejadian dan alat bukti. Pasal yang dikenakan terhadap tersangka ialah Pasal 351 ayat 3 dan Pasal 359 KUHP. Ronald terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun (tirto.id, 11/10/2023).
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan, perilaku keji yang dilakukan Ronald kepada korban disebut sebagai bentuk femisida yaitu pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara sengaja karena jenis kelamin atau jendernya.
Pembunuhan tersebut bisa didorong oleh rasa cemburu, memiliki, superioritas, dominasi, dan kepuasan sadistik terhadap perempuan. Komnas Perempuan juga mengkategorikan femisida sebagai sadisme, baik dari motif pembunuhannya, pola-pola pembunuhannya maupun berbagai dampak terhadap keluarga korban.
Miris, Tidak Ada Jaminan Keamanan Bagi Perempuan Hari ini
Peristiwa di atas hanya salah satu peristiwa keji yang bisa jadi lebih banyak faktanya di luar sana, hanya saja tidak terdata karena tak ada pelapor. Inilah bukti nyata bahwa nasib perempuan sangat mengenaskan dalam sistem sekular kapitalisme.
Sebagai sosok manusia , keberadaannya tak lebih dari sekadar mesin uang. Menjadi berharga dan diperhitungkan hanya jika berpenampilan menarik dan dapat dinilai dengan uang atau materi lain. Dan inilah salah satu kelemahan perempuan, dan ini pula alasan mengapa dunia industri begitu mencari perempuan. Selain murah, penurut dan mudah diatur.
Tak lagi dilihat akan bahaya dan dampaknya dikemudian hari, salah satu dan paling krusial, tidak ada jaminan keamanan yang diberikan negara dalam sistem hari ini. Pengklasifikasian pembunuhan perempuan sebagai Femisida bukanlah solusi . Pun jaminan sosial kecelakaan kerja, termasuk layanan bantuan hukum juga tidak akan efektif mengangkat perempuan lebih sejahtera.
Ini hanya solusi tambal sulam ala kapitalisme yang subur di alam demokrasi. Berawal dari paradigma salah terhadap perempuan. Dan hukum dibuat oleh manusia, sehingga rentan disusupi berbagai kepentingan. Terutama bagi pemodal besar, yang mendapatkan manfaat dari murahnya perempuan sebagai bagian dari faktor produksi.
Sistem Islam Melindungi Dengan Paradigma Perempuan Sebagai Kehormatan
Dalam Islam, Perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga. Islam pun tak mengenal gender, setiap individu manusia entah pria atau wanita memiliki kewajiban yang sama di hadapan Allah swt. Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu” (TQS an-Nisa:32).
Makna ayat di atas, perbedaan jenis kelamin bukan berarti ada perbedaan kewajiban dan hak dalam hal menegakkan ibadah dan syariat. Justru perbedaan pria dan wanita menunjukkan betapa Allah Maha Telitinya Allah mengatur fungsi perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, sehingga hak pengasuhan, persusuan , melahirkan dan mengandung ada padanya. Ia tak wajib mencari nafkah, bahkan seumur hidupnya ia berada pada jaminan walinya atau negara.
Sebaliknya pada pria pun diberi kelebihan atas perempuan sebab disyariatkan atasnya untuk mencari nafkah dan menjadi pemimpin atas keluarga dan semua yang berada di bawah pemeliharaannya.
Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga kehormatan dan keselamatan perempuan dari segala bahaya. Sebab, rasa aman adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang harus dipenuhi pun kepada perempuan. Menjadi kewajiban negara mengukuhkan iman dan takwa rakyatnya. Inilah langkah preventif untuk meniadakan kriminalitas.
Negara wajib menutup semua pintu yang mengarah pada pergaulan bebas, termasuk mengontrol media agar pornografi tidak dapat terakses masyarakat. Dari sisi ekonomi, negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi para pria dewasa, sehingga perempuan tak perlu keluar rumah, jika pun ingin bekerja, perempuan bisa nyaman sebab bukan menjadi kewajiban dan ada jaminan negara.
Penegakkan peradilan dan hukum yang jelas dan tegas dari sisi negara akan mengurangi tindak kriminal, berikutnya masyarakat juga terdorong untuk amar makruf nahi mungkar dan tidak individualis. Para pejabat negara, memegang amanah sebagaimana memegang bara api karena sadar kelak akan mempertanggung jawabkan setiap perbuatannya di hadapan Allah.
Semua tidak menjadi teori praktis semata, namun benar-benar harus diperjuangkan, sebagaimana catatan sejarah gemilangnya peradaban Islam yang tak hanya menghasilkan pembangunan berkemajuan juga manusia yang berkualitas selama 1300 tahun. Wallahualam bissawab.
Komentar